Selamat Datang di Blogsite KPO PRP Samarinda.

Rabu, 23 April 2008

MAY DAY 2008


PERBAIKAN NASIB UNTUK SELURUH RAKYAT
Oleh : Anshar*

Di alun-alun Haymarket Square, Amerika Serikat, terjadi aksi buruh yang menuntut 8 jam kerja sehari. Barisan massa yang diikuti oleh puluhan ribu buruh dari seluruh pelosok negara tersebut tumpah di jalan-jalan menuntut perbaikan kondisi kerja yang buruk. Aksi itu telah berlangsung selama 4 hari dan diikuti kurang lebih 300 ribu orang buruh. Mereka semua, baik laki-laki dan perempuan, kulit hitam dan kulit putih, migran dan pribumi, berkumpul dan bersatu memperjuangkan haknya.

Hari sebelumnya, sejak 1 Mei 1886 mereka telah mengadakan pawai di kota chicago, dan bentrok dengan polisi yang dengan keji menyerang massa buruh dan mengakibatkan 6 orang rekan mereka tewas. Namun, keberingasan polisi chicago tersebut, tidak mengurangi semangat mereka untuk terus melanjutkan aksi menuntut 8 jam kerja sehari. Hari itu, di saat hujan mulai turun, massa buruh satu persatu beranjak pergi, hingga jumlah buruh yang tertinggal hanya sekitar 200-an orang. Secara mengejutkan, sebuah bom yang tidak pernah terungkap darimana datangnya, tiba-tiba meledak. Polisi seketika itu juga melepaskan tembakan ke arah massa buruh yang masih tersisa. Puluhan orang tewas seketika ditempat itu dan sisanya luka-luka serta yang lain ditangkapi.

Untuk mengenang peristiwa tersebut, dalam Kongres Sosialis Internasional (Internasional I) di Paris, delegasi asosiasi serikat buruh amerika dan asosiasi buruh internasional mendeklarasikan tanggal 1 Mei sebagai hari buruh sedunia. Dimana buruh-buruh sedunia, mulai dari indonesia, australia, korea, filiphina, london, paris, berlin, vienna, moskow, budapest, madrid dan sebagainya, selalu memperingati 1 Mei dengan melakukan aksi-aksi menuntut perbaikan nasib. May day selalu menjadi momen yang mampu menyatukan barisan buruh di seluruh negeri. Baik buruh negara-negara dunia pertama, maupun yang berada di negara-negara dunia ketiga, akan membangun solidaritas perlawanan internasional di atas basis penghisapan oleh sistem kapitalisme.

Bila kita coba membandingkan kondisi buruh (berdasarkan jam kerja) pada masa itu dengan yang ada sekarang, mungkin kita akan berkesimpulan bahwa kondisi kehidupan buruh di masa ini jauh lebih baik. Namun, perlu di ingat, bahwa kondisi kehidupan buruh yang lebih baik pada masa-masa sekarang ini didapatkan setelah perjuangan panjang kaum buruh di seluruh dunia. Perubahan kondisi yang lebih baik tersebut, bukan hanya dirasakan oleh kaum buruh saja, tetapi juga telah dapat dinikmati oleh sebagian besar rakyat di seluruh belahan dunia. Perjuangan demi perubahan yang lebih baik tersebut, merenggut banyak korban jiwa dan harta benda kaum buruh.

Mungkin kita tak pernah mengira, bahwa di Inggris, hak pilih umum (universal suffrage) adalah hasil perjuangan panjang kaum buruh, yang disebut kaum chartist di Inggris pada pertengahan abad ke-18. Gerakan kaum chartist di Inggris tersebut, baru mendapatkan tempatnya, setelah aksi besar-besaran yang mereka lakukan di Lapangan St. Peter Manchester tahun 1819, dibantai oleh pasukan elit kerajaan Inggris. Pembantaian yang dikenal dengan The battle of Peterloo itu, membangkitkan semangat juang kaum buruh di Inggris. Untuk mencegahnya kearah revolusi, penguasa Inggris dengan terpaksa mengabulkan beberapa tuntutan kaum buruh, diantaranya adalah hak pilih umum.

Demikian juga yang terjadi di Perancis. Bergemanya slogan liberte, egalite, fraternite, bersamaan dengan tumbangnya dinasti bourbon, adalah hasil jerih payah kaum buruh. Meski keberhasilan tersebut, harus dibayar mahal dengan penindasan terhadap kaum buruh oleh borjuasi perancis yang duduk di tampuk kekuasaan, tapi kaum buruh telah berhasil membuka sedikit ruang kebebasan yang dibawah monarki, hidup enggan matipun segan.
Uraian diatas, hanyalah salah satu dari sekian banyak keberhasilan gerakan buruh dalam perjuangannya. Paling tidak fakta itu telah membuktikan, bahwa kaum buruh memiliki kekuatan untuk mewujudkan tuntutannya, dibawah rezim yang paling represif sekalipun. Tentu saja dengan ketentuan, buruh harus bersatu.

Di Indonesia sendiri, kontribusi gerakan buruh di masa-masa represif dalam perjuangan melawan rezim soeharto, tidak kalah besarnya. Kita mengenal nama-nama, seperti marsinah dan widji tukhul, yang menjadi korban kekejaman militer dan salah satu inspirasi yang menggelembungkan gerakan mahasiswa-rakyat hingga reformasi ’98 berhasil menumbangkan jenderal soeharto.

