Selamat Datang di Blogsite KPO PRP Samarinda.

Senin, 17 November 2008

Politik Rakyat Pekerja


Oleh : Anshar*

Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sangat sering mendengar istilah politik. Di berbagai media massa, TV, Radio dan koran-koran yang sering kita dengar dan baca banyak digunakan istilah politik. Meski istilah politik telah akrab di telinga kita dan bahkan telah sering dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari pemilihan RT hingga pemilihan presiden, tapi dalam kenyataannya, masih banyak diantara kita yang belum memahami arti dan makna politik yang sebenarnya. Bahkan masih banyak diantara kita yang berasumsi bahwa politik hanyalah milik para elit politik atau mereka yang memiliki banyak uang. Terlebih lagi bila mendengar istilah kepentingan politik. Terkadang kita ngeri mendengarnya. Kepentingan politik menjadi momok yang menakutkan, selalu identik dengan tunggang-menunggangi dan mengorbankan kepentingan orang banyak.

Pada dasarnya, politik merupakan cara-cara yang dipakai untuk mewujudkan kepentingan kelompok tertentu. Setiap hari kita selalu berhadapan dengan politik dan bahkan terlibat didalam peristiwa politik tersebut. Kita mempraktekkannya meski masih dalam skup yang kecil, seperti: pemilihan RT, kepala desa, atau mungkin pemilihan ketua serikat buruh di tingkat perusahaan. Lalu mengapa di tingkat yang lebih luas (seperti negara) kita masih enggan untuk mempraktekkannya?

Jika kita takut untuk berpolitik karena beranggapan bahwa untuk ditingkat yang lebih besar seperti negara, politik hanya menjadi milik para elit politik, maka itu adalah anggapan yang sepenuhnya keliru. Ilusi yang demikian, hanya akan membuat rakyat pekerja menjadi takut untuk berpolitik. Kampanye dan propaganda sesat dari penguasa yang mengatakan bahwa gerakan buruh dipolitisasi atau tidak murni lagi adalah wujud kepentingan politik penguasa yang ingin menjauhkan rakyat pekerja dari medan pertarungan politik klas.

Rakyat pekerja harus berpolitik
Selama ini rakyat pekerja hanya menjadi penonton dalam setiap momentum politik. Padahal sebagai kelompok yang mayoritas di negara ini, rakyat pekerja sangat berkepentingan terhadap perbaikan ekonomi di indonesia. Berbeda dengan para elit politik dan pengusaha yang saat ini hidup mapan. Mereka tidak memiliki tekanan dan keharusan untuk melepaskan diri dari cengkeraman imperialisme modal. Jumlah uang tabungan mereka dibank-bank, hasil kerja kerasnya menindas buruh, sudah cukup untuk menghidupi dirinya beserta keluarga serta anak cucunya hingga tujuh turunan. Sementara, rakyat pekerja adalah kelompok yang merasakan langsung akibat-akibat dari kebijakan ekonomi dan politik ala neo-liberalisme yang ditetapkan oleh penguasa. Tetapi disisi lain, rakyat pekerja ditakut-takuti agar tidak berpolitik dan hanya dijadikan komoditi politik oleh penguasa yang saling memperebutkan kekuasaan.

Pada akhirnya, kita harus mengenyam kenyataan pahit, bahwa yang mampu untuk duduk dikekuasaan hanyalah orang berduit (pengusaha). Dan kita semua bisa melihat, bagaimana jadinya jika sekelompok pengusaha duduk bersama untuk menetapkan UU Perburuhan, lahirlah UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan revisinya yang memasung kesejahteraan rakyat pekerja di seluruh negeri ini. Tentu saja sangat berbeda dengan kebijakan yang diperuntukkan bagi pengusaha-pengusaha. Hutang-hutangnya dibayarkan bahkan diberikan keringanan untuk membayar pajak.

Kita sebenarnya dapat belajar dari pengalaman di pabrik-pabrik bahwa pengusaha ketika bermasalah dengan buruhnya sering bertindak curang dalam menyelesaikan perselisihan. Pengusaha sering mencari-cari kesalahan pekerja, memecah persatuan pekerja dalam perusahaan yang menuntut kesejahteraan, atau memecah kesolidan pekerja pada saat mogok. Kita berkesimpulan bahwa pengusaha yang kita hadapi pintar berpolitik dan korbannya adalah kita, rakyat pekerja. Jika pengusaha pintar berpolitik, maka pekerja pun harus bisa berpolitik untuk memenangkan tuntutannya.

Demikian halnya yang terjadi di tingkat nasional. Pengusaha sangat pandai berpolitik. Hampir semua orang yang duduk di kekuasaan saat ini adalah pengusaha, hingga kita sulit untuk membedakan antara pemerintah dan pengusaha. Pengusaha adalah pemerintah, dan pemerintah adalah pengusaha. Kelompok lainnya, hanya militer yang nota bene merupakan bagian dari pemerintahan yang tidak berkepentingan dengan kesejahteraan buruh, kecuali menciptakan stabilitas dengan cara yang represif dan mempertahankan sumber-sumber keuangan bagi mereka.

Lalu kepada siapa lagi kita akan menyandarkan tuntutan kita? jawabannya bukan kepada siapa-siapa, tetapi kepada kekuatan rakyat pekerja itu sendiri tentunya. Ya, perubahan hanya akan dapat lahir dari tangan-tangan kokoh rakyat pekerja sebagai kelompok mayoritas yang membangun dan menggerakkan sistem perekonomian di negara ini. Bukan dari kalangan birokrat dan akademisi apalagi pengusaha dan militer, yang telah terbukti gagal menyelamatkan negara kita dari krisis kesejahteraan.

Tujuan politik
Setiap tindakan politik memiliki tujuan tertentu. Dalam konteks politik rakyat pekerja, tujuan yang ingin dicapai adalah manifestasi dari keinginan seluruh rakyat pekerja di negeri ini. Dimana rakyat pekerja hidup dalam kondisi yang serba sulit, akibat kebijakan ekonomi politik yang berpihak pada pengusaha. Secara sistemik, rakyat pekerja ditindas oleh pengusaha. Bukan hanya di pabrik-pabrik, bahkan sampai ke tingkat nasional. Seluruh rakyat pekerja di negeri ini sedang berada dalam genggaman kekuasaan dan ditindas oleh pengusaha secara klas. Penghisapan nilai lebih atas kerja buruh dihalalkan, kondisi kerja dibiarkan buruk serta upah terus ditekan. Di desa, kesejahteraan petani dibiarkan terjun bebas karena kekurangan modal, minim teknologi, pupuk mahal, hasil pertanian murah dan tidak berkualitas. Barisan pengangguran juga semakin bertambah panjang dan penggusuran terjadi dimana-mana. Selain itu, pengusaha juga berusaha membuat rakyat pekerja tetap bodoh dengan membuat biaya pendidikan menjadi mahal tidak terjangkau bagi rakyat pekerja. Masih banyak lagi masala-masalah sosial lain yang ditimbulkannya, mulai dari pelanggaran HAM hingga eksploitasi alam.

Tujuan politik yang dilakukan oleh pengusaha adalah mempertahankan penghisapan yang mereka lakukan terhadap klas pekerja di seluruh negeri. Menguasai seluruh aparatus negara beserta alat represinya dan menghadang setiap langkah klas pekerja yang sadar klas dan mencoba untuk dekat dengan kekuasaan. Inilah pertarungan klas yang sesungguhnya. Pertarungan ini harus mampu dijawab oleh rakyat pekerja dengan ikut berpolitik, politik rakyat pekerja adalah politik klas.

Politik klas adalah politik yang bertujuan untuk semakin mendekatkan rakyat pekerja dengan kekuasaan. Kemenangan-kemenangan yang berhasil kita dapatkan selama ini saat melakukan perlawanan di pabrik-pabrik, hanyalah kemenangan-kemenangan kecil yang bersifat sementara. Apakah ketika tuntutan kita di pabrik dipenuhi oleh pihak pengusaha, maka kita telah sejahtera? Tentu saja tidak. Penghisapan nilai lebih atas kerja buruh masih terus dilakukan oleh pengusaha. Peraturan perundang-undangan yang mengekang hak-hak klas pekerja akan terus diproduksi oleh negara. Berbagai kebijakan ekonomi politik yang memiskinkan rakyat pekerja juga akan terus ditetapkan oleh negara. Rakyat pekerja akan tetap hidup dibawah sistem yang melanggengkan penindasan terhadap klas pekerja. Untuk itu rakyat pekerja harus berkuasa, karena hanya jika rakyat pekerja yang berkuasalah, maka segala kebijakan yang diambil oleh negara akan berpihak pada nasib rakyat pekerja. Rakyat pekerja harus percaya pada kemampuannya untuk memimpin negeri ini.

Politik rakyat pekerja
Bagaimana agar rakyat pekerja juga dapat berpolitik ? Kita bisa belajar dari pengalaman kita saat melakukan perlawanan di pabrik serta tindakan-tindakan yang diambil oleh pengusaha.

Diantara kita, pasti ada yang pernah bermasalah dengan pimpinan perusahaan tempatnya bekerja. Dihadapan pengusaha, kita tidak memiliki daya tawar apa-apa. Kita hanyalah salah seorang dari sekian banyak buruh yang bekerja pada perusahaannya. Sehingga, bila kita menghadap pada pimpinan perusahan atau bagian personalia meminta mereka untuk memberikan hak-hak kita, maka kita tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk menekan pihak perusahaan. Mereka akan selalu mengulur-ulur waktu untuk segera menyelesaikan kewajibannya yang menjadi hak kita. Tapi bila kita menghadap bersama dengan kawan-kawan buruh yang lain dalam jumlah besar, maka pihak perusahaan juga akan memberikan respon yang cepat.

Mengapa demikian? Karena daya tawar klas pekerja hanya didapatkan jika mereka bersatu. Buruh yang bersatu dapat menggunakan senjata utamanya, yakni mogok kerja untuk melumpuhkan aktivitas produksi di pabrik. Pengusaha juga pasti ngeri akan hal tersebut. Jika di tingkat perusahaan buruh bisa mengubah kebijakan pengusaha, maka di tingkat nasional buruh bukan hanya bisa mengubah kebijakan ekonomi politik pemerintah, tapi bisa duduk di kekuasaan. Itulah pentingnya kita memperingati may day atau hari buruh sedunia dengan melakukan mogok nasional. Dalam peringaan may day, kita mendapatkan pelajaran bahwa buruh bersatu tak bisa dikalahkan. Inilah hal pertama dan utama bagi perjuangan politik rakyat pekerja, pentingnya persatuan dan kesatuan.

Kedua, berorganisasi atau berserikat. Apakah di perusahaan tempat kita bekerja sudah terdapat serikat buruh? Serikat buruh memliki peran yang sangat penting bagi pekerja. Dalam serikat buruh inilah, pekerja akan dilatih berbagai macam keterampilan berorganisasi, kepemimpinan, berbicara, dan lain-lain. Singkatnya, serikat buruh merupakan sekolah bagi kaum buruh. Melalui serikat buruh ini jugalah solidaritas dan persatuan buruh ditempa terus menerus hingga tetap solid dalam perjuangannya. Pengusaha juga berorganisasi. Membangun jaringan antar pengusaha yang akan semakin mengokohkan penghisapannya terhadap klas pekerja. Selain itu, organisasi pengusaha juga merupakan alat bertarung pengusaha dengan kelompok pengusaha lainnya mis, dalam persaingan perebutan pasar.

Ketiga, rakyat pekerja membutuhkan wadah politik, partai politik rakyat pekerja. Pengusaha-pengusaha di negara kita telah melakukannya. Mereka memiliki partai-partai dan bahkan menjadi pimpinan partai politik. Dari sekian banyak partai politik yang ada di indonesia saat ini, hampir semuanya dipimpin oleh pengusaha atau di back-up secara finansial oleh pengusaha-pengusaha. Tentu saja dengan jaminan mengakomodir kepentingan pengusaha tersebut. Ada juga partai yang melibatkan para petinggi militer dalam jajaran kepemimpinannya. Dengan masuknya militer kedalam partai-partai sipil, kita dapat menarik kesimpulan bahwa partai-partai sipil ini akan semakin mendukung cara-cara militeristik dan melindungi kepentingan ekonomi politik militer di masa-masa mendatang. Dan telah terbukti, bahwa semua partai-partai yang ada saat ini berpihak pada kepentingan pengusaha. Mereka telah berhasil menggolkan undang-undang perburuhan yang pro-pengusaha, PHK di permudah, upah ditekan, kondisi kerja buruk, dan lain-lain. Partai politik dijadikan sebagai alat untuk mengokohkan penindasan yang mereka lakukan. Sementara rakyat pekerja di seluruh negeri, pada setiap momentum pemilu berbondong-bondong mencoblos partai yang pro-pengusaha.

Kelas pekerja juga harus memiliki sebuah partai yang didominasi oleh kelas pekerja itu sendiri. Partai ini juga harus bekerja semata-mata demi kepentingan kelas pekerja, bukan sibuk berkompromi ke sana ke mari. Karena kepentingan kelas pekerja pastilah bertentangan secara langsung dengan kepentingan pemilik modal. Yang satu mau mem-PHK, yang lain mau mempertahankan pekerjaan. Yang satu mau sistem kerja yang fleksibel, yang lain mau sistem kerja yang memberi jaminan kepastian untuk masa mendatang. Tidak ada yang bisa dikompromikan di antara kedua kepentingan ini. Pertanyaannya: adakah partai semacam itu sekarang? Kalau ada, apa? Yang mana? Kalau sudah mengerucut sampai ke pemilihan presiden, jelas jawabannya adalah "tidak ada."