Saat ini, kita semua tahu, bahwa buruh di Indonesia sedang dalam kondisi yang sangat terpuruk. Bukan karena buruh malas bekerja, atau tidak disiplin dalam kerja. Tapi, karena kebijakan negara yang secara nyata tidak berpihak pada kelas pekerja.

Rakyat pekerja diseluruh negeri, mungkin saja dapat memahami, bahwa kebijakan negara saat ini merupakan upaya pemerintah untuk memulihkan perekonomian Indonesia yang sedang dililit krisis. Namun, semakin hari, semakin terlihat pula, beban pemulihan krisis ini sepenuhnya dilimpahkan ke pundak kelas pekerja. Strategi pemulihan ekonomi yang dipraktekkan oleh pemerintah saat ini, berdiri diatas asumsi bahwa rakyat pekerja memiliki banyak uang sedangkan pengusaha dan pejabat memiliki sedikit uang.

Mengapa demikian? Kita bisa melihat bahwa tiang pokok dari strategi pemulihan ekonomi ini adalah pemotongan tingkat kesejahteraan rakyat pekerja, pengurangan nilai upah riil, penghancuran nilai tukar petani dan nelayan, dan penghapusan banyak kondisi kerja yang menguntungkan buruh, penggusuran, dan penghancuran sistem pelayanan publik melalui privatisasi. Sementara untuk pengusaha dan pejabat, pemerintah membayari hutang mereka, bahkan sampai pada tahap write-off (pengahapusan hutang) dan R&D (release and discharge, pengampunan hutang), masih ditambah lagi pemberian fasilitas pemotongan pajak dan tax holiday, bahkan tunjangan yang sangat besar bagi perwakilan rakyat.

Peringatan mayday setahun yang lalu, seharusnya membuka mata pemerintah kita, bahwa kekuatan buruh yang bersatu jelas mampu mengancam eksistensi kekuasaannya. Bargain powernya berkali-kali lipat bila dibandingkan gerakan mahasiswa. Upaya untuk menghadang gerakan dengan tuduhan di politisir, seolah-olah akan menciptakan kerusuhan, bahkan sampai menggunakan organisasi massa reaksioner sebagai pengamanan, terbukti hanya mempan untuk meredam gerakan mahasiswa dan tidak bagi gerakan buruh. Bukan karena kelas pekerja lemah, riskan dan mudah ditunggangi. Tapi karena tidak ada jaminan kelas pekerja dan keluarganya akan mampu bertahan hidup dibawah sistem yang tidak manusiawi ini. Benar, mereka merasakan betul bagaimana susahnya kerja membanting tulang mencari makan, dan menghidupi keluarganya.

Kelas pekerja belajar banyak dari perjuangannya di pabrik-pabrik. Berhadapan dengan pengusaha, bila tidak bersatu tuntutannya akan diabaikan. Atau lebih parah, terancam di-PHK. Kelas pekerja tahu betul, di perusahaan, pengusaha pandai berpolitik dan membohongi buruh. Dan bertambah tahu, bahwa UU yang anti kesejahteraan buruh adalah hasil perjuangan politik pengusaha. UU itu disusun dan ditetapkan oleh pengusaha yang memenangkan pemilu. Kelas pekerja, tidak dapat memperoleh kesempatan itu. Hanya mereka yang memiliki uang dan waktu luang yang dapat memperoleh kesempatan menjadi penguasa.

Pengibaran bendera start sistem kerja kontrak dan out sourching melalui UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan dan revisinya, hanyalah lonceng yang menyerukan persatuan seluruh rakyat pekerja di negeri ini. Selanjutnya, tuntutan kaum buruh harus lebih mengakomodasi tuntutan kebutuhan hidup rakyat pekerja di seluruh negeri ini. Perbaikan nasib bagi seluruh rakyat Indonesia. Selamat hari buruh, sejarah akan berpihak pada kita.

Penulis adalah anggota Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) Komite Kota Persiapan Samarinda Baca Lebih Lanjut....

Sabtu, 12 April 2008

BELAJARLAH DARI AMERIKA LATIN


SEMANGAT SOSIALISME YANG TERUS MEMBARA

Oleh : Herdiansyah "Castro" Hamzah

“Sosialisme tidak akan pernah mati,
Akan terus hadir dalam setiap nafas kaum yang dihinakan,
Dia adalah hantu bagi tuan-tuan serakah, malaikat bagi kaum miskin!!!”

The End Of Ideology(1), demikian judul buku yang dijadikan alat propaganda kekuatan kapitalisme Global yang ditulis oleh Francis Fukuyama. Dibalik analisis yang membenarkan tonggak berdirinya kapitalisme dengan gagah perkasanya itu, tersimpan black propaganda terselubung yang semakin menyudutkan ideologi Sosialisme sebagai salah satu alternatif di tengah situasi kegamangan Kapitalisme yang mengalami gelombang krisis pasang surut. Sungguh suatu hegemonisasi yang ingkar dari fakta dan kenyataan. Atas dasar dan fakta apa Fukuyama membenarkan bahwa pertarungan ideology-ideology dunia telah berakhir dengan kemunculan KAPITALISME sebagai pemenang yang tak terkalahkan?

Gambaran situasi gelombang perlawanan rakyat amerika latin hari ini dalam menghadapi neo-liberalisme adalah titik tolak kebangkitan gerakan kiri dunia yang secara objektif telah mencapai tahapan-tahapan revolusioner di dalam kerangka menempatkan spektrum politik sosialisme dalam pentas kekuasaan (road to the power). “Sejarah pasti menempatkan kelas buruh-tani dalam kekuasaan ditengah himpitan krisis yang terus melanda buasnya sistem kapitalisme”, demikian maxim yang selalu terucap dari mulut seorang Marxis sejati, V.I. LENIN yang berubah menjadi sebuah keyakinan akan kemenangan kelas buruh-tani dibawah panji-panji sosialisme. Krisis ekonomi kapitalisme adalah kepastian yang absolut muncul sebagai akibat-akibat yang timbul dalam kontadiksi-kontradiksi dalam tubuhnya sendiri dan kemenangan kelas buruh-tani adalah mutlak adanya.

Soialisme bukanlah praktek ekomomi-politik dogmatis, namun suatu arahan-arahan bertindak dengan sejuta keyakinan yang dilandasi pembacaan objektif keadaan ekonomi-politik dimana Sosialisme mencoba dipraktekkan. Krisis, kemiskinan, konflik dan gejolak sosial serta carut-marutnya situasi sebuah negara adalah bom waktu yang akan meledakkan gelembung perlawanan massa secara spontanitas. Tinggal bagaimana sebuah gerakan mampu mengolah, memimpin dan mengarahkan spontanitas perlawanan massa rakyat tersebut agar tepat mengenai jantung kapitalisme. Faktualnya, kemenangan-kemenangan yang diraih gerakan kiri di seantero amerika latin bukanlah tanpa direncanakan, namun adalah praktek nyata akan keyakinan sebuah ideologi Sosialisme dengan bangunan alat politik yang terarah, rapi, sistematis dan kuat. Spontanitas massa adalah pemicu, dan alat politiklah sebagai gerbong yang akan mengarahkan kemenangan Sosialisme. Tidak ada kemenangan tanpa pemahaman akan tujuan, begitu pula dengan sosialisme! Tidak akan pernah terwujud jikalau sejarah tidak pernah berpihak dan kesadaran tidak diarahkan dalam bentuk perlawanan yang lebih kongkrit. Kasus amerika latin mengajarkan serta memberikan keteguhan hati maupun semangat tajam akan kebenaran sebuah ideologi Sosialisme yang selama ini dianggap busuk dimata tuan-tuan pemilik modal; imperialisme!!!

Rakyat Venezuela; Berjuang Ditengah Badai Krisis Kesejahteraan
Amerika latin tak jauh beda dari benua asia-afrika dalam hal posisi ketergantungan (Dependensia)(2) terhadap kekuatan kapitalisme global. Infrastruktur ekonomi negara-negara amerika latinpun tentu menjadi sapi perahan penetrasi modal-modal imperialisme melalui proyek Neo-Liberalnya. Perangkat Structural Adjusment Programs (SAP) atau penyesuaian struktur ekonomi dinegara-negara amerika latin begitu massif yang menandakan tonggak merajalelanya praktek Neo-Liberal. Pencabutan subsidi publik, privatisasi, divestasi, deregulasi dan kebijakan pro-pasar bebas lainnya adalah menu santapan utama program ekonomi rezim-rezim pada era tahun 80-an sampai hari ini. Kemiskinanpun bertaburan dimana-mana, pengangguran menjadi pekerjaan utama dan hantu kemelaratan bahkan kematian, setiap hari membebani pikiran rakyat amerika latin. Hal tersebut adalah pemandangan sosial yang tak asing lagi bagi massa rakyat amerika latin. Ketika Mexico dinyatakan default atau tidak mampunya arus kas nekonomi negara untuk membayar utang pada tahun 1982, maka dimulailah babak ekonomi baru amerika latin dengan sejuta ilusi penyelesaiaan yang ditawarkan oleh IMF yang notabene merupakan alat kekuatan imperialisme modal untuk menekan dan memaksakan reformasi ekonomi melalui bengunan sistem ekonomi neo-liberal yang berusaha mengintegralkan sistem ekonomi domestik suatu negara kearah kompetisi pasar bebas (free market Competition) tanpa intervensi politik negara. Kenyataan tersebut menjadi sebuah bom waktu yang suatu saat akan menjadi pemicu krisis baru ketika mencapai titik kulminasinya.

Pada tahun 1989, tahun disaat terpilihnya Carlos Andres Perez sebagai presiden Venezuela, program ekonomi Neo-Liberal pro pasar bebas telah menjadi trend kebijakan yang dijadikan basis utama dalam menggerakkan arah perekonomian domestik negara Venezuela. Program-program seperti pencabutan subsidi publik, privatisasi dll-pun mulai dijalankan. Tak ayal, program Neo-Liberal Perezpun menuai dampak krisis sosial-ekonomi baru. Gross Domestic Product (GDP) Venezuela mengalami kontraksi sebesar 8,6 persen, kemiskinan meningkat 66,5 persen dari tahun sebelumnya. Gejolak sosialpun tak terhindarkan lagi. Tentu keadaan ini telah menjadi stimulus peningkatan kesadaran politik rakyat venezuela.

Disaat badai krisis melanda Venezuela, letupan perlawanan yang berwujud dalam bentuk pemberontakan guna menggulingkan pemerintahan Perez terjadi dibawah pimpinan Hugo Rafael Chavez Frias melalui barisan Bolivarian Revolution bentukannya yang meskipun akhirnya gagal. Namun, kejadian ini meningkatkan popularitas Chaves dimata rakyat ibaratkan tokoh Simon Bolivar yang selama ini menjadi legenda populis rakyat Venezuela. Terlebih lagi, logika pemberontakan yang terbangun dari rakyat akibat kemiskinan dan krisis kesejahteraan semakin meluas. Bayangkan, dinegeri yang merupakan penghasil minyak ke-empat terbesar didunia menemui kenyataan bahwa 70 % penduduknya berada dalam garis kemiskinan yang sangat tajam membuat mata terbelalak seakan tak percaya. Kekayaan negara melalui minyak sekan raib entah kemana.