Kalau jawabannya "tidak ada," maka langkah selanjutnya pasti adalah "kita harus mulai membangun partai semacam itu. Kelas pekerja harus mulai menyatukan langkah merumuskan seperti apa partai kelas pekerja yang akan dibuatnya melalui kritik atas percobaan-percobaan membuat partai serupa di masa lalu, menggariskan strategi dan langkah untuk mewujudkannya, merumuskan program-program dan mulai bekerja untuk membuat partai itu menjadi kenyataan. Apa bedanya serikat buruh dengan partai? serikat buruh merupakan organisasi buruh yang memperjuangkan tuntutan kesejahteraan pekerja di tingkat perusahaan atau pabrik sedangkan partai politik adalah alat perjuangan politik rakyat pekerja yang menyatukan seluruh sektor yang ditindas oleh kapitalisme, seperti : tani, nelayan dan kaum miskin kota. Hanya alat politik dalam bentuk partailah yang mampu untuk menyatukan perlawanan sektor-sektor tersebut. Inilah bentuk perjuangan dan kesadaran tertinggi dari seluruh rakyat pekerja, kesadaran berpartai. Dengan partai ini sebagai alat, kelas pekerja dapat mulai bertarung berhadapan, sederajat dengan kelas pemilik modal. Bertarung langsung di arena yang paling menentukan: siapa yang akan memegang kekuasaan atas negara. Artinya: siapa yang berhak menentukan pembuatan UU dan siapa yang berhak menggunakan aparat negara untuk memaksa agar UU itu dipatuhi . Partai ini tidak boleh jadi partai yang "mengatasnamakan" buruh atau rakyat pekerja lainnya. Justru partai ini harus beranggotakan buruh dan para pimpinannnya juga harus ditumbuhkan dari kalangan buruh. Sudah bukan masanya buruh menyerahkan kepemimpinan pada mahasiswa, atau orang berdasi, atau profesor atau orang LSM. Sudah waktunya buruh belajar dan berlatih untuk kelak dapat menduduki jabatan-jabatan partai politik. Sudah waktunya buruh belajar ekonomi dan politik agar kelak dapat berdebat langsung dengan ahli-ahli bayaran pemilik modal. Sudah waktunya buruh belajar manajemen agar kelak dapat menjalankan sendiri organisasi tanpa bantuan orang lain - bahkan juga untuk menjalankan sendiri roda perusahaan. Buruh harus sudah mulai bertekad untuk kelak membanjiri parlemen dengan buruh. Atau mendudukkan seorang dari kawan buruh menjadi presiden. Itu bukan hal yang mustahil, jika buruh mau belajar, berlatih dan berjuang bersama.
Tantangan dan hambatan
Harus pula disadari bahwa perjuangan rakyat pekerja di seluruh negeri adalah perjuangan yang sangat sulit. Pertarungan ini akan dilakukan dibawah sistem kapitalisme yang dikuasai oleh pengusaha (borjuasi). Kita akan diserang dari delapan penjuru mata angin. Beberapa pengalaman berlawan telah menunjukkan kepada kita, bahwa klas penindas akan senantiasa menahan setiap langkah klas pekerja menuju kekuasaan.

Salah satu jebakan yang dipasang oleh klas penguasa adalah membuat sistem pemilu yang tidak demokratis. Pemilu di indonesia hanya memberikan peluang bagi pemilik modal untuk berkompetisi berebut kekuasaan. Hanya mereka yang memiliki modal besar yang dapat duduk di parlemen, serta menjadi presiden. Praktek money politic, serta publikasi lewat media massa dan berbagai macam atibut partai (jam, pin, baju, dll), membutuhkan biaya yang sangat besar, dan hanya mampu dipenuhi oleh mereka yang memiliki modal kuat, dalam hal ini pengusaha.

Selain itu, hujan propaganda dan kampanye program-program perubahan akan terus membombardir kesadaran kita. Tuduhan di politisasi, pengkotak-kotakan, represif dan banyak lagi kondisi yang akan menjadi tantangan dan hambatan bagi politik rakyat pekerja. Lalu apakah kita akan mundur menghadapi kenyataan ini? Tentu saja tidak, tantangan dan hambatan yang akan dihadapi oleh rakyat pekerja akan semakin membuat politik rakyat pekerja kaya akan strategi taktik. Kita akan mendapatkan banyak pengalaman dan pelajaran berharga dari masalah yang kita hadapi di lapangan. Hal ini justru akan membuat semakin banyak klas pekerja yang tersadarkan. Membuat kita yakin bahwa kemenangan rakyat pekerja semakin dekat, karena seperti kata che guevara : “Hari-hari gelap sedang menanti kita …. sekali perjuangan dimulai, perjuangan itu harus dilancarkan secara berkesinambungan, juga harus memukul dengan keras, di tempat-tempat yang paling mematikan, terus-menerus dan tanpa mundur setapakpun; terus maju, terus memukul balik, terus menjawab tindakan agresif lawan dengan tekanan yang semakin kuat dari massa-rakyat. Inilah jalan menuju kemenangan” .

Penutup

Akhirnya, kita harus mengabarkan kepada rakyat pekerja di seluruh negeri, menyerukan persatuan menuju kemenangan. Persatuan belum tentu membuahkan kemenangan, tapi tanpa persatuan tidak akan mungkin kemenangan dapat dicapai. Semuanya akan ditentukan dari konsistensi kita dalam melakukan kerja-kerja politik, belajar dari kegagalan-kegagalan, dan bagaimana kita menyusun strategi taktik baru ketika berhadapan dengan satu kondisi yang baru pula. Rakyat pekerja harus pintar berpolitik. Pandai memanajemen organisasi, pandai berorasi, pandai mematahkan argumen pengusaha yang licik, pandai menyusun teori, pandai menyusun program, pandai dalam segala hal. Selama ini rakyat pekerja hanya dibiarkan terkungkung dalam kebodohan dan penindasan oleh pemilik modal. Rakyat pekerja harus mampu memimpin negeri ini.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa pengusaha atau pemilik modal terus meluaskan lapangan permainannya ketingkat internasional melalui neo-liberalisme dan globalisasi. Mereka menjalin kerjasama di tingkat internasional, baik dalam tingkat perusahaan (melalui merger, sindikasi, atau perjanjian dagang) maupun dalam tingkat kenegaraan (melalui blok-blok perdagangan, IMF, WTO, Bank Dunia). Dengan semakin globalnya perekonomian, semakin nyata pula bahwa modal tidak mengenal kebangsaan. Dan ketika modal sudah menjadi global, tidak akan mungkin perlawanan hanya dilakukan di satu negeri. Sebuah kesatuan tindakan dan keserasian gerak dari organisasi-organisasi kelas pekerja sedunia adalah syarat mutlak bagi kemenangannya. Tentu saja kita menyadari bahwa perjuangan yang sesungguhnya tetap berlangsung di tingkat nasional, dan bahwa perjuangan ini tidak akan mungkin dapat dimenangkan secara serempak di semua negeri. Namun, tanpa internasionalisme yang kokoh, tidaklah mungkin ada kemenangan yang akan dapat dipertahankan dalam waktu yang lama. Kalaupun ada, kemenangan itu sendiri akan sia-sia karena ia justru akan terjebak pada chauvinisme-sosial . Perjuangan rakyat pekerja hanya akan menjadi kekuatan yang utuh jika disandarkan pada kekuatan internasionalisme. Dan benarlah yang dikatakan oleh Marx: “ Kaum buruh sedunia, bersatulah!”.

*Penulis adalah anggota PRP Komite Kota Samarinda
Baca Lebih Lanjut....

Kamis, 06 November 2008

Mengurai Benang Merah Kegagalan ; Merajut Semangat Baru Persatuan Kaum Buruh


Oleh : Phitiri Lari*

“Kita harus memaknai dan menghargai kegagalan, layaknya kita mengelu-elukan keberhasilan. Dengan demikian kita akan lebih dewasa dalam berbuat dan bertindak untuk menutupi lubang kesalahan yang pernah kita lakukan, dimasa yang akan datang!!!”.

Belajar dari Kelemahan Gerakan!!!
Selama ini, banyak dari kalangan buruh bertanya-tanya dengan penuh keraguan, “mungkinkah suatu saat nanti,nasib kita akan berubah?”. Wajar saja jika pertanyaan ini terlontar, sebab sudah sekian lama kita berjuang, hingga saat ini harapan akan kesejahteraan belum menampakkan batang hidungnya. Sungguh tragis memang, mengingat buruh memiliki peranan dan posisi yang sangat penting dalam perekonomian negara kita. Namun mengapa justru kaum buruh selalu saja di anak tirikan dan dibiarkan terlantar oleh Negara?.

Sejak tahun 2002, terhitung sudah beberapa kali gerakan buruh progresif yang ada di Kaltim, membangun aliansi atau front. Namun ditengah jalan, front tersebut terhenti tanpa ada upaya untuk melakukan rekam jejak perjalanan sebagai bentuk evalusasi, dimana letak kegagalan front yang telah dibangun tersebut. Berikut adalah evaluasi Letak Kelemahan-Kelemahan Gerakan Buruh yang selama ini menjadi benalu dalam mencapai tujuan dan cita-cita perjuangan dalam kerangka pembebasan rakyat tertindas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemandulan gerakan buruh selama ini, antara lain :

 Elitisme Gerakan Buruh
Elitisme gerakan merupakan bentuk penyakit akut yang menyerang gerakan buruh dan rakyat sejak dulu, tanpa pernah kita menyadarinya secara serius. Pada sisi lain, elitism gerakan ini juga telah mengarahkan kita ke dalam suatu bangunan penafsiran arah gerakan yang salah. Kenapa? Karena sikap elitisme tersebut hanya akan menempatkan posisi gerakan buruh dalam jebakan-jebakan kepentingan (Interest) politik elit dan kaum mapan ynag notabene tidak berkaitan langsung dengan kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan pokok kaum buruh pada umumnya. Sikap elitisme ini cenderung manipulatif (Mengingkari fakta dan kenyataan) dan memoderasi (Mengurangi makna kepoloporan sejati dan keberpihakan buruh terhadap kaumnya sendiri) gerakan buruh yang secara tidak langsung membawa gerakan buruh ke dalam barisan elit yang sok mapan, sok berkuasa dan tidak pernah perduli dengan nasib kaumnya karena hanya terfokus dengan kepentingan sendiri. Maka kenyataan dilapangan sering kita temukan bahwa kebanyakan serikat atau organisasi-organisasi buruh lebih memilih isue-isue titipan elit politik (Baik nasional maupun daerah) ketimbang konsisten mengawal isu-isu problem pokok buruh yang lebih real dan mengandung akibat-akibat langsung terhadap propaganda himbauan dan ajakan kepada buruh untuk menyadari dan mengorganisir dirinya untuk melakukan pertanyaan, tanggapan, usulan, protes, penolakan sampai kepada tahap perlawanan yang lebih radikal.

 Watak Sektarianisme
Gejala ini sudah lama menjadi kendala besar dalam konteks bagaimana menyatukan seluruh potensi gerakan buruh, dimana kelompok-kelompok dan organisasi buruh masih terkotak-kotakkan ke dalam warna bendera, tempat kerja (pabrik), jenis pekerjaan, upah yang bebeda, bahkan ada pula perbedaan yang lahir dari suku, ras dan agama. Dan akibat dari semua itu, perpecahan (polarisasi) gerakan yang tak henti-hentinya terbangun dikalangan buruh hingga saat ini. Bagi Pejuang Revolusioner Cuba - Che Guevara, ini adalah sikap kekanak-kanakan dan ketidak dewasaan dalam gerakan yang harus dikikis habis oleh kaum buruh. Bukan saatnya lagi gerakan buruh berdebat masalah latar belakang ideologi, warna bendera dan kebanggaan almamater masing-masing karena hal tersebut hanya akan membawa gerakan yang semakin tidak terkonsolidasi yang secara politik akan semakin melemahkan posisi tawar (Bargaining Position) buruh dimata Rezim.

 Kegagalan Menganalisa Persoalan Dasar Buruh Secara Utuh dan Menyeluruh
Hingga dewasa ini, gerakan buruh masih banyak yang terkesan hanya mampu melihat kontradiksi atau persoalan-persoalan dasar yang dihadapinya dari permukaan atau kulitnya saja secara empirik (yang terlihat oleh mata kepala secara langsung) dan cenderung memudahkan persoalan tanpa pernah berusaha mengurai dan menguliti sistem di balik penindasan massa rakyat selama bertahun-tahun yang disebabkan oleh sistem yang buas,licin dan serakah yakni sistem Kapitalisme, atau yang kini lebih dikenal sebagai system Neo-Liberalisme sebagai wajah barunya.

 Terjebak Dalam Pemujaan Momentum (Spontanitas)
Alasan yang terakhir dan paling mencolok dari rangkaiaan evaluasi kegagalan gerakan buruh adalah kebiasaan membebek dan membonceng terhadap momentum yang ada tanpa berusaha menciptakan momentum perlawanan sendiri. Akibatnya, perlawanan yang dilakukan oleh buruh-pun terjebak dalam pemujaan “Spontanitas” perjuangan yang sifatnya tidak pernah bertahan lama dan secara prinsip tidak mengarah kepada perlawanan yang terorganisir dan tidak terpimpin secara politis. Coba tengok, berapa kali sudah momentum berusaha diinterupsi oleh gerakan buruh dan berapa kali pula gerakan tersebut gagal sebab momentum itu hanya berskala kecil dan bertempo jangka pendek sehingga intensitas dan konsistensi massa tak mampu dijaga. Sebagai contoh yang paling sederhana, kita bias mengukur ledakan perlawanan buruh dalam setahun. Terhitung, mobilisasi perlawanan buruh hanya terjadi sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun, yakni ; momentum hari buruh se-dunia (may day), dan momentum pembahasan Upah minimum yang terjadi pada akhir tahun. Selebihnya, respon perlawanan buruh hanya terjadi sesekali pada saat terjadi peristiwa penting, semisal kenaikan BBM, kasus local pada tingkatan pabrik, dll.

Darima Kita harus Memulai???.
Memulai suatu perjaungan, tentu kita perlu untuk menentukan rangkaiaan tahapan awal mengenai apa dan bagaimana kita harus berbuat untuk memajukan gerakan buruh. Ada beberapa hal yang harus kita lakukan, yakni :
a) Menemukan Musuh Bersama.
Jika kita membuka lembaran perjalanan sejarah masa lampau Indonesia, maka kita akan menemukan sebuah fakta fundamental mengenai apa yang melandasi semangat perjuangan Rakyat Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Secara prinsip, terdapat faktor-faktor yang menjadi kekuatan (spirit) yang menggerakkan perlawanan rakyat Indonesia. Salah satunya adalah, adanya kesamaan musuh, yakni ; kolonialisme atau meminjam istilah Soekarno, “Neo-Kolin”. Walhasil, kesamaan musuh ini, mampu mengikis perbedaan suku, ras, agama, dll, dan pada akhirnya menjadi satu dalam tindakan untuk merebut kembali kemerdekaan yang telah sekian lama dirampas oleh bangsa asing. Persamaan nasib serta cita-cita kebebasan dan kemerdekaan ini, telah menjadi hulu ledak yang sangat dahsyat. Sehingga dari barat ke timur, dari sabang hingga merauke, dari yang tua hingga generasi muda, menjadi hal yang tidak memiliki batasan lagi, menjadi satu dan tidak terpisahkan dalam perjuangan. Lantas pelajaran apa yang bias dipetik oleh kaum buruh dari pengalaman ini???. Ini tentu menjadi hal yang sangat penting untuk kita gali secara mendalam.

Kaum buruh di seluruh pelosok tanah air, semestinya mampu mepnemukan titik temu atau benang merah, “sesungguhnya siapa musuh bersama kaum buruh hari ini?”. Musuh utama kaum buruh Indonesia hari ini adalah ketidakadilan. Apa yang tidak adil? Upah yang rendah, kebebasan berserikat yang dikekang, hak normative yang tidak diberikan, satus kerja yang tidak menentu (Kontrak dan Outsourcing), jam kerja yang padat, dan lain sebagainya yang pada dasarnya tidak memperlakukan buruh layaknya seorang manusia yang beradab. Dan tentu saja ketidakadilan ini tidak lahir begitu saja. Ketidakadilan ini bukanlah takdir pencipta yang membuat kita pasrah untuk menerimanya. Bukan pula akibat dari kebodohan dan kemalasan buruh. Akan tetapi ada yang menciptakan dan membangunnya, yakni : Sistem Ekonomi dan Politik yang kita sebut dengan, “Neo-Liberalisme”.

Neo-liberalisme mencakup bentuk kebijakan ekonomi, serta pelaku yang mengeluarkan kebijakan tersebut melalui keputusan politik. Salah satu contohnya adalah kebijakan ekonomi yang pro-pasar bebas. Bentuk kongkritnya adalah ; pencabutan subsidi public (BBM, TDL, Pendidikan dan Kesehatan), Impor beras dan gula yang mematikan produksi dalam negeri, privatisasi asset atau perusahaan milik Negara, dll. Kebijakan ini lair dari keputusan pemerintah berdasarkan paksaan Negara-negara maju melalui lembaga-lembaga keuangannya (IMF, Bank Dunia, WTO, Paris Club, dll). Pendeknya, Negara-negara imperialis ini merupakan penjahat kelas kakapnya, dan pemerintah adalah kaki tangannya yang setiap saat siap melayani tuannya.

b) Melatih Kerja Bersama Melalui Front Persatuan; Mengikis Perbedaan Asal Usul.
Neo-liberalisme, sebagai musuh bersama kita, bukanlah lawan yang lemah. Akan tetapi, ibaratkan makhluk buas yang licik dan licin, tentu saja membutuhkan kekuatan yag kuat pula untuk mengalahkannya. Untuk itu, kekompakan dan persatuan serta kebersamaan menjadi keharusan awal yang mesti kita lakukan. Salah satu bentuk dari kebersamaan ini adalah, perasaan senasib yang ditunjukkan dengan solidaritas tinggi terhadap setiap persoalan buruh. Selama ini rasa solidaritas ini yang sangat lemah dari kita. Buruh di perusahaan A di PHK, buruh perusahaan B terkadang meganggap itu bukan menjadi bagian dari persoalannya. Dan begitupun sebaliknya. Buruh di sector manufaktur (produksi barang) menuntut kenaikan upah, buruh di sector BUMN merasa tidak perlu untuk membantu karena merasa status social dan pekerjaannya berbeda. Bukankah ini justru menjadi pemecah persatuan dikalangan buruh?. Bukankah ini hanya akan melemahkan perjaungan kita bersama?. Untuk itu, tugas dan tanggung jawab kita untuk menumbuhkan rasa solidaritas bersama tanpa mengenal batasan perusahaan, jenis pekerjaan, ataupun suku, ras dan agama. Pengkotak-kotakan antara buruh, pekerja dan karyawan yang selama 32 tahun sengaja dibangun oleh Orde Baru, sudah saatnya kita buang jauh-jauh. Buruh hanya ada satu, yakni buruh yang mempunyai nasib dan cita-cita yang sama. Cita-cita akan kesejahteraan dan keadilan yang telah lama kita idam-idamkan bersama. Dan untuk mewujudkannya, hanya bias melalui persatuan serta semangat solidaritas yang tinggi antar sesama buruh.

Buruh Bergerak, Tolak PHK
Buruh Berontak, Tolak Sistem Kontrak
Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera

Salam Solidaritas Selalu…

*Penulis adalah Koordinator ABM Kaltim dan Ketua Serikat Buruh Mandiri Indonesia (SBMI) Kaltim

Baca Lebih Lanjut....

Minggu, 12 Oktober 2008

Menakar Strategi Pengentasan Kemiskinan di Kalimantan Timur


Oleh : Herdiansyah “Castro” Hamzah*

“Seluruh isi alam dan bumi ini, sangatlah mencukupi bagi seluruh umat manusia.
Akan tetapi tidak akan pernah cukup bagi satu orang yang serakah”.
(Mahatma Gandhi)

Pengantar
Kemiskinan merupakan bentuk langsung dari ketidakstabilan ekonomi (unstabilished economic). Fakta ini kemudian turut mempengaruhi pola hubungan social masyarakat kita. Meningkatnya kriminalitas, dekadensi moral dan etika, ketidakpercayaan diri secara massal, serta lemahnya produktivitas dan kreatifitas, adalah buah dari kemiskinan, meski kita juga tidak bisa menutup mata terhadap varian lain yang juga turut mempengaruhi terjadinya kemiskinan ini. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, memiliki angka kemiskinan sebesar 37,17 juta atau sekita 16,58 persen dari total penduduk Indonesia (BPS, 2008). Di Kalimantan Timur sendiri, angka kemiskinan bisa dikatakan masih cukup signifikan, mengingat Kaltim adalah daerah yang dikenal memiliki sumber daya alam yang melimpah, khususnya tambang batubara, minyak dan gas. Dari data resmi yang dilangsir oleh BPS Kaltim tahun 2008 ini, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan Timur pada bulan Maret 2008 sebesar 286,4 ribu atau sekita 9,51 persen dari total penduduk Kaltim sebesar 2.957.465 (Berita Resmi Statistik BPS Kaltim, Maret 2008).

Redefinisi Kemiskinan Versi Pemerintah
Data kemiskinan hingga hari ini masih menjadi sesuatu yang terbilang masih abstrak, penuh dengan kontroversi sehingga mengundang banyak keraguan, terutama menyangkut angka garis kemiskinan yang selama ini diserap oleh publik. Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga pemerintah yang mengeluarkan data resmi mengenai ini, baik nasional maupun daerah, belum mampu memberikan penejelasan secara utuh mengenai metodelogi yang digunakan dalam menghitung angka garis kemiskinan ini. Walhasil, semua kalangan, baik peneliti, maupun masyarakat awam, sagat sulit mengkritisi setiap angka-angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS secara resmi. BPS tidak pernah transparan terhadap setiap data yang dikeluarkannya, bahkan cenderung sangat ditutup-tutupi. Padahal data kemiskinan tersebut lebih bersifat “academic exercise”, dimana setiap orang bisa mengetahui dan mengenali cara dan metode yang digunakan agar dapat dikritisi secara terbuka untuk dijadikan data pembanding (replikasi), terhadap kebenaran data yang disajikan. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi peyimpangan terhadap akurasi data yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga, terlebih oleh BPS yang notabene merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah.

Secara sederhana, kita dapat memberikan pengertian terhadap kemiskinan sebagai besaran penghasilan/pendapatan per-orang yang digunakan untuk mengkategorikan miskin-tidaknya seseorang. Ada beragam pendapat mengenai definisi kemiskinan ini. Mulai dari pendekatan standar kemiskinan internasional yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, yakni mereka yang berpendapatan di bawah US$2 perhari, sampai ke pendekatan kebutuhan ragawi, yakni penghasilan yang dibutuhkan untuk memungkinkan konsumsi senilai 2.100 kalori perkapita perhari. Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri, sebagai lembaga data resmi Pemerintah, mengukur angka kemiskinan dengan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk (Berita Resmi Statistik BPS Kaltim, 2008).

Disamping metodelogi BPS yang dianggap masih belum transparan, pemerintah juga dianggap kurang relevan lagi menggunakan patokan kemiskinan yang selama ini dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan atau mengkategorikan seseorang berada dalam garis kemiskinan atau tidak. Pemerintah menggunakan asumsi miskin, dengan pendapatan US$ 0,6 atau sekitar Rp.5.500,- perhari atau sekitar Rp. 165.000,- perbulan. Angka ini tentu sangat tidak patut lagi dijadikan patokan hari ini, mengingat tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, seiring dengan tingkat harga kebutuhan pokok yang terus menunjukkan grafik yang terus meninggi (ecces suplay). Jika seandainya patokan standarisasi kemiskinan dengan angka Rp. 5.500 perhari kita kalkulasikan dengan biaya hidup seseorang perharinya, sangatlah tidak mencukupi. Untuk makan dan minum saja jauh dari cukup, apalagi jika ditambahkan dengan beban hidup yang lain, terutama kebutuhan sandang dan papan, yang mencakup tempat tinggal serta biaya perawatannya, semisal ; biaya listrik, air, kesehatan, pendidikan anak, dll. Logikanya, seekor binatang perliharaan sekalipun tentu membutuhkan kandang untuk berteduh dan restorasi tubuh, apalagi dengan manusia yang kebutuhannya jauh lebih tinggi.

Menggagas Solusi Tepat Pengentasan Kemiskinan
Pada abad 21 ini, Negara-negara didunia pada tahun 2000 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, sebenarnya telah membuat komitmen bersama secara global mengenai Millenium Development Goals (MDGs), dimana salah satu agenda utamanya adalah penerapan konsepsi pembangunan berkelanjutan (suistanable development) sebagai solusi kian rapuhnya bumi dari aktivitas manusia sehingga menyebabkan ketidakseimbangan alam dengan tingkat kebutuhan manusia. Komitmen semua bangsa di dunia untuk menghapus kemiskinan dari muka bumi ini ditegaskan dan dikokohkan kembali dalam "Deklarasi Johannesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan" yang disepakati oleh para Kepala Negara dari 165 negara yang hadir pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg, Afrika Selatan, bulan September 2002 yang kemudian dituangkan dalam dokumen "Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan". Dari komitemen tersebut, tertuang beberapa resolusi penting, yang salah satunya adalah, pengentasan kemiskinan melelui konsep pembangunan berkelanjutan yang ditargetkan akan terealisasi pada tahun 2015 nanti. Yang jadi persoalan kemudian adalah, “Mampukah Indonesia, khususnya Daerah Kalimantan Timur turut terlibat dan mewujudkan target pengentasan kemiskinan pada tahun 2015 nanti?”. Hal ini sangat bergantung dari keinginan kuat serta kesungguhan (political will) dari Pemerintah kita sendiri. Untuk itu, ada beberapa hal penting yang harus dijadikan fokus kerja pemerintahan daerah Kaltim untuk menjawab persoalan kemiskinan yang masih menjangkiti masyarakat kita, antara lain :

Pertama, Mendorong Akses Kontrol Pemerintah Secara Ketat Terhadap Kekayaan Alam Daerah. Prinsipnya, kemiskinan merupakan buah permasalahan yang muncul akibat lalu lintas perekonomian yang tidak berjalan sesuai dengan harapan, maka dari itu pengentasan kemiskinan (eradiction of property poor) harus difokuskan kepada upaya untuk memperbaiki tingkat pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga memunculkan keseimbangan antara angkatan kerja dengan lapangan kerja yang tersedia. Faktor utama yang dijadikan tolak ukur dalam mengurai kemiskinan ini lebih dibebankan kepada tingkat keunggulan komparatif (comparative advantage) dari masing-masing daerah, atau dalam arti kata lain ; potensi alam yang menjadi “kekhususan” daerah, yang dapat dijadikan nilai produksi ekonomi yang menjanjikan. Secara umum, Indonesia memiliki keunggulan komparatif disektor agraris, mengingat luas wilayah daratan Indonesia, 60 % diantaranya dipergunakan dalam aktivitas produksi kebutuhan agraris, baik pertanian maupun perkebunan. Disamping itu, Indonesia juga memiliki cadangan minyak, gas alam, batu bara serta emas yang sangat besar. Kalimantan Timur sendiri merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, khususnya di sektor tambang batu bara, minyak dan gas. Akan tetapi yang menjadi pesoalan mendasar adalah, apakah tingkat kekayaan alam tersebut telah dikelola sebaik-baiknya dan manfaatnyapun telah diperuntukkan bagi kemakmuran Rakyat Kalimantan Timur sendiri???. Seperti yang kita ketahui berdasarkan data resmi yang dikeluarkan oleh BPS Kaltim, menyebutkan bahwa angka ekspor daerah Kaltim pada tahun 2007 mencapai US$ 16,66 milyar, dimana sektor migas merupakan penyumbang terbesar dengan US$ 11,81 milyar, meningkat sebesar 1,73 % dibanding tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa terjadi grafik pertumbuhan nilai ekspor yang cukup tinggi. (Berita Resmi Statistik Kaltim, Mei 2008) dan seharusnya mampu menjamin kesejahteraan masyarakat Kaltim. Di atas kertas, dengan kekayaan alam yang melimpah ruah tersebut, seharusnya Kaltim memang mampu menghadirkan kesejahteraan serta kemakmuran sebesar-besarnya bagi Rakyat. Namun fakta hari ini berkata sebaliknya. Kaltim justru menjadi salah satu daerah di Indonesia yang memiliki angka kemiskinan yang cukup signifikan. Terlebih lagi, potensi kekayaan alam daerah lebih banyak dikuasai oleh investasi asing yang pada prinsipnya justru kian melemahkan posisi control pemerintah. Misalnya saja kasus yang tentu masih segar dalam ingatan kita, yakni mencuatnya gugatan pemerintah daerah mengenai hak divestasi terhadap PT. Kaltim Prima Coal, yang justru berakhir tanpa hasil yang pasti. Ini jelas menunjukkan bahwa investasi asing tidaklah memberikan kontribusi real dalam makro dan mikro eknomi daerah yang sifatnya jangka panjang. Kekayaan tambang yang dieksploitasi-pun tidak mampu diperuntukkan bagi pembangunan ekonomi daerah yang bemanfaat bagi kehidupan masyarakat. Intinya, pemerintah tidaklah harus memposisikan diri untuk berhadap-hadapan (vis a vis) dengan investor asing, namun pemerintah harus memiliki ketegasan sikap terhadap investasi yang sama sekali tidak memerikan dampak positif terhadap pembangunan yang tidak hanya diukur dari seberapa besar cost peusahaan yang dishare kepada pemerintah, namun juga harus dilihat secara kongkrit manfaatnya industry dan perusahaan tersebut bagi daerah kita sendiri. Contoh lain adalah masalah kian menjamurnya perusahaan tambang batu bara yang peruntukannya justru lebih berorientasi profit pendapatan, ketimbang pembangunan sarana public yang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi, seperti ; pembangkit listrik, air, dll.