Pada tahun 1998, pemilu dilaksanakan dan Chavezpun muncul sebagai pemenang sah dengan mengalahkan lawan-lawannya yang tak lain merupakan orang-orang yang pro-Neo-liberal, Pro-Pasar bebas, Pro-Amerika yang sedikit demi sedikit semakin tersingkirkan akibat kebijakan-kebijakan terdahulu pemerintahan yang tak jauh beda dengan mereka. Tak ayal, Rakyat semakin muak dengan para tokoh-tokoh tersebut akibat krisis dan kemiskinan yang terus-menerus menghantam rakyat Venezuela(3) dan disisi lain semakin mengelu-elukan Chavez sebagai alternatif pemimpin yang membawa angin segar perubahan dan kesejahteraan. Perubahan demi rakyat, kesejahteraan di bawah panji-panji sosialisme. Babak baru sejarah kemenangan rakyat di Venezuela-pun telah dimulai.

Di bawah kepemimpinan Chavez, perombakan sistem dan kebijakan-kebijakan ekonomi-politik Venezuela muilai dilakukan dengan menerbitkan konstitusi baru yang tentunya lebih mencerminkan keberpihakan dan kepentingan mayoritas rakyat Venezuela. Undang-undang Bolivarian, begitu konstitusi ini sering disebut, Yang mengatur tentang hak dasar rakyat serta bagaimana demokrasi patisipatoris benar-benar harus diwujudkan secara total dibawah kontrol rakyat sendiri. Di dalam UUD tersebut tertuang jelas bagaimana negara menjamin hak rakyat atas tanah dalam makna distribusi secara merata kepada rakyat Venezuela.

Hal yang paling fenomenal yang dilakukan oleh Chavez adalah melakukan kontrol atau Nasionalisasi total terhadap perusahaan minyak negara (PDVSA) untuk didistribusikan secara menyeluruh untuk kepentingan kesejahteraan rakyat Venezuela. Hal terebut tentu mendapat reaksi negatif dari para pengusaha borjuasi Venezuela yang diback-up oleh Amerika yang berkepentingan terhadap aset minyak Venezuela. Percobaan kudeta terhadap Chavezpun dilakukan oleh tokoh-tokoh oposisi yang notabene adalah para kaum mapan (baca; Borjuasi) yang disokong oleh kekuatan militer yang tentunya diskenarioi oleh amerika melalui badan intelijen-nya (CIA). Selama 48 jam, kudeta atau pemngambil alihan kekuasaan oleh kekuatan borjuis-reaksioner terjadi dibawah pimpinan Assosiasi pengusaha nasional (FEDECAMARAS) antek Imperialis Pedro Carmone. Pembubaran kabinet, pencabutan Konstitusi Bolivarian sampai pembubaran Ombudsmen adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh kekuatan borjuis-reaksioner yang dianggap Chavez sebagai tindakan kontra-revolusi.

Namun sejarah berkata lain, tingkat kesadaran massa rakyat menggelembung cepat menyadari bahaya kembalinya kekuatan pro-Imperialis tersebut. Jutaan massa pro-Chavez, Pro-Demokrasi mengepung istana presiden meminta kembalinya Chavez dan memberlakukan kembali konstitusi Bolivarian yang Pro-Rakyat. Drama kudetapun berakhir selama 48 jam yang ditandai kembalinya Chavez ditampuk kekuasaan yang berarti kemenangan rakyat Venezuela, kemenangan demokrasi dan Sosialisme Venezuela.

Perjalanan babak sejarah rakyat Venezuela membuktikan bahwa hanya dengan kekuatan rakyat terorganisirlah yang mampu menciptakan demokrasi sejati demi terwujudnya Sosialisme Sejati.

Situasi terakhir di Venezuela sendiri pasca referendum mengenai presiden semumur hidup ditolak, kekuatan Chavez tetap tak tergoyahkan dari segala upaya dan hantaman imperialism Amerika yang mencoba menggoyahkannya. Propaganda hitam (black campaigne) yang terus dihembuskan Amerika terhadap Chavez sama sekali tidak membuat rakyat venezuela menanggalkan dukungannya terhadap Chavez. Sekali lagi, ini merupakan buah konsistensi Chavez dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seantero Rakyat Venezuela. Bahkan yang paling menggakan adalah, dukungan serta solidaritas terahdap perjuangan (baca ; revolusi untuk sosialisme) Venezuela terus mengalir, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dengan terbangunnya komunitas “Hands Of Venezuela (HOV)”. Upaya ini dimaksudkan agar perjuangan Negara-negara dunia ketiga tidak terpisah-pisah dan terorganisir dengan rapid an terpimpin.

Panggung Elektoral : Strategi Gerakan Rakyat Brazil Menuju Kekuasaan
Bertahun-tahun perlawanan rakyat terus terlontar dari panah kemarahan rakyat akibat situasi ekonomi serta krisis politik yang terjadi dan berlangsung tanpa henti. Metodelogi yang digunakanpun sangat tergantung dari perkembangan situasi objektif di masing-masing negara. Tingkat perlawanan tentulah tidak hanya terhenti hanya sebatas menggugat dan menolak suatu kebijakan ekonomi-politik yang tidak pro terhadap rakyat, namun jika kita memandang suatu persoalan secara sitematis dan objektif, maka kita akan menemukan bahwa akar dari segala akar persoalan muncul dari bangunan sistem kekuasaan yang tentunya lebih mengabdi kepada segelintir orang yang kita sebut pemilik modal yang pada sisi yang lain telah mengeruk keringat serta memeras tenaga rakyat pekerja sebagai jalan kekuasaannya. Maka perjuangan dan perlawanpun harus diarahkan kepada pemenangan rakyat terhadap sisitem kekuasaan yang ada.

Begitu halnya dengan rakyat Brazil yang memilih memainkan peran dalam konteks demokrasi liberal dengan strategi elektoral menuju jalan kemenangannya. Kemengan Lula Ignasio Da Silva adalah langkah awal Brazil menuju sistem negara yang sepenuhnya mengabdikan kebijakan-kebijakannya kepada rakyat khususnya kelas pekerja dan kaum tani tak berpunya.

Akar tonggak berdirinya Babak sejarah perlawanan rakyat Brazil menuju kemenangan dimulai dari pembangunan wadah-wadah perlawanan rakyat yang secara teritorial berangkat dari wilayah pedesaan yang lebih besar populasi penduduk berbasis petani tak bertanahnya. Problem-problem pedesaan yang berangkat dari hubungan produksi kepemilikan tanah yang banyak mengeksploitasi para buruh-buruh tani atau pekerja pertanian yang tak bertanah, maka arah perjuangan para tani-tani tak bertanah tersebut memuncak pada tuntutan distribusi tanah dan pembagian hasil produksi secara adil. Merekapun lalu membentuk wadah-wadah perlawanan yang pada akhirnya mampu menghimpun perlawanan gerakan kaum tani tak bertanah (people landless movement) secara rapi, terstruktur dan militan dalam sebuah bangunan organisasi tani yakni Movimento dos Sem Terra atau yang lebih dikenal dengan sebutan MST(4) yang sekarang menjadi organisasi perlawanan yang mempunyai basis yang menguasai hampir 60 % petani yang tersebar diseluruh Brasil.
Para kader-kader militan MST menyadari bahwa tuntutan perjuangan yang akan menghantarkan kemenagan total rakyat tentu tidak hanya berkubang diteritorial pedesaan. Namun perjuangan tersebut mestilah menggunakan piont politik diperkotaan sebagai gerbong partisipasi politik untuk semakin menarik dukungan luas dan memantapkan strategi-taktik perjuangan menuju terbangunnya prinsip demokrasi kerakyatan yang seutuhnya mengabdi kepada rakyat Brasil. Maka, MST meskipun secara prinsip merupakan organisasi independen, menjalin hubungan dan kerjasama dengan Partido do Trabalhadores (PT) yakni partai politik pimpinan Lula Ignacio Da Silva sebagai jembatan politik menuju kemenangan rakyat melalui perjuangan Elektoral.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kemenangan Lula Da Silva pada pemilu Brazil tahun 2003 adalah berkat sokongan politik dari MST. Bahkan pengurus-pengurus PT dari desa sampai tingkat nasional sebagian besar adalah kader-kader MST. Secara umum, hubungan MST dan PT adalah hubungan politik yang berwatak kritis, dinamis dan demokratis. MST melihat bahwa PT adalah alat politik yang paling progresif dalam menggolkan tuntutan-tuntutan kesejahteraan rakyat dalam sistem politik elektoral sebagai wujud pertarungan pada ranah demokrasi liberal di Brazil.

Namun, kemenangan Lula Da Silva tidaklah membuat MST berpikir bahwa pemerintahan lula akan secara cepat melahirkan perubahan fundamental mengingat kemenangan tersebut tidak diperoleh secara mutlak dari rakyat, akan tetapi adanya kompromi dan kerjasama politik dari kelompok tengah-demokrat yang notabene hanya berkepentingan akan kue kekuasaan semata. Keraguan akan pemerintahan yang akan tetap terseret dalam pusaran ekonomi global pro-pasar bebas dengan trend Neo-Liberlismenya adalah beralasan mengingat aliansi taktis tersebut. MST bahkan hari ini menjelma menjadi kekuatan oposisi yang tetap memelihara watak dan karakter revolusionernya dan menggunakan gelombang massa yang terorganisir dalam memperjuangkan kepentingan rakyat Brazil. Apalagi pemerintahan Lula Da Silva mulai bergeser dan tenggelam dalam konteks perekonomian imperialis secara integral dengan masih mempraktekkan konsesi-konsesi ekonomi Neo-Liberal yang merugikan rakyat Brazil. Faktualnya, Gerakan MST tetap harus berjalan dalam koridor kesetiaanya terhadap politik pengorganisiran massa sebagai jalan mencapai kemenangan sejati rakyat. Hal tersebut harus dilihat dan dipahami sebagai proses politik rakyat Brazil dalam mencapai tahapan-tahapan kemenangan secara gradual namun semakin memberikan kepercayaan politik yang besar dalam penentuan sejarah kemenangan rakyat dan Sosialisme berikutnya.

Lantas bagaimana dengan Indonesia sendiri? Hingga saat ini kekuatan rakyat masih terlalu dini untuk dikatakan matang untuk mengambil alih kekuasaan politik dari tangan imperialisme dan antek-anteknya. Kekuatan rakyat harus mampu menguji perjaungan secara multi-sektor dengan melatih pertempuran dengan persatuan sebagai alat utamnya. Buruh, tani, miskin kota, intelektual, harus mampu melakukan praktek penguatan gerakan rakyat secara terpimpin. Kondisi ekonomi yang kian memprihatinkan, seharusnya mampu untuk diolah sebagai sebuah senjata pemantik kemarahan rakyat. Meluasnya protes kontrak dan outsourcing dikalangan buruh, harga gabah petani yang semakin murah akibat liberalisasi impor pangan, kian mahalnya penidikan bagi mahasiswa dan pelajar akibat praktek swastanisasi, penggusuran yang semakin marak dialami oleh miskin kota, serta sejumlah persoalan pokok rakyat lain yang semakin bertumpuk, menjadi senjata bagi meluasnya protes rakyat. Persoalannya sekarang adalah, tinggal bagaimana kita mengolahnya dengan baik agar mampu melahirkan sebuah kekuatan yang mampu merobek dinding kedzaliman penguasa.