Kedua, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Industri Bagi Rakyat Miskin. Posisi masyarakat kita hari ini, memang kian tersingkirkan dari arena ekonomi. Angka kemiskinan yang semakin tinggi, juga diakibatkan oleh lemahnya akses ekonomi tersebut. Faktualnya, ada sebagian kecil golongan masyarakat yang medominasi panggung ekonomi ini, sementara sebagaian besar tidak memiliki akses sama sekali sehingga begitu sangat tergantung dengan golongan pertama tadi. Memecah situasi kemiskinan ini memang harus dengan keseimbangan ekonomi ini, dimana setiap orang harus memiliki kesempatan serta akses yang sama. Namun tentu hal tersebut memerlukan tahapan, yakni salah satunya adalah mendorong pertumbuhan industry, sehingga mampu menciptakan serapan lapangan kerja baru (imployment effect) bagi masyarakat. Akan tetapi, untuk kondisi Kalimantan Timur sendiri, pembangunan industry dengan harapan akan menyerap tenaga kerja baru, tidaklah cukup!!!. Namun industry tersebut juga harus berorientasi social dalam makna ; bahwa produksi yang dihasilkan memang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Kaltim memang kaya akan migas dan tambang batu bara, akan tetapi tidaklah cukup kaya untuk mensuplay barang kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat. Yang terjadi justru sebaliknya, konsepsi ekonomi yang sangat bergantung dengan migas dan tambang, justru menghilangkan kemandirian ekonomi daerah dengan angka impor barang yang sangat tinggi dari luar daerah, bahkan luar negeri seperti Malaysia dan Singapura. Kaltim sudah seharusnya memaksimalkan potensi daerah guna pengembangan sector industry di luar tambang migas, yakni indsutri manufaktur yang memang oreintasi produknya adalah penyediaan barang-barang konsumsi sehari-hari masyarakat, sehingga masyarakat tidak begitu bergantung dengan produk luar. Pada konteks lain, kaltim juga seharusnya mampu lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sector agro industri, khususnya perkebunan dan pertanian.

Ketiga, Mendorong Akses Pelayanan Sosial Secara Maksimal Bagi Rakyat Miskin. Perdebatan mengenai seperti apa bentuk dan sifat layanan public, telah berlangsung sejak lama. Hal tersebut semakin mencapai klimaks ketika tingkat kebutuhan masyarat, khususnya mereka yang berada dalam kategori miskin, melakukan desakan dan tuntutan passif adanya pelayanan social yang lebih murah, cepat dan dan tidak birokratis. Tuntutan ini sangat wajar, mengingat tingkat kesulitan serta beban kehidupan yang semakin berat. Namun yang terjadi dalam praktek selama ini, pemerintah baik level pusat hinggak daerah, termasuk Kalimantan Timur sendiri, terkesan hanya menjadikan tuntutan akses layanan social bagi masyarakat ini tidak lebih hanya sekedera komoditas politik yang “layak jual” disetiap panggung politik. Isu-isu mengenai layanan social hanya dijadikan “trade mark” yang dengan sengaja dibangun sebagai posisi tawar (bargaining position) kepada masyarakat, tanpa ada realisasi sebagai bentuk tanggung jawab yang sudah seharusnya diberikan kepada masyarakat. Isu-isu seperti, pendidikan gratis, layanan kesehatan gratis, hingga akses modal cepat bagi usaha mikro, nampak hanya seperti media untuk mendulang popularitas yang berujung sebagai alat untuk mendulang suara ketika momentum electoral (baca : pemilu, pilkada dll) tiba. Dapat dikatakan bahwa, elit poltiik terkesan lupa bahwa, sesungguhnya persoalan akses layanan social masyarakat adalah kewajiban yang telah diamanatkan oleh konstitusi dan perundang-undangan kita.

Keempat, Menciptakan Anggaran Pemerintah yang Berpihak Kepada Rakyat Miskin serta mendorong partisipasi public dalam penggodokan anggaran. Ini merupakan solusi untuk menjawab kemiskinan yang sangat erat kaitannya dengan point ke-3 diatas. Dimana akses layanan public tersebut sangat bergantung kepada seberapa besar keberpihakan anggaran daerah kepada kepentingan masyrakat. Selama ini, praktek anggaran memang masih didominasi oleh “mainstream individualisme”, dimana anggaran tidak diposisikan sebagai milik bersama, yang oleh pemerintah seharusnya mampu merealisasikannya demi kepentingan rakyat banyak. Belanja rutin dalam APBD saja masih terlampau jauh dibandingkan dengan alokasi anggaran pembangunan, khususnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih erat kaitannya dengan akses layanan public, yang mencakup ; kesehatan, pendidikan, modal, sarana dan pra-sarana, dll. Disamping itu, ruang partisipasi juga belumlah sepenuhnya dipraktekkan dalam setiap mekanisme kebijakan anggaran. Misalnya saja, mengenai Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) yang memiliki landasan hokum kongkrit yang tertuang dalam Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tentang Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Surat edaran ini terbit setiap tahun, dan isinya nyaris sama. Di dalam surat edaran bersama itu diatur mengenai tingkatan pembahasan rencana kerja pemerintah (RKP) untuk jangka dekat, menengah dan panjang. Musrenbang dilakukan dari tingkatan Desa/Kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga tingkat nasional. Di dalam SEB tersebut diatur bahwa pemerintah Kabupaten/kota bertugas memfasilitasi dan membina kegiatan Musrenbang Desa dan Kecamatan dengan pembiayaannya menggunakan APBD. Namun faktanya, setiap Musrembang yang dilakukan dengan melibatkan komponen masyarakat hingga terotorial terendah, hanya sekedar berlangsung sebagai formalitas belaka yang tidak lebih dari upaya “pembenaran” pemerintah karena adanya tuntutan aturan. Begitu halnya dengan aturan lain yang dapat dijadikan sebagai peluang pembangunan partisipasi masyarakat, yakni : Otonomi Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang diatur dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004. Aturan mengenai otonomi desa memberikan kewenangan kepada Desa untuk membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sendiri dan membentuk lembaga yang bertujuan memberdayakan masyarakat (Pasal 206 dan 212 UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). Sementara untuk aturan tentang Alokasi Dana Desa (ADD) tertuang dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 140 tahun 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintahan Desa. Dengan demikian seharusnya tingkat partisipasi secara konstitutif yang telah diatur dalam beberapa regulasi hokum, dapat diterjemahkan dalam konteks kehidupan nyata masyarakat kita. Namun semua tergantung dari seberapa besar keinginan serta kehendak pemerintah kita.

*Penulis adalah Koordinator Divisi Pendidikan PRP Samarinda
Baca Lebih Lanjut....

Korban Menggugat Ketidakadilan Negara


(Refleksi 43 Tahun Tragedi Pembantaian ’65)
Oleh : Herdiansyah “Castro” Hamzah*

“Yo sanak yo kadang, yen mati aku melu kalangan”.
(PKI adalah seperti saudara kandung saya sendiri, dan karenanya kalau meninggal,
saya juga ikut merasa kehilangan)”.
- Soekarno, dalam Pidato di depan rapat Umum PKI -


Pengantar
Kekuasaan Orde Baru, berdiri kokoh selama 32 tahun di atas darah dan air mata para korban-korban pembantaian tragedi 30 September 1965. Negara melalui aparatus pemaksanya (Coersif Institution) ketika itu, telah menyalahgunakan kewenangannya (abuse of power) untuk menghilangkan nyawa jutaan manusia yang tidak pernah terbukti secara hukum, bahkan hingga hari ini. Mereka yang dituding berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), para keluarga-keluarganya, dan atau mereka yang memiliki keterkaitan dengan aktivitas PKI di zaman itu, telah dibantai secara tidak manusiawi atas nama stabilitas keamanan dan ketertiban negara. Sarwo Edi, Komandan RPKAD ketika itu, bahkan dengan bangganya menyebut telah menumpas sekitas 1 juta jiwa baik anggota maupun pengikut serta simpatisan PKI . Ini jelas merupakan tragedi “Genocide” terbesar yang telah mencengankan dunia. Tragedi pembantaian suatu golongan tertentu ini, bahkan jauh lebih menghebohkan dibandingkan dengan pembantaian ras yahudi yang terjadi di zaman Adolf Hitler.

Para korban pembantaian ini, secara social-politik, telah mengalami traumatic yang sangat sulit disembuhkan, mengingat penderitaan dan penyiksaan yang mereka alami selama berpuluh-puluh tahun. Bukan hanya penyiksaan secara fisik, akan tetapi juga secara psikis (kejiwaan) hingga penyiksaan dalam ruang social yang kian menyempit akibat cap pengacau, anti agama, amoral, dan lain sebagainya sehingga membangun stigma ekstrem di tengah masyarakat, yang menganalogikan mereka (Baca : Korban tragedy ’65) sebagai penyakit dan sampah masyarakat. Hak Asasi Manusia ketika itu, bukanlah sesuatu yang layak diperbincangkan, bahkan cenderung dibutakan oleh tebaran isu-isu yang tanpa proses penyaringan nalar manusia lagi.

Awal Malapetaka
Sebuah peristiwa tentu berawal dari bangunan sejarahnya masing-masing. Begitu pula dengan tragedy pembantaiaan 43 tahun yang lalu. Bahkan hingga hari inipun, peristiwa tersebut terus menuai kontroversi mengenai apakah mereka yang dituduh komunis ini, benar telah melakukan tindakan biadab yang membuat mereka patut dicaci maki, dicemooh bahkan layak dibunuh meski tanpa adanya mekanisme pembuktian didepan hukum. Ataukah peristiwa tersebut justru merupakan sebuah skenario yang dengan sengaja diciptakan oleh kepentingan politik tertentu untuk menyingkirkan suatu golongan yang membahayakan posisi politiknya. Ibarat zaman jahiliah, Indonesia ketika itu betul-betul telah mengalami sebuah situasi yang sangat jauh dari prinsip-prinsip penghormatan terhadap kemanusiaan. Secara tersirat, sejarah memang menjadi suatu tafsiran yang lahir dari siapa yang berkuasa. Baik buruknya sejarah, menjadi otoritas penguasa dalam mereproduksinya ditengah masyarakat. Namun, sebagai jiwa yang sadar dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran nalar, maka sudah sepatutnya kita harus mengenali sejarah bukan dari siapa yang mengucapkannya, namun dari apa yang kita yakini berjalan dalam koridor universalitas berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan (principle of humanity). Berbagai macam versi megenai peristiwa G30S ini, masih mengemuka dalam masyarakat. Namun versi pemerintah Orde Baru menjadi mainstream kebenaran yang tetap mencekcoki pemikiran masyarakat kita. Betapa tidak, sedari dulu, setiap tanggal 30 september, kita disajikan cerita bohong melalui film yang sengaja dibuat oleh Orde Baru sebagai alat untuk terus-menerus membodohi rakyat.

Jika kita mendalami situasi politik di zaman itu, tentu kita tidaklah terlalu sulit untuk melihat kebenaran sejarah. PKI yang merupakan salah kekuatan politik terbesar (pemenang ketiga dalam Pemilu tahun 1955 dibawah Masyumi dan PNI), menjadi benalu bagi kaum reaksioner-kanan yang memang merasa terancam dengan keberadaan Partai Komunis terbesar di asia tersebut. Salah satu kekuatan politik yang merasa dirugikan adalah faksi militer yang berada dekat dengan kekuasaan. Terlebih lagi secara internal, militer dalam situasi yang mengalami konflik yang berakibat terjadinya faksionalisasi. Sebenarnya telah lama terjadi pertentangan antara faksi-faksi di kalangan internal militer, terutama ditubuh Angkatan Darat, yaitu sejak rasionalisasi dan rekonstruksi (Re-Ra) Angkatan Perang dalam pemerintahan Hatta. Pertentangan itu terutama antara profesionalisme model Barat yang dibumbui oleh pembelajaran politik sebagai bagian dari keikutsertaannya dalam kekuasaan negara, dengan semangat revolusioner warisan revolusi 1945 yang masih kental di kalangan perwira menengah AD. Pada tahun 1965 AD telah terpecah dalam dua kubu yaitu kubunya Jenderal Achmad Yani yang loyal kepada Presiden Soekarno dan kubunya Jenderal A.H. Nasution-Soeharto yang tidak mendukung kebijakan Presiden Soekarno tentang persatuan nasional terutama tentang Nasakom dan Pengganyangan Malaysia. Dengan lihainya Soeharto bertindak seolah-olah loyal terhadap kepemimpinan Nasution maupun Yani dan sekaligus pendukung Soekarno, namun dilain pihak Soeharto merangkul kelompok perwira yang ingin menyelamatkan Bung Karno, dan kemudian kelompok tersebut diorganisasi dan dimanfaatkan untuk menghancurkan kelompok Yani maupun Nasution, menghancurkan PKI yang kemudian merebut kekuasaan. Hal tetrsebut terbukti dengan scenario penghacuran gerakan komunis dengan meledaknya peristiwa Gestapu.

Distorsi Sejarah Oleh Orde baru Soeharto
Jika becermin dari situasi Indonesia selama 32 tahun Orde Baru Berkuasa, maka tepatlah ujar-ujar (maxim) bahwa, “Sejarah tergantung dari siapa yang berkuasa. Baik buruknya tafsir sejarah, semuanya disetir sedemikian rupa menurut kehendal serta kepentingan penguasa”. Salah satu inti sejarah yang ditelikung oleh Orde Baru Soeharto adalah, personifikasi PKI yang selalu dicitrakan biadab, kejam dan tidak bermoral. Kita tentu masih teringat dengan tayangan Film documenter G30S yang merupakan visualisasi tragedy versi resmi Pemerintah Orde Baru, dimana wanita-wanita yang tergabung dalam Gerwani dipropagandakan sebagai pembunuh keji yang tanpa rasa ampun menyiksa para jenderal, bahkan dengan memotong kemaluannya. Padahal sesungguhnya, tidak ada penyiksaan, pencungkilan mata, maupun penyiletan kemaluan jenderal oleh Gerwani maupun anggota Pemuda Rakyat, ini sesuai dengan visum et repertum dari tim dokter yang mengautopsi (bedah mayat) para jenderal yaitu tim dokter yang diketuai oleh Brigjen TNI Dr. Rubiono Kertapati dengan visum et repertum nomor 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109 (untuk tujuh korban) yang menyatakan tidak ada bekas penyiksaan dalam tubuh korban seperti penyiksaan, pencungkilan mata, dan sebagainya. Hal itu juga dinyatakan oleh Presiden Soekarno dalam pidato pada HUT LKBN Antara tanggal 12 Desember 1965 dan pembukaan Konferensi Gubernur Seluruh Indonesia tanggal 13 Desember 1965 . Kebenaran visum ini akhirnya semakin diamini oleh Dr. Yahya, yang juga murid salah satu tim dokter yang melakukan visum terhadap para korban 65. Dr. Yahya, pada akhir tahun 2004 telah menemukan bukti hasil visum yang menjelaskan bahwa memang tidak terjadi hal-hal yang dituduhkan oleh Pemerintahan Orde Baru Soeharto.

Kembalikan Hak-hak Dasar Korban 65
Selama 32 tahun Pemerintahan Orde Baru Soeharto, korban yang selama ini dituduh sebagai biang dan pelaku pembantaian para jenderal, tak ayal telah diperlakukan secara tidak manusiawi. Dibunuh dan ditangkap tanpa proses hokum sebagaimana mestinya, dukucilkan dan dibuang dari ruang social dengan tuduhan amoral, hak politik diremukkan, serta perlakuan lain yang pada hakekatnya merupakan bentuk pratek ketidakadilan Negara terhadap warganya sendiri. Bahkan beberapa komunitas korban 65 masih terus diawasi setiap saat dengan kewajiban wajib lapor kepada institusi keamanan Negara baik kepolisian maupun militer.

Untuk itu, Negara harus mengembalikan hak-hak dasar korban 65, sebagaimana perlakuan yang telah diberikan kepada masyarakat yang lain. Negara harus bertanggung jawab untuk melakukan rehabilitasi terhadap korban 65 tanpa syarat. Dan salah satu bentuk rehabilitasi terhadap korban 65, adalah upaya pelurusan sejarah yang selama ini ditelikung oleh Orde Baru. Sejarah harus diungkap sebagaimana adanya. Fakta-fakta tagedi 65 adalah sebuah fenomena “genocide” atau pembantaian sebuah kelompok atau golongan yang dilakukan oleh rezim penguasa.

*Penulis adalah Koordinator Divisi Pendidikan PRP Samarinda
Baca Lebih Lanjut....

Rabu, 30 Juli 2008

UMP Kaltim hanya Naik 9,16 Persen

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Muhammad Khaidir

SAMARINDA-Aksi demo beberapa kali yang dilakukan ribuan buruh mengatasnamakan Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Kaltim, akhirnya membuahkan hasil. Melalui Surat Keputusan (SK) Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim, Tarmizi Abdul Karim, Nomor 561/K.403/2008. Rabu (30/7) dini hari kemarin, akhirnya diputuskan Upah Minimum Provinsi (UMP) naik 9,16 persen dari UMP sebelumnya. Dengan artian, jika UMP sebelumnya Rp 815.000 dinaikkan 9,16 persen atau Rp 74.654, maka berdasarkan SK tersebut, UMP 2008 ditetapkan secara nominal menjadi Rp 889.654. SK berlaku berlaku surut, sejak 1 Juli hingga 31 Desember 2008 mendatang.

Pengambilan keputusan dilakukan melalui rapat intensif dimulai pukul 23.00 Wita, Selasa (29/7) malam. Dihadiri dan dipimpin langsung Pj Gubernur Tarmizi, didampingi Kepala Disnakertrans sekaligus Kepala Dewan Pengupahan Provinsi Kaltim Masri Hadi, Asisten I Setprov Kaltim Sjachrudin, Kepala Biro Pemerintahan Setprov Kaltim Ambransyah Mukrie, Kapoltabes Samarinda Kombespol N Simbolon, perwakilan buruh dan dari pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kaltim. (*)

Sumber : tribunkaltim.com

Selengkapnya Baca Tribun Kaltim edisi cetak
Baca Lebih Lanjut....

Selasa, 29 Juli 2008

Aksi Tuntut Revisi UMP Kaltim, Ricuh

29/7/2008 12:11 WIB

Saud Rosadi - Samarinda, Sekitar 1.000 buruh dan pekerja tambang yang berunjukrasa di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Selasa (29/7) siang ini mengamuk dan merusak baliho. Aksi mereka bisa dihentikan oleh puluhan petugas polisi dari Poltabes Kota Samarinda bersama Polda Kaltim. Namun demikian, bentrokan antara para buruh dengan aparatpun tidak dapat dihindarkan.

Bentrokan diduga karena ketidaksabaran para pengunjukrasa menunggu hasil keputusan dari 20 perwakilan mereka bersama Pejabat Sementara Gubernur Kaltim dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kaltim tentang kenaikan upah minimum propinsi (UMP). Aksi buruh ini adalah puncak dari kekesalah mereka lantaran sebelumnya Ketua DPRD Kaltim berjanji akan menemui pejabat sementara (Pjs) Gubernur Kaltim, Tarmidzi Abdul Karim untuk mendesak dikeluarkannya revisi UMP menjadi RP. 1,3 juta. (heh)

Sumber : elshinta.com
Baca Lebih Lanjut....

5 Serikat Pekerja Bontang akan Ikut Kepung Kantor Gubernur Kalimantan Timur

Selasa, 22 Juli 2008 | 13:10 WIB

BONTANG-TRIBUN, Lima Serikat Pekerja (SP) di Kota Bontang dipastikan akan ikut ambil bagian dalam aksi demonstrasi menuntut kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) di Kantor Gubernur, besok, Rabu (23/7). "Kami sudah melakukan koordinasi dan pasti akan bergabung dengan rekan-rekan pekerja se- Kaltim di Samarinda," ujar Koordinator Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Kota Bontang, Fadli, saat ditemui, Selasa (22/7). Ia menjelaskan lima SP yang akan ikut berunjukrasa di Samarinda itu adalah SP LNG Badak, Forum Komunikasi Pekerja Pendukung Migas (FKPPM), SP Indostrait, PKBM dan SP Pemuda Pancasila. "Kami tidak mewajibkan teman-teman untuk ambil bagian, tapi mereka sendiri yang secara sadar ingin memperjuangkan hak-hak mereka di Provinsi," ujar Fadli.

Ia memperkirakan paling sedikit 100 pekerja dari lima SP itu akan berangkat ke Bontang mulai Selasa (22/7) sore. Isu yang akan mereka angkat tidak jauh dari keinginan seluruh pekerja di Kalimantan Timur, yakni kenaikan UMP agar bisa mengimbangi pemasukan dengan pengeluaran yang kian tinggi akibat kenaikan BBM. Fadli menuturkan pekerja saat ini menghadapi tren untuk meminjam uang guna memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan. "Istilah kami antara gaji dan utang saling berkejaran," ujarnya. (*)

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Basir Daud
Sumber : tribunkaltim.com
Baca Lebih Lanjut....

Tuntut Revisi UMP, 1.000 Buruh Duduki Kantor Gubernur Kaltim

24/7/2008 11:28 WIB

Saud Rosadi - Samarinda, Sekitar 1.000 buruh dari berbagai perusahaan tambang di Kota Samarinda, Kamis (24/7) siang ini berunjukrasa di depan Kantor Gubernur Kalimatan Timur di Jalan Gajah Mada Samarinda. Para buruh menuntut Pemprop Kaltim melalui pejabat sementara Tarmidzi Abdul Karim untuk segera menerbitkan surat keputusan (SK) Revisi Upah Minimum Propinsi (UMP) Kaltim menjadi Rp. 1,3 Juta.

Aksi unjukrasa siang ini merupakan lanjutan dari aksi Rabu (23/7) kemarin dimana malam tadi para buruh bermalam di depan Kantor Gubernur Kaltim dengan mendirikan tenda-tenda. Dan aksi siang ini merupakan puncak kekesalah buruh. Dari orasi yang disampaikan mereka, para buruh mengaku kecewa dengan sikap Pemprop Kaltim yang dinilai tidak serius memperjuangkan UMP. Buruh menuding Tarmidzi Abdul Karim disuap pihak pengusaha untuk menunda-nunda revisi kenaikan UMP. Para buruh menggelar mimbar bebas di depan Kantor Gubernur Kaltim sehingga arus kendaraan yang mengarah Jalan Gajah Mada ditutup total oleh petugas satuan lalulintas Poltabes Samarinda. (heh)

Sumber : elshinta.com
Baca Lebih Lanjut....

Jumat, 04 Juli 2008

Standar Hidup Layak Kota Bontang Rp 1,8 Juta

BONTANG, TRIBUN - Humas Aliansi Buruh Menggugat Kota Bontang, Herdiansyah Hamzah mengungkapkan, pasca kenaikan BBM, standar Kehidupan Hidup Layak (KHL) di Kota Bontang bisa mengalami kenaikan 30 persen atau menjadi sekitar Rp 1,8 juta. Sebelumnya, KHL Bontang 2008 Rp 1.454.096. Saat ditemui, Jumat (27/6), Herdiansyah mengatakan, perhitungan itu berdasarkan rata-rata kenaikan harga BBM sekitar 27 persen dan inflasi yang mencapai 10 persen pasca kenaikan BBM, Mei 2008.Ia menjelaskan, KHL merupakan satu indikator dalam perhitungan upah pekerja. Soal usulan kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) sebesar Rp 1,3 juta, Herdiansyah mengatakan hal itu sudah wajar mengingat beban kenaikan BBM yang dirasakan masyarakat, khususnya pekerja. Kenaikan UMP katanya akan berimbas pada kenaikan UMK selruh kabupaten/kota.

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) katanya, UMK minimal naik 5 persen dari UMP dan paling lambat ditetapkan sebulan setelah UMP ditetapkan. Soal mampu tidaknya perusahaan membayar UMK kata Herdiansyah, juga diatur. Jika perusahaan merasa tidak mampu, mereka bisa melayangkan surat sanggahan kepada Disnaker yang berisi ketidakmampuan membayar sesuai dengan UMK. Disnaker akan melakukan survey untuk membuktikan surat sanggahan tersebut. Jika benar tidak bisa membayar sesuai dengan UMK yang ditetapkan, perusahaan tersebut bisa membayar pekerja dengan upah sebelumnya.

Sementara itu, Kepala Disnaker Anwaruddin menuturkan, karyawan yang bekerja di atas satu tahun dan dalam masa percobaan harus dibayar minimal sama dengan UMK sesuai kemampuan perusahaan. "Seharusnya dibayar karena itu kesepakatan bersama antara pekerja dan pengusaha melalui Dewan Pengupahan Kota Bontang. Pemerintah hanya melegalisir. Untuk UMK Bontang pasca penetapan UMP, Anwaruddin mengaku masih menunggu keputusan gubernur yang sebelumnya dibahas Dewan Pengupahan Provinsi.

"Yang kemarin itu, siapa yang usulkan. Yang memutuskan UMP itu bukan anggota DPR, tetapi Dewan Pengupahan. Kita melihat dulu tidak boleh langsung mengikuti. UMK ketentuannya memang harus mengacu kepada UMP. Kepmennya begitu. UMK tidak boleh di bawah UMP. Tapi kalau sepakat tidak mau diubah dan tetap seperti sekarang. Tidak ada masalah. Namanya kan sepakat, tetapi aturannya seperti itu," ujarnya.

Ia menilai, jika BBM naik, yang harus naik bukan UMK melainkan tunjangan transportasi karena langsung berpengaruh terhadap pekerja. "Yang pernah kita tempuh di sini adalah penambahan tunjangan trasnportasi karyawan. Karena itu kan berpengaruh kepada BBM. Bagaimana dengan kenaikan harga barang lain dengan kenaikan BBM? "Memang naik. Kalau mengikuti KHL perusahaan bangkrut. Kalau bangkrut banyak pengangguran. Yang berdampak bukan cuma upah saja tetapi pada biaya produksi lainnya," ujarnya. (asi)

Sumber : tribunkaltim.com
Baca Lebih Lanjut....