*Penulis adalah anggota PRP Komite Kota Persiapan Samarinda

(1)The End of Ideology adalah buku karangan Francis Fukuyama mengenai pandangan yang banyak mengulas tentang propaganda kemenagan Kapitalisme tanpa pemaparan data dan fakta yang lengkap besarta alasan-alasan asumsinya.

(2)Dependensia adalah suatu penafsiran akan sebuah ketergantungan parah terhadap sebuah pusaran ekonomi global (baca; imperialisme) yang dicetuskan oleh Andre Gunder Frank dan Cardoso. lengkapnya baca buku teori-teori pembangunan Oleh Arief Budiman.

(3)Sampai pada tahun 1998, penduduk Venezuela yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 70 % dari total penduduk. Sungguh ironis mengingat Venezuela merupakan negara penghasil minyak terbesar ke-empat didunia.

(4)Movimento dos Sem Terra (MST) lahir dan berkembang luas akibat kesadaran politik massa yang terorganisir terutama dari kalangan petani tak bertanah sebagai alat perjuangan menuju kebebasan dan kesejahteraan kaum tani Brazil. Baca Lebih Lanjut....

Kamis, 03 April 2008

SAATNYA KAL-TIM MENDORONG INDUSTRIALISASI YANG MANDIRI, MODERN DAN KERAKYATAN

(Refleksi Terhadap Lemahnya Strategi Pembangunan Ekonomi Kal-Tim)

Disadur Dari Harian Kaltim Post, 11 dan 12 Februari 2008

Oleh : Herdiansyah "Castro" Hamzah*

“sektor industri adalah salah satu variable penentu pembangunan ekonomi suatu daerah, tanpa sokongan industri yang massif, mandiri, modern dan kerakyatan, Maka kita hanya akan penonton setia di negeri sendiri”

Pengantar

Rakyat Kalimantan timur, pasti sependapat dengan pernyataan, “Kalimantan timur adalah salah satu provinsi terkaya di Indonesia, tapi mengapa angka kemiskinan masih begitu besar?”. Meski pemerintah selalu beralasan bahwa pendatanglah yang menyebabkan tingkat kemiskinan semakin besar, namun tentu hal tersebut tidak akan terjadi sekiranya tingkat serapan tenaga kerja (employment effect) berjalan secara secara linear dengan tenaga kerja yang ada. Banyak variable yang menjadi penyebab, salah satunya adalah pertumbuhan industri lokal daerah yang berjalan lambat.


Kemandirian industri lokal menjadi terasing dengan stigma kekayaan Migas & Tambang batu bara yang memang menjadi keunggulan ekonomi komparatif bagi Kaltim. Pola investasi asing yang diharapkan akan mampu membangun ekonomi Kaltim, ternyata tidak secara signifikan melakukan proses alih teknologi di daerah. Dominasi corporate asing-pun masih sangat dominan dalam mengelola kekayaan alam Kaltim. Kontribusi yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut terhadap daerah memang besar terhadap pendapatan kas daerah, namun bukankah akan jauh lebih besar jika asset dan kekayaan daerah kita, mampu dekelola sendiri secara mandiri???. Inilah yang menjadi problem pembangunan Kaltim, terkhusus bidang ekonomi yang harus kita jawab secara bersama-sama, baik pemerintah maupun masyarakat.

Kekayaan alam Kaltim memang bisa dikatakan melimpah, terutama disektor Tambang minyak dan gas, namun itu semua tidak berarti apa-apa saat ini. Kalimantan Timur hari ini masih indentik dengan kemiskinan, ketertinggalan dan keterbelakangan dihampir semua bidang dibandingkan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia. Angka kemiskinan yang ada di Kalimantan Timur berdasarkan survey dari olahan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), hingga bulan Maret tahun 2007 ini, penduduk Kaltim yang berada di bawah garis kemiskinan berjumlah 324,8 ribu atau sekitar 11,04 persen dari total penduduk Kaltim sebanyak 2.957.465 jiwa. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Juli 2006 yang berjumlah 299,1ribu (10,57 persen), berarti jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 25,7 ribu. Jika kita menggunakan standar perhitungan internasional tentang kategori orang miskin (orang yang berpendapatan di bawah 2 Dollar), maka tentu saja angka statistik tersebut di atas akan sepuluh kali lipat jauh lebih memprihatinkan.

Potret Industri Kaltim

Sektor industri lokal di Kalimantan Timur sampai hari ini belum memberikan kontribusi yang begitu signifikan terhadap pembangunan ekonomi daerah. Hal itu dikarenakan sektor industri kita sangat lemah baik itu dalam hal teknologi, kapasitas produksi dan kemampuannya untuk bersaing dengan industri asing. Disamping itu, sektor industri lokal Kaltim juga tidak memiliki platform kerakyatan, yakni sebagai penopang utama bagi kesejahteraan rakyat, melainkan berplatform kapitalism atau ambil untung saja tanpa pertimbangan pembangunan segala bidang yang berkelanjutan (suistanable Development).