Pekerja Sektor Konstruksi dan Bongkar Muat Bontang Minta UMSK Naik Sebesar 25 Persen

Sabtu, 28-06-2008 | 04:00:00
BONTANG, TRIBUN - Pekerja sektor konstruksi dan bongkar muat Bontang mengancam akan berunjukrasa jika dalam pekan ini, belum ada keputusan soal Upah Minimum Sektor Kota (UMSK) Konstruksi dan Bongkar Muat. "Kami sudah bersurat ke perusahaan, tapi belum ada jawaban. Selanjutnya, jika dalam minggu ini belum ada keputusan kami akan serahkan ke pemerintah kota. Saya harap Disnaker bisa netral. Kedua, kalau tidak ada keputusan dari Pemkot dan pengusaha, kami akan berdemonstrasi ke perusahaan dan Disnaker," ujar wakil dari serikat pekerja (SP) Konstruksi dan Bongkar Muat, M Dahnial, Jumat (27/6).Dahnial mengatakan, dari empat sektor pekerja di Bontang, hanya sektor konstruksi dan bongkar muat yang hingga kini belum mendapat kepastian UMSK. Padahal pekerja kata Dahnial telah melakukan empat kali pertemuan dengan perusahaan. "Yang datang bukan orang yang berkompeten mengambil keputusan sehingga dilempar lagi," ujarnya.

Pertemuan terakhir April 2008 kata Dahnial antara pekerja dan perusahaan menyepakati persoalan UMSK diselesaikan paling lambat akhir April. Dahnial mengatakan, usulan pekerja untuk UMSK 2008, naik 25 persen dari UMSK 2007 yakni Rp 919.799. Kepala Disnaker Bontang Anwaruddin didampingi Kasi Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) Syaifullah mengatakan, Senin (30/6) sampai Selasa (1/7) akan dilakukan pertemuan dengan Dinas PU dan Dinas Perhubungan, bidang perhubungan laut soal acuan UMSK Konstruksi dan Bongkar Muat.

Anwaruddin mengatakan, telah menerima surat dari SP soal pelimpahan penetapan UMSK ke Pemkot Bontang melalui Disnaker. "Suratnya sudah ada, tinggal pengusaha. Kita tunggu apakah sepakat melimpahkan ke pemerintah dan tidak mau melakukan perundingan lagi. Begitu mekanismenya," ujarnya. Tidak hanya menunggu, Disnaker katanya telah dua kali mengundang perusahaan untuk membicarakan UMSK Konstruksi dan Bongkar Muat. Namun, perusahaan yang diundang juga tidak datang tanpa jawaban yang jelas. "Tidak pernah datang. Saya sempat dongkol. Yang lainnya sudah, yang ini kok tidak datang. Ini kan kepentingan orang banyak, bukan kepentingan pribadi," ujarnya.

Ketua Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Kota Bontang Fadli menilai, sikap yang ditunjukkan perusahaan yang enggan merundingkan persoalan UMSK bersama Disnaker adalah sikap yang arogan. Padahal kata Fadli, APINDO telah mengeluarkan kebijakan untuk menyelesaikan persoalan hubungan industrial dengan bipartit. "Kalau begitu ayo keras-kerasan. Apa mau yang seperti itu. Jangan bersikap seperti itulah. Apakah semua harus diselesaikan dengan parlemen jalanan. Nanti kita dibilang anarkhis padahal mereka yang yang memancing," ujarnya. Fadli berharap agar persoalan antara SP dan perusahaan bisa diselesaikan dengan cara-cara yang elegan. (asi)

Sumber : Tribunkaltim.com
Baca Lebih Lanjut....

Sabtu, 28 Juni 2008

Samarinda Inflasi 2,08 Persen, Balikpapan 0,45 Persen

Senin, 09 Juni 08 - oleh : redaksi

Samarinda, rahasiabesar.com - Kalimantan Timur pada bulan Mei 2008 mengalami inflasi sebesar 1,33 persen, atau terjadi Kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 167,85 pada bulan April 2008 menjadi 170,08 pada bulan Mei 2008. Dengan angka inflasi tersebut, maka laju inflasi tahun kalender 2008 (Januari-Mei 2008) Kalimantan Timur telah mencapai 5,91 persen dan laju inflasi ‘year on year’ (Mei 2008 terhadap Mei 2007) mencapai 12,54 persen. Kota Samarinda mengalami inflasi sebesar 2,08 persen dan Kota Balikpapan mengalami inflasi sebesar 0,45 persen. Dengan demikian untuk kedua kota ini laju inflasi laju inflasi tahun kalender 2008 (Januari-Mei 2008) masing-masing telah mencapai 6,72 dan 4,97 persen dan laju inflasi ’year on year’ (Mei 2008-Mei 2007) masing-masing mencapai 13,53 dan 11,38 persen.

"Berdasarkan hasil pemantauan Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Mei 2008, Kalimantan Timur mengalami inflasi sebesar 1,33 persen, atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 167,85 pada bulan April 2008 menjadi 170,08 pada bulan Mei 2008. Dengan angka inflasi tersebut, maka laju inflasi tahun kalender 2008 (Januari-Mei 2008) Kalimantan Timur telah mencapai 5,91 persen dan laju inflasi ‘year on year’ (Mei 2008 terhadap Mei 2007) mencapai 12,54 persen," kata Kepala BPS Kaltim Joni Anwar didampinggi Achmad Zaini Kabid IPDS dalam jumpa pers belum lama ini.
Ditambahkannya, inflasi terjadi terutama karena kenaikan harga pada beberapa kelompok pengeluaran yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok barang dan jasa yakni sebagai berikut: kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 1,96 persen. kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,95 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,69 persen, kelompok bahan makanan 1,03 persen, kelompok kesehatan 0,23 persen dan Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami kenaikan 0,03 persen sedangkan kelompok yang mengalami penurunan adalah kelompok sandang -0,42 persen.

Pada bulan Mei 2008 kelompok-kelompok komoditi yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah sebagai berikut: kelompok bahan makanan sebesar 0,31 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,31 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,45 persen; kelompok sandang -0,02 persen; kelompok kesehatan 0,01 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,00 persen dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,27 persen. " Jika dirinci menurut kota, Samarinda dan Balikpapan pada bulan Mei ini mengalami inflasi sebesar 2,08 dan 0,45 persen. Dengan demikian untuk kedua kota ini laju inflasi tahun kalender 2008 (Januari-Mei) masing-masing telah mencapai 6,72 dan 4,97 persen. Sedangkan laju inflasi year on year (Mei 2007-Mei 2008) masing-masing mencapai 13,53 persen dan 11,38 persen," jelasnya. Menurut Zaini, laju inflasi Kalimantan Timur tahun 2008 sampai dengan Mei telah mencapai 5,91 persen, sedangkan pada periode yang sama inflasi tahun kalender 2006 dan 2007 masing-masing sebesar 2,62 dan 1,92 persen. Sedangkan laju inflasi ‘year on year’ Kalimantan Timur untuk bulan Mei 2008 terhadap bulan Mei 2007 sebesar 12,54 persen. Sementara laju inflasi ‘year on year’ untuk bulan Mei 2006 terhadap Mei 2005 sebesar 14,42 persen dan Mei 2007 terhadap Mei 2006 sebesar 5,32 persen. Jika dirinci menurut kota, Laju inflasi Kota Samarinda tahun 2008 sampai dengan Mei tercatat sebesar 6,72 persen sedangkan inflasi tahun kalender pada periode yang sama tahun kalender 2006 dan 2007 masing-masing sebesar 2,53 dan 2,64 persen. Sedangkan Kota Balikpapan sampai dengan bulan Mei 2008 sebesar 4,97 persen sedangkan inflasi pada periode yang sama tahun kalender 2006 dan 2007 masing-masing sebesar 2,71 dan 1,09 persen. Sedangkan laju inflasi ‘year on year’ Kota Samarinda untuk Mei 2008 terhadap Mei 2007 sebesar 13,53 persen. Sedangkan laju inflasi ‘year on year’ untuk bulan Mei 2006 terhadap Mei 2005 sebesar 14,20 persen dan Mei 2007 terhadap Mei 2006 sebesar 6,61 persen. Sementara laju inflasi ‘year on year’ Kota Balikpapan untuk bulan Mei 2008 terhadap bulan Mei 2007 sebesar 11,38 persen. Sedangkan laju inflasi ‘year on year’ untuk bulan Mei 2006 terhadap Mei 2005 sebesar 14,67 persen dan Mei 2007 terhadap Mei 2006 sebesar 3,86 persen. (pkt/john)
Sumber : Rahasiabesar.com
Baca Lebih Lanjut....

Masyarakat Diminta Tak Pilih Politisi Busuk

Senin, 23 Juni 2008
Jelang Pileg 2009, Ganti-Pobus Kaltim Dideklarasikan

SAMARINDA, Koran Kaltim - Ratusan aktivis dari berbagai organisasi mendeklarasikan Gerakan Nasional Tidak Pilih Politisi Busuk (Ganti-Pobus) Kaltim di Lapangan Basket Tepian Mahakam Jalan Martadinata Samarinda berlangsung siang kemarin. Adapun deklaratornya yakni Pokja 30, PMII Samarinda, Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Samarinda, Naladwipa Institute, Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Kaltim, PKL Odah Etam, PRP Samarinda, BEM STAIN Samarinda, Roedy Haryo AMZ (Budayawan), Kismanto (Komunitas Silang Budaya), JARI Kaltim, Force Kaltim, Slankers, Orang Indonesia (OI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kaltim. Deklarasi tersebut menarik perhatian pengguna jalan yang melintas, karena selain acara deklarasi masyarakat hadir juga dihibur musik band, pembacaan puisi dan orasi politik. Acara ini dimaksudkan agar masyarakat tak lagi memilih politisi busuk saat Pemilu Legislatif (Pileg) 2009. “Kami meminta masyarakat agar tak lagi memilih politisi busuk pada saat Pileg 2009,” kata Penanggungjawab Deklarasi Ganti Pobus Kaltim Sukamto kepada Koran Kaltim disela acara tersebut.

Acara ini merupakan tindak lanjut deklarasi Ganti Pobus di Jakarta pada 25 Mei 2008 sebagai mengampayekan gerakan anti politisi busuk kepada masyarakat. “Ini tahapan awal di Kaltim. Setelah deklarasi nasional Ganti Polbus maka kami menindaklanjutinya di Kaltim,” paparnya. Ia manambahkan Ganti Pobus menyerukan kepada rakyat agar menolak politisi busuk khususnya memiliki ciri seperti boros, tamak, penjahat dan pencemar lingkungan. Selain itu pelaku kekerasan hak asasi manusia (HAM), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pemakai narkoba, pelindung bisnis narkoba dan pelaku penggusuran dan tindakan tak melindungi hak rakyat.

“Kami meminta kepada elit politik untuk segera membenahi mekanisme rekruitmen internal dan menghilangkam praktek dagang sapi,” tegasnya. Pihaknya juga meminta elit politik segera memproses kadernya yang diduga bermasah hokum. Kepada pemilih agar memberikan sanksi bagi politisi busuk dalam bentuk tidak memilih mereka di Pileg 2009. (kh)

Sumber : Koran Kaltim
Baca Lebih Lanjut....

Jumat, 27 Juni 2008

UMP Kaltim Naik Menjadi Rp. 1.389.560,-

Kamis, 26-06-2008 | 04:00:00
SAMARINDA, TRIBUN - Keinginan para buruh di Kaltim mengenai adanya kenaikan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) akan segera terwujud. Hasil pertemuan Disnakertrans Kaltim, DPRD dan sejumlah perwakilan buruh maupun Serikat Pekerja di Gedung DPRD Kaltim, Rabu (25/6) akhirnya menyepakati kenaikan UMP 2008 menjadi Rp 1.389.560. Sebelumnya, UMP Kaltim 2008 hanya Rp 815.000. Tingkat kenaikan yang mencapai 70 persen ini, menurut juru bicara Front Pembebasan Nasional (FPN) Phitiri Lari, didasarkan atas kondisi nyata di lapangan mengenai tingginya kebutuhan hidup. Setelah naiknya barang-barang berikut kenaikan BBM, kebutuhan hidup layak (KHL) di Kaltim kontan melonjak 100 persen.Menurut rencana, UMP baru ini akan segera dibuat surat keputusannya. Paling lambat tanggal 10 Juli 2008, Gubernur Kaltim sudah membuatkan SK. Dengan begitu, mulai pertengahan tahun ini, UMP baru sudah harus diberlakukan.

"Yang pasti pada pertengahan tahun ini, UMP Kaltim sudah harus direvisi. Kesepakatannya tanggal 10 Juli sudah di SK-kan gubernur," tegas Phitiri. Pada pertemuan kemarin, tak seorang pun pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang ikut. Padahal sebelum pertemuan dimulai, Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Apindo Kaltim Gunawan Wibowo terlihat berada di gedung dewan.Pembahasan revisi UMP pasca kenaikan harga BBM ini, adalah pertemuan kesekian kalinya. Pada pertemuan di DPRD Kaltim tanggal 13 Juni, Gunawan menyatakan menyetujui kenaikan UMP, tapi pihak anggota dewan pengupahan dari unsur Apindo walk out, karena tak sepakat dengan pernyataan Gunawan.

Sebelum disepakati revisi UMP, ribuan buruh lebih dulu berunjuk rasa damai, baik di Kantor Gubernur maupun di DPRD Kaltim. Seperti terjadi kemarin, aksi unjukrasa masih mewarnai. Ada dua aksi yang sama, yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Kahutindo dan FPN. Bedanya, selain menuntut revisi UMP, FPN juga menyerukan diturunkannya harga BBM dan kebutuhan bahan pokok serta nasionalisasi aset negara di bawah kontrol rakyat. Massa FPN juga sempat mengecam tindakan represif yang kerap dilakukan aparat keamanan terhadap masyarakat, seperti peristiwa di Universitas Nasional yang memakan korban jiwa. Usai unjuk rasa, massa FPN berkonvoi menuju posko mahasiswa yang melakukan aksi jahit mulut di Unmul, sebagai bukti solidaritas terhadap perjuangan mereka. Pertemuan kemarin dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Zulkifli Alkaf dan dihadiri Kepala Disnakertrans Kaltim Masrie Hadi serta sejumlah anggota dewan, di antaranya Husni Thamrin, Hj Djubaidah Nukhtah, Darlis Pattalongi, Sutarno Wijaya, dan Entjik Widyani. (mei)

Sumber : Tribunkaltim
Baca Lebih Lanjut....

APINDO Kaltim Tolak Kenaikan UMP

Jumat, 27-06-2008 | 04:00:00
SAMARINDA, TRIBUN - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim menolak rencana kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kaltim 2008 sebesar Rp 1.389.560. Jika rencana itu tetap diteken oleh Gubernur Kaltim, maka ketetapan itu dinilainya cacat hukum. Sebab Apindo sama sekali tak dilibatkan. Menurut Ketua Apindo Kaltim Gunawan Wibisono di Balikpapan, Kamis 26/6), UMP mestinya dibahas bersama oleh unsur tripartit, yakni pemerintah, pekerja dan pengusaha. Kenyataannya, pihaknya tak dilibatkan saat revisi UMP 2008 disepakati menjadi sebesar itu. Sebelumnya, UMP 2008 Kaltim hanya Rp 815.000.

"Kalau produknya saja cacat hukum tak perlu untuk dipatuhi. Rapat (penetapan UMP) itu karena ada unjuk rasa lalu panik. Ketua dewan pengupahan yang juga Kadisnaker (Kepala Dinas Tenaga Kerja Kaltim Masri Hadi) berkesepakatan membuat angka-angka itu, aku tak ikut rapat jadi tak tahu," kata Gunawan, Kamis (26/6). Semestinya yang memimpin rapat adalah Asisten I Ketataprajaan Sjachruddin, agar netral. Ini pula salah satu yang membuat Apindo meninggalkan rapat saat pembahasan. "UMP yang Rp 815 ribu saja banyak yang tak bisa bayar, kok sekarang malah dinaikan. Mana ada yang sanggup toko, warung dan restoran bayar segitu," kata Gunawan menyesalkan.

Kadisnaker Masri Hadi mengaku, selama ini pemberlakukan UMP berjalan baik, meski sempat ada keberatan dari sejumlah perusahaan migas dan ritel karena kondisi ekonomi yang sulit. Total perusahaan di Kaltim 8.000 yang terdiri dari semua sektor. Berbeda dengan Masri, Gunawan justru mengungkapkan kondisi di lapangan tak seperti yang dikatakan Masri. "Memangnya mereka (disnaker) sanggup cross check ke semua perusahaan di Kaltim. Masih ada kok yang tak laksanakan UMP karena tidak mampu. Jangan cuma ngomong saja dia, mampu tidak pegawai mereka lihat ke lapangan. Kalau ini diterapkan akan menyebabkan pengusaha kecil gulung tikar, terpuruk," kata Gunawan.

Juru bicara Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kaltim Hasbi Ibrahim mengatakan, keputusan UMP Rp 1.389.560 adalah jumlah yang paling pantas/ layak pada kondisi sekarang. Diharapkan SK gubernur tepat diterbitkan tanggal 10 Juli sesuai hasil rapat di DPRD Kaltim, Rabu (25/6) lalu. Persoalan ketidakhadiran Apindo menurutnya tak masalah. "Kalau kita terus menunggu Apindo, yakin saja upah tak akan pernah naik. Beberapa kali rapat kan mereka tak hadir. Yang jelas, UMP harus direvisi dan kesepakatannya Rp 1.389.560 dan ini didukung DPRD," kata Hasbi tegas. (mei)

Denda Rp 100 Juta bagi Pelanggar
KEPALA Disnaker Kaltim Masri Hadi mengatakan, jika Surat Keputusan revisi UMP telah ditandatangani gubernur, harus langsung dilaksanakan. Bagi perusahaan yang melanggar akan dikenakan sanksi, yaitu denda Rp 100 juta atau kurungan setahun dan izin usahanya pun akan dicabut. Meski demikian bagi perusahaan yang tak mampu, dapat menyampaikan keberatannya pada Disnaker Kaltim atau dikenal dengan istilah masa sanggah. Nantinya, tim Disnaker akan terjun langsung melihat kebenaran guna dievaluasi. Jika benar terbukti tak sanggup, solusi yang ditawarkan yakni dengan melakukan efisiensi tenaga kerja atau PHK maupun efisiensi produksi. "Prinsipnya, SK revisi UMP itu wajib dijalankan perusahaan," tutur Masri. (mei)

Sumber : Tribunkaltim
Baca Lebih Lanjut....

DPRD Kaltim, Diserbu Ribuan Buruh

25/06/08 18:15
Samarinda (ANTARA News) - Ribuan pengunjuk rasa dari berbagai serikat pekerja dan buruh, elemen mahasiswa serta LSM yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM) dan Front Pembebasan Nasional (FPN), mengepung kantor DPRD Kaltim, Rabu. Selain menutup pintu masuk ke kantor DPRD Kaltim, aksi unjuk rasa yang dijaga ratusan personil Dalmas (Pengendali Massa) Satuan Samapta Poltabes Samarinda itu, juga berlangsung di depan pintu keluar DPRD Kaltim.

Aksi itu sempat memanas saat ratusan buruh membakar ban bekas persis di pintu masuk kantor DPRD Kaltim. Bahkan, beberapa buruh dan mahasiswa sempat mendobrak pintu gerbang kantor DPRD Kaltim, sehingga polisi langsung membuat barikade untuk mengantisipasi aksi anarkis para demonstran. Selain menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dan meminta pemerintah segera menurunkan harga sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) demonstran juga menuntut revisi UMP (Upah Minimum Provinsi) sebesar Rp 813.000 sesuai KHL (Kebutuhan Hidup Layak) sebesar Rp 1.389.560.

"UMP harus sesuai dengan KHL, bukan justru sebaliknya. Salah satu imbas kenaikan harga BBM, yakni semakin melambungnya harga sembako, sehingga, pemerintah provinsi harus menyesuaikannya," kata Humas aksi unjuk rasa buruh, Yohannes Da Silva kepada ANTARA di sela-sela aksi unjuk rasa. Secara bergantian, perwakilan serikat pekerja, mahasiswa dan LSM melakukan orasi, sementara sebagian buruh membagi-bagikan selebaran kepada warga. "Aksi ini akan terus kami lakukan hingga tuntutan kami dipenuhi oleh perusahaan," ungkap Yohannes Da Silva. Setelah bernegosiasi, polisi akhirnya mengizinkan 17 perwakilan pengunjuk rasa menemui anggota DPRD Kaltim untuk menyampaikan aspirasinya.

Perwakilan buruh dan mahasiwa diterima Ketua Komisi I DPRD Kaltim Zulkifli Alkaf. SH, bersama Ketua Dewan Pengupahan Provinsi (DPP), drs. H. Masri Hadi. Dalam rapat yang sempat berjalan alot itu disepakati, UMP Kaltim sebesar Rp1.389.560 dan keputusan itu diserahkan sepenuhnya ke Gubernur Kaltim. "Kami masih menunggu Surat Keputusan (SK) revisi UMP Kaltim, yang akan ditetapkan Gubernur Kaltim, sesuai usulan rapat yakni paling lambat tanggal 10 Juli 2008. Jika waktu yang ditetapkan tetapi belum ada keputusan, maka kami akan kembali menggelar aksi unjuk rasa dengan massa yang lebih besar," ancam humas aksi unjuk rasa buruh tersebut.

Aksi berakhir pukul 13.30 Wita. Namun, ratusan buruh kembali melanjutkan aksi dan bergabung dengan mahasiswa yang melakukan aksi mogok dengan cara jahit mulut di pintu masuk Kampus Universitas Mulawarman (Unmul).(*)
Baca Lebih Lanjut....

Senin, 23 Juni 2008

TOLAK KENAIKAN BBM ; MAHASISWA SAMARINDA JAHIT MULUT


Selasa, 24-06-2008 | 04:00:00
SAMARINDA, TRIBUN - Beberapa mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) melakukan mogok makan dengan cara yang lebih ekstrem: menjahit mulut! Aksi di kampus Unmul di Gunung Kelua, Samarinda, Senin (23/6) itu mereka lakukan sebagai protes terhadap pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Keprihatinan atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) melatarbelakangi aksi tujuh anggota Forum Aksi Kota Samarinda (Faksi) yang menggelar aksi jahit mulut dan mogok makan di kampus Universitas Mulawarman (Unmul), Gunung Kelua, Samarinda, Senin (23/6). Tujuh anggota Faksi tersebut masing-masing Gito Gamas mahasiswa Fisipol Unmul 2006, Eka Fauzi mahasiswa Fisipol Unmul 2006, Ronny mahasiswa Fisipol Unmul 2006, Heri Setiawan mahasiswa Fisipol Unmul 2003, Edi Susanto Fisipol Unmul 2004, Ahmad Safii dari Komunitas Anak Jalanan, dan Yono siswa SMK PGRI 1 Cendrawasih.

Lima mahasiswa Fakultas Universitas Mulawarman, seorang siswa SMK dan anak jalanan tersebut mulai menggelar aksi sekitar pukul 12.00. Bibir mereka dijahit di sisi kiri dan kanan bibir, sehingga menyulitkan untuk berbicara. Setibanya di posko tepat di jalan keluar Unmul, mereka duduk di bawah tenda. Sebagian juga langsung mengambil posisi berbaring untuk menghemat tenaga. Sementara itu, kawan-kawan mereka membagikan selebaran dan berorasi di luar kampus Unmul. Saat Tribun mencoba berkomunikasi dengan Gito Gamas, salah satu anggota Faksi yang menjahit bibirnya, mahasiswa Fisipol 2006 itu tampak kesulitan membuka mulutnya. Bahkan Gito sempat meringis kesakitan. Gito pun hanya bisa bergumam saja namun tak jelas apa yang dikatakannya. Dengan tatapan kosong, Gito menatap ke depan melihat lalu lalang kendaraan yang melintas di posko tersebut.

Menurut Idham Humas Forum Kota Samarinda, aksi yang dilakukan tujuh kawannya bukan untuk mencari sensasi belaka. "Jadi aksi ini kami lakukan bukan untuk cari popularitas tapi juga bagian dari penegakan reformasi. Sejak masa pemerintahan SBY-JK, sudah tiga kali kenaikan BBM, awalnya naik 30 persen, kedua naik hingga 120 persen dan ketiga naik 30 persen," kata Japun--sapaan akrabnya, saat ditemui di posko di pintu keluar Unmul Jalan M Yamin. Diungkapkannya, aksi jahit mulut dan mogok makan tidak hanya didasarkan kenaikan BBM belaka, keprihatinan terhadap penderitaan rakyat membuat mereka memutuskan untuk melakukan aksi tersebut. "Jadi ini juga bagian dari apresiasi kami terhadap penderitaan rakyat Indonesia. Bukan hanya di Jakarta saja, tetapi masyarakat Kaltim yang disebut-sebut daerah kaya juga merasakan penderitaan ketika BBM dinaikkan," tuturnya. Faksi Samarinda membeberkan lima butir tuntutan mereka yakni tolak kenaikan harga BBM, tolak privatisasi aset, segera turunkan harga sembako, nasionalisasi aset sumber daya alam dan turunkan SBY-JK. Namun bila tuntutan tak kunjung dikabulkan, lantas sampai kapan aksi akan dilakukan? "Kami tidak menargetkan sampai kapan, yang pasti aksi ini kami lakukan sampai kawan kami 'tumbang' atau tidak mampu lagi melaksanakan aksi mogok makan ini. Namun, bila ada relawan baru yang mau ikut maka kami akan melanjutkan aksi ini," kata Japun. Tujuh anggota Faksi tersebut juga akan menginap di lokasi tersebut, hingga aksi mereka mendapat respon. "Bila salah satu kawan kami membutuhkan perawatan maka kami akan segera membawanya ke dokter. Kalaupun aksi ini belum berhasil maka kami tidak akan berhenti dan akan terus melakukan aksi lainnya," ujarnya. (may)

Sumber : Tribun Kaltim, 24 Juni 2008
Baca Lebih Lanjut....

KRISIS PANGAN : AKIBAT DARI KESALAHAN FATAL YANG TERSISTEMATIS


Oleh : Achmad Dedy*

“Ayam Mati Dalam Lumbung Padi”. Audogium ini sepertinya menggambarkan kondisi rakyat indonesia yang mengalami krisis pangan ditengah-tengah sumber daya alamnya yang melimpah.

Pengantar
Akhir-akhir ini santer dibicarakan dan diberitakan diberbagai media massa di Indonesia baik di media cetak maupun di media elektronik bahwa indonesia tengah dilanda malapetaka krisis pangan. Selain langkanya ketersediaan pangan di pasar, harga barang kebutuhan pokok mulai dari beras, minyak ,tahu, tempe terus membumbung tinggi. Memang agak menggilitik dan ironis mengingat indonesia terkenal dengan kekayaan agraria dan maritimnya. Tanpa bermaksud memvonis pemerintah namun kita pastinya sepakat bahwa negara atau yang dalam hal ini adalah pemerintah lah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kelangsungan ketersediaan pangan bagi rakyatnya. Sepintas terdapat keterhubungan yang kabur antara bencana krisis pangan ini dengan serangkaian kebijakan ekonomi-politik yang diambil oleh pemerintah. Padahal, akar semuanya adalah kesalahan pemerintah dalam melihat masalah dan mengambil keputusan mengenai persoalan pangan. Entah apakah ini kesalahan yang disengaja atau tidak, yang pastinya semua ini tidak terlepas dari intervensi kepentingan ekonomi politik pengusaha-pengusaha internasional untuk melebarkan pangsa pasarnya dengan program Neo-liberalisasi. Dan karenanya itu kesalahan ini bersifat sistematis.