Kekayaan alam Kaltim, terutama disektor tambang minyak, batu bara dan gas, tidak mampu dimanfaatkan secara optimal oleh industri lokal. Malah perusahaan-perusahaan asinglah-lah yang memanfaatkannya melalui TNC-MNC, yang banyak melakukan eksploitasi terhadap kekayaan alam Kaltim yang tentu saja hasil dan keuntungannya tidak sepenuhnya untuk kepentingan rakyat Kaltim sendiri, melainkan Negara-negara maju pemilik peusahaan-perusahaan tersebut.

Sejak zaman Orde Baru, strategi pembangunan ekonomi yang digunakan sama sekali tidak menyesuaikan diri dengan formulasi kebutuhan pokok masyarakat. Deretan panjang industri yang dikembangkan, mulai dari otomotif, persenjataan hingga pesawat terbang, memperlihatkan betapa terobsesinya kita mengikuti Negara-negara maju yang jauh lebih berkembang. Rata-rata industry yang dikembangkan dizaman Orde Baru, sama sekali tidak sesuai dengan kebutuhan pokok masyarakat pada umumnya. Kenapa bukan industry pemecah kemiri, atau peningkatan produksifitas teknologi pertanian yang lebih kita fokuskan, yang notabene memang telah menjadi problem utama masyarakat kita?.

Jika ditarik pada konteks ekonomi Kaltim, maka dapat dipastikan bahwa hasil-hasil produksi Migas dan Batu Bara juga tidak secara utuh akan dikonsumsi masyarakat. Batu bara, gas alam, minyak dll, toh pada akhirnya menjadi komoditas ekspor bagi daerah/Negara lain. Secara umum, Kaltim hanya akan mendapatkan sokongan modal dari hasil pemasaran produksi Migas tersebut. Kaltim secara umum, belum mampu mengembangankan industry modern yang berbasis pada kepentingan rakyat, walhasil, dominasi perusahaan-perusahaan asing yang mengekspolitasi sector tambang minyak, gas dan batu bara di Kaltim, terus memimpin dan mengambil alih perkembangan roda industry di Kalimantan Timur.

Ketergantungan terhadap Industri Migas

Kaltim tidak bisa dipungkiri merupakan salah satu daerah pengahasil Migas terbesar di Indonesia. Sumber pendapatan utama sebagai penopang pembangunan ekonomi Kaltim sangat mengandalkan sector Migas ini. Keunggulan komparatif (comparative advantage) tersebut telah menjadi nilai tersendiri terhadap arah pembangunan Kaltim kedepan. Namun keunggulan pada sektor Migas ini, tidak disertai dengan pertumbuhan industri manufaktur sebagai salah satu langkah menuju industri yang modern, dengan tujuan untuk menyediakan kebutuhan dasar masyarakat (basic needs approach), khususnya sandang dan pangan. Hal ini tentu akan menyebabkan ketimpangan lalu lintas komoditas konsumsi masyarakat. Salah satu bentuknya adalah, tingkat harga komoditas kebutuhan pokok di Kaltim yang jauh di atas rata-rata di daerah lain. Hal ini dikarenakan barang-barang konsumsi masyarakat lebih banyak dimpor dari luar daerah, terutama produk makanan luar negeri. Tengok saja produk-produk makanan buatan Malaysia yang banyak beredar di Kaltim! Suatu pemandangan yang menimbulkan buah pertanyaan ; “Megapa Kaltim hingga saat ini tidak mampu mengembangkan industry diluar Migas secara mandiri?”. Pertanyaan yang sangat mudah dijawab, sebab Kaltim memang masih mengalami ketergantungan yang sangat luar biasa terhadap industri Migas, dibanding upaya membangun industri manufaktur di daerah sendiri. Walhasil, para stakeholder di daerah Kaltim-pun sibuk dengan penataan lalu lintas industri Migas, dibanding mempersiapkan agenda-agenda industirialisasi khususnya dibidang manufaktur.

Kal-Tim memang boleh berbangga hati dengan kekayaan alam yang dimiliki, terutama disektor tambang minyak, gas dan batubara, namun tanpa sokongan dari pembangunan industry pokok rakyat, maka efek ketergantungan akan semakin besar. Padahal Kaltim sendiri memiliki asset alam yang cukup potensial disektor pertanian dan tanaman pangan. Di dalam rencana strategis (Renstra) yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian tanaman pangan Provinsi kaltim, nampak jelas bahwa potensi alam disektor ini cukup menjanjikan. Tinggal bagaimana upaya dalam meningkatkan produktifitas saja. Sebab selama ini, hal tersebut kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Lemahnya modernisasi teknologi pertanian, kurangnya upaya penambahan mutu hasil pertanian dan pangan, serta fasilitas bahan dasar tani yang tidak memadai, menjadi kendala utama saat ini. Walhasil, Alih teknologi menuju agro industry pertanian-pun hanya sekedar wacana saja dikalangan masyarakat.