Pasca krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu, terdapat kecenderungan mengimpor komoditas pertanian karena hanya melihat harganya lebih murah tanpa melihat kemungkinan-kemungkinan dampak yang terjadi akibat kebijakan impor tersebut. Salah satu akibat yang paling mungkin terjadi adalah ketergantungan pada produk impor, hal ini diperparah lagi oleh produksi dalam negeri terlanjur rusak. Ilusi impor dengan tawaran harga murah dengan kualitas tinggi adalah upaya sistematis dari kapital-kapital internasional agar komoditas pangan seperti beras daging sapi, jagung, ikan dapat masuk ke indonesia hingga menciptakan ketergantungan.

Di levelan mikro, upaya tersistematis ini bisa terlihat dalam perdagangan kedelai. Harga selalu ditekan. Langkah yang dilakukan pedagang kedelai impor adalah menjual kedelai impor sekitar Rp 500 di bawah harga kedelai lokal. Semisal pada tahun 2002, saat harga kedelai lokal Rp 2600 per kilogram, pada saat yang sama pedagang kedelai impor tersebut menantang dengan mematok harga Rp 2100 per kilogram (Kompas). Ini jelas akan mengarah pada ambruknya produksi kedelai dalam negeri. Yang rugi adalah rakyat indonesia sendiri khususnya kaum petani karena salain tingkat produktivitasnya menurun juga banyak yang harus kehilangan mata pencahariannya akibat dari kalah bersaing dengan produsen luar. Ujung-ujungnya menciptakan pengangguran baru. Dalam kurun waktu dua bulan pertama tahun 2008, sekitar 10-20 persen dari 20.200 pengusaha mikro gulung tikar (Fajar).

Pada tingkatan makro, upaya pemerintah untuk memberi intensif bagi petani agar memproduksi kedelai juga sama sekali tidak berjalan. Pengenaan bea masuk sebesar 10 persen juga tidak mampu menolong petani. Tekanan kebutuhan lahan untuk nonpertanian juga mengurangi areal lahan tanaman kedelai. Dalam kurun waktu 1999-2002 di indonesia telah terjadi alih fungsi lahan sawah untuk kepentingan diluar pertanian seluas 563.159 hektar (Kompas). Disamping itu permainan pengusaha di levelan internasional. Mereka memang sengaja untuk membuat jebakan impor (jebakan liberalisasi) untuk mendapatkan pasar yang luas. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 210 juta jiwa, indonesia merupakan lahan pasar yang sangat basah dan besar.

Penguatan Industri Nasional : Salah Satu Solusi Alternatif Untuk Mengatasi Bukan Hanya Krisis Pangan Tapi Juga Krisis Ekonomi Secara Umum Yang Melanda Indonesia

Untuk menjawab berbagai krisis ekonomi yang melanda indonesia termasuk krisis pangan maka salah satu hal utama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan kemandirian dan penguatan industri nasional. Kita harus mulai membangun industri yang berkemandirian. Kita harus memusatkan kekuatan seluruh negeri untuk membangun industri yang berbasis pertanian dan perikanan, pariwisata, dan pertambangan, yang merupakan keunggulan komparatif bangsa indonesia. Bukan saja ekstraksi (penggalian) sumberdaya alam itu yang dijalankan secara industrial, melainkan juga pengolahannya. Pemerintah Indonesia harus mengambil inisiatif untuk mengembangkan sektor-sektor ini menjadi industri yang tangguh.

Pemerintah harus mulai membangun beberapa BUMN yang bergerak di sektor pertanian, perikanan dan pariwisata, sambil memperkuat sektor pertambangan dengan membangun instalasi pengolahan bahan tambang mentah secara bertahap. Disadari bahwa industri pengolahan hasil tambang membutuhkan dana yang sangat besar, oleh karena itu, keuntungan dari sektor industri pertanian, perikanan dan pariwisata yang akan membiayainya. Industrialisasi pertanian dan perikanan tidak hanya ditempuh dengan mekanisasi (dimasukkannya permesinan), namun dengan mengorganisir petani dan nelayan kecil, membangun organisasi di tengah mereka, melatih dan bersama mereka menyusun program perekonomian kolektif-mandiri, dan meningkatkan kemampuan mereka mendayagunakan permesinan yang akan dipasok pada mereka. Program pertanian organik terpadu dapat dicoba di sektor pertanian – terdiri dari satu lahan yang luasnya minimal 30 hektar, dengan dilengkapi peternakan sebagai pemasok pupuk kandang, penangkaran predator pemakan hama, unit penggilingan dan pergudangan. Sementara di sektor perikanan dapat dibangun unit-unit penangkapan ikan terpadu – yang masing-masing terdiri dari kapal-kapal penangkap ikan berukuran 20-30 gross ton, unit pabrik es, unit pengalengan dan unit transportasi. Unit-unit usaha ini dikelola dengan model kepemilikan bersama antara pemerintah dan organisasi rakyat – tentu dengan modal sepenuhnya dari pemerintah. Dalam bidang pariwisata dapat didorong pembentukan unit-unit eko-turisme, pariwisata yang menjual kenikmatan alam yang terawat dengan baik. Misalnya saja, pembangunan Taman Nasional sebagai tempat tujuan wisata. Saat ini, pembangunan Taman Nasional masih bertentangan dengan kepentingan rakyat untuk memiliki tanah. Jika kelak Taman Nasional ini dikelola secara kolektif bersama organisasi-organisasi rakyat, diharapkan pertentangan ini tidak lagi terjadi.

Pembangunan industri pertanian, perikanan dan pariwisata ini harus dijadikan pijakan awal untuk mengumpulkan modal bagi pembangunan industri yang sifatnya industri dasar: pengolahan barang tambang, industri kimia dasar, dan industri permesinan. Kerjasama internasional dengan rejim-rejim progresif di negeri-negeri lain diharapkan mampu memberi akses pada teknologi, yang tidak akan kita dapatkan jika kita masih terus-menerus bergantung pada kedekatan politik dengan Amerika Serikat. (Manifesto Ekonomi PRP)

*Penulis adalah Anggota PRP Makassar & Koordinator Sentra Gerakan Progresif (SERGAP) Makassar
Baca Lebih Lanjut....

Senin, 09 Juni 2008

UCAPAN SELAMAT BUAT PENGURUS TERPILIH ABM WILAYAH KAL-TIM

Salam Rakyat Pekerja,-

Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) Komite Kota Persiapan Samarinda, mengucapkan :

"SELAMAT ATAS TERPILIHNYA BUNG FITRI LARI (SBMI) dan BUNG FADLI (SP LNG) Sebagai Koordinator dan Wakil Koordinator Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Wilayah kalimantan Timur".


Semoga Rakyat Pekerja dimanapun berada, akan semakin kuat dalam persatuan, dan kian besar dalam kebersamaan....!!!

Perhimpunan Rakyat Pekerja
(PRP)
Komite Kota Persiapan Samarinda


Ismed Soerya
Sekretaris Kota


Baca Lebih Lanjut....

Jumat, 06 Juni 2008

OUTSOURCING DAN MASA DEPAN KAUM BURUH INDONESIA


Oleh : Herdiansyah "Castro" Hamzah*

“Buruh dan industri, adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Tanpa Buruh, mesin-mesin di pabrik sana, hanyalah besi tua yang berkarat.
Maka, sungguh naïf jika Negara menafikan posisi kaum buruh sebagai tulang punggung perekonomian”.


Pengantar
Perubahan dalam penerapan hasil teknologi modern dewasa ini banyak disebut-sebut sebagai salah satu sebab bagi terjadinya perubahan sosial, termasuk di bidang hukum ketenagakerjaan. Termasuk logika ekonomi kapitalistik, dimana hubungan produksi serta tenga kerja, dikembangkan secara ekspolitatif, telah memberikan perubahan mendasar pada tatanan sistem masyarakat dunia. Robert A. Nisbet dalam bukunya: “Social Change and History”, menyebutkan bahwa, “perubahan di dalam susunan masyarakat yang disebabkan oleh munculnya golongan buruh. Demikian halnya dengan pengertian hak milik yang semula mengatur hubungan yang langsung dan nyata antara pemilik dan barang, juga mengalami perubahan karenanya”. Sifat-sifat kepemilikan menjadi berubah, oleh karena sekarang “Barang siapa yang memiliki alat-alat produksi bukan lagi hanya menguasai barang, tetapi juga menguasai nasib ribuan manusia yang hidup sebagai buruh” . Dari sinilah landasan awal mengapa dan kenapa nasib pekerja hingga hari ini masih menjadi hal yang mutlak ditentukan sepenuhnya oleh pengusaha. Pekerja menjadi manusia yang tidak bebas, pekerja menjadi layaknya seorang budak yang hidup matinya ditentukan oleh pemiliki modal. Bahkan dewasa ini, muncul trend baru ketengakerjaan yang hakikatnya merupakan wujud legal dari perdagangan manusia oleh manusia layaknyanya barang dagangan (trafficking). Inilah yang sering diistilahkan dengan model dan bentuk sistem kerja fleksibel yang kita sebut dengan, “Outsourcing”.

Istilah outsourcing belakangan ini memang sering diperbincangkan oleh berbagai kalangan, baik mereka yang menganjurkan sistem kerja ini dipraktekkan dalam perusahaan, maupun mereka yang menolaknya dengan anggapan outsourcing merupakan wujud dari pengingkaran serta penghilangan hak-hak dasar pekerja. Outsourcing sendiri mulai ramai diperdebatkan d Indonesia, pasca diterbitkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan, dimana aturan tersebut ditengarai sebagai palang pintu lahirnya sistem kerja outsourcing yang sekarang dipraktekkan dimana-mana. Sebenarnya, didalam undang-undang ini, tidaklah mengenal penyebutan istilah outsourcing. Akan tetapi, pengertian dari outsourcing itu sendiri dapat dilihat dalam bebera ketentuan. Salah satunya adalah yang tertuang dalam pasal 64 Undang-undang ketengakerjaan ini, yang isinya menyatakan bahwa outsourcing merupakan suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

Sementara dalam konteks hukum, pada pasal 1601 b KUH-Perdata, outsoucing disamakan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan. Sehingga pengertian outsourcing secara tersirat dapat diartikan sebagai sebuah perjanjian, dimana pemborong mengikat diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan pihak yang lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu.

Outsourcing sendiri secara harfiah berasal dari kata “out” yang berarti keluar dan “source” yang berarti sumber. Dari pengertian tersebut, maka dapat ditarik suatu definisi operasional mengenai outsourcing yaitu ; suatu bentuk perjanjian kerja sama antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah uang, namun upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B kepada tenga kerja yang disuplay. Tenaha kerja inilah yang disebut dengan pekerj outsourcing. Nah, yang menjadi pertanyaan mendasar sekarang adalah, perusahaan mana yang bertanggung jawab terhadap pekerja outsourcing? Pekerja outsourcing memang disalurkan oleh penyedia jasa, akan tetapi pekerja outsourcing tersebut berhadapan dengan resiko pekerjaan yang akan dialami ditempat dia bekerja. Untuk itu, tulisan ini mencoba sedikit memberikan alasan-alasan mengapa dan kenapa system kerja outsourcing dan kontrak harus kita tolak dalam praktek ketenegakerjaan di Negara kita.

Menelanjangi Kebohongan Pendukung Outsourcing
Berbagai argumentasi yang mengarah kepada pembenaran praktek outsourcing, telah mengemuka dalam masyarakat kita. Bahkan tak sedikit yang terpengaruh, dan berujung dengan kepasrahan untuk menerimanya. Untuk itu, diperlukan sebuah upaya untuk menelanjangi, “bahwa system kerja outsourcing seperti pembenaran yang mereka lakukan, adalah salah didepan keadilan dan kebebasan pekerja”. Mari kita lihat satu persatu argumen-argumen tersebut.

Pertama, mereka mengatakan bahwa dengan praktek outsourcing, maka akan mampu menyerap lapangan kerja dan mengatasi pengangguran. Argumen ini berdasarkan asumsi bahwa jika pola system kerja outsourcing yang diterapkan, maka secara langsung membuka kesempatan bagi siapa saja untuk berkompetisi. Bahkan bagi mereka yang sebelumnya berada pada sektor informal, dapat terseret kedalam sector formal yang lebih terproteksi dan menjanjikan. Pertanyaannya kemudian, apakah pola ini tidak memerlukan pola adaptasi kerja yang lama?. Inilah salah satu kelemahan system kerja outsourcing ini. Harapan untuk meningkatkan kinerja dan keuntungan perusahaan, justru akan menjadi boomerang dikemudian hari. Misalnya saja seorang pekerja tekstil dengan status outsourcing, tentu akan menjadi gagap ketika harus dengan tiba-tiba disalurkan keperusahaan pertambangan atau alat berat. Begitupun sebaliknya, seorang pekerja tambang, tentu akan merasa terasing ketika tiba-tiba harus dislaurkan kesektor jasa atau retail. Bukankah pola ini justru akan berakibat kontra-produktif terhadap kinerja perusahaan?. Apakah ini yang disebut dengan efektifitas kerja dari pola outsourcing?. Sama sekali tidak…….!!!

Kedua, mereka menganggap bahwa dengan praktek kerja outsourcing, maka pendapatan perusahaan akan lebih maksimal, sehingga tingkat upah pekerja akan lebih terjamin (balance of salary). Ukuran stabilitas internal perusahaan ini lebih dititik beratkan pada asumsi bahwa perusahaan tidak lagi dibebankan untuk memikirkan upah pekerja, namun akan lebih focus untuk mengejar target pasar komoditasnya.

Ketiga, outsourcing akan lebih mampu menyerap tenaga kerja tanpa diskriminasi. Alasan ini lebih kepada mengugat pola praktek perusahaan keluarga (closed corporation) yang lebih mengukur serapan tenaga kerja suatu perusahaan berdasarkan garis keturunan dan hubungan kekeluargaan . Hal ini dianggap menghalangi perusahaan untuk memenuhi mekanisme pasar. Dengan praktek outsourcing, tradisi yang sudah using ini akan secara otomatis terkikis. Secara prinsip, outsourcing akan lebih membuka persaingan tenaga kerja yang lebih kompetitif sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Kenapa Kita Harus Menolak Outsourcing???
Pertama, sistem kerja outsourcing membuat status hubungan kerja buruh menjadi tidak jelas. Misalnya begini ; jika kita bekerja pada perusahaan