Jika seandainya kita ingin sedikit merendah dengan belajar dari strategi pembangunan ekonomi cina, maka formulasi pembangunan industry seyogyanya dapat kita lakukan dengan baik di Kaltim. Praktek pemberdayaan industry kecil-menegah (Home Industry) yang dilakukan Cina dengan penuh kesabaran, tak disangka mampu menuai hasil yang sangat fantastis beberapa tahun kemudian dengan angka pertumbuhan eknomi rata-rata 9-11 persen pertahunnya. Inilah yang sering diistilahkan para pengamat ekonomi dengan program “Loncatan Jauh Ke Depan” yang dilakukan oleh Cina sejak zaman Mao Tze Tung berkuasa. Begitu pula dengan Kuba yang pada awalnya adalah sebuah negeri yang subsisten dengan sektor pertanian sebagai andalannya, kini mengalami kemajuan yang pesat karena digenjotnya pembangunan industri Negara tersebut. Tentunya dengan kemampuan teknologi dan IPTEK dari masyarakatnya, industri Kuba telah berhasil menjamin rakyatnya dapat makan tiga kali sehari. Kekayaan sumberdaya alam dan energi alternatif serta besarnya tenaga produktif (manusia) akan menjadi modal yang cukup untuk mengembangkan sektor industri daerah. Masih banyaknya angkatan kerja yang menganggur akibat terbatasnya kemampuan perekonomian daerah untuk menyerap tenaga kerja akan terjawab jika industri daerah diperkuat.

Cetak biru (blue print) , pembangunan kawasan industri memang agak sedikit melegakan dengan realisasi tiga titik daerah kawasan industri, yakni ; Bontang (Bontang Industri Estate), Banjarmasin (KAPET DAS KAKAB), dan Balikpapan (Kawasan Industri Kariangau-KIK). Namun ketiga kawasan tersebut masih didominasi oleh industri non manufaktur. Bontang Industri Estate misalnya, masih menitik beratkan pada industri kimia yang terlihat dari perusahaan-perusahaan yang ada dalam kawasan tersebut. Dengan asumsi ingin memberdayakan potensi kekayaan alam Kaltim khususnya di sector Migas, bukan berarti Kaltim tidak mampu untuk membangun industri secara massif diluar Migas, terutama disektor manufaktur. Efek domain yang dharapkan akan menjalar didaerah-daerah pedesaan, terasa lamban dan tak terarah jika tidak ada usaha yang lebih kongkrit untuk mencetuskan pogram industrialisasi secara massif.

Dalam konsep pembangunan industry, ada beberapa tahapan yang harus dilalui, myakni ; (1). Pembangunan industri dasar, antara lain industri logam (baja), industri listrik, energi, kimia dasar, dsb guna menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan bakar industri. (2). Pembangunan industrialisasi pertanian guna menjamin ketersediaan pangan bagi rakyat. (3). pembangunan industri barang-barang modal, yakni industri mesin-mesin, industri pengangkutan, dsb. Dan (4). pengembangan industri barang-barang konsumsi. Tahapan pertama sudah mengarah kepada proses pematangan, dengan menjamurnya industri energi yang dimiliki oleh Kaltim. Namun terlihat stagnan tak bergerak sama sekali dengan mandegnya upaya memabangun industri di luar tambang migas dan abtu bara. Industri dibidang pertanian, barang modal serta konsumsi, masih menjadi sekedar konsep dikepala tanpa pernah terealisasi dengan baik dilapangan.

Permasalahan Sektor Industri Lokal & Strategi Penguatannya.

Relatif masih underdeveloped-nya sektor industri di Kalimantan Timur, diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain ; rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya teknologi dan masih sangat minimnya modal, terutama modal bagi sector industry kecil masyarakat pedesaan (Home Industry). Selain itu, keterbatasan teknologi dan SDM juga dikarenakan oleh terbatasnya dana yang dimiliki oleh para pengusaha-pengusaha lokal. Pada umumnya sedikit sekali perusahaan-perusahaan lokal yang memiliki sendiri lembaga penelitian dan pengembangan sendiri (development research). Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk mengukur besarnya dampak dari keterbatasan teknologi dan SDM terhadap kinerja sektor industri adalah tingkat produktivitas, baik secara parsial dari masing-masing faktor produksi yang digunakan (seperti tenaga kerja dan barang modal), maupun secara keseluruhan yang disebut sebagai Total Factor Productivity (TFP). TFP yang dimiliki Kaltim, masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan Daerah-daerah besar lainnya, sehingga menyebabkan rendahnya pertumbuhan industri. Berikut beberapa persoalan yang ada pada sektor industri local Kalimantan Timur :

Hukum Globalisasi pada dasawarsa terakhir ini telah mengalami perubahan dasar dalam pola persaingan dunia dalam produksi maupun perdagangan internasional, dimana kapasitas teknologi”, menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan persaingan sektor industri manufaktur suatu negara. Kemampuan teknologi tersebut terdiri dari beberapa unsur yang penguasaannya tergantung pada tahap industrialisasi suatu negara. Ada enam kategori kemampuan teknologi : (1). Pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan, mendesain, menyusun, dan menyelenggarakan proyek industri baru atau memperluas serta memodernisasikan proyek industri yang sudah ada. (2). kemampuan produksi yang meliputi segala pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu pabrik. (3). kemampuan untuk mengadakan perubahan kecil meliputi rekayasa adaptif dan penyesuaian organisatoris untuk mengadakan penyesuaian kecil atau perbaikan incremental secara berkesinambungan baik dalam desain dan kinerja produk maupun dalam teknologi proses produksi. (4). kemampuan pemasaran yang mengacu pada pengetahuan dan keterampilan untuk mengumpulkan informasi mengenai pola permintaan, trend pasar, dan menciptakan saluran-saluran distribusi yang efisien dan efektif. (5). kemampuan dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan organisasi dalam memperlancar arus informasi dan teknologi, dan (6). kemampuan dalam melakukan penemuan teknologi baru baik teknologi proses maupun teknologi produk.

* Penulis Adalah Anggota PRP Komite Kota Persiapan Samarinda

Baca Lebih Lanjut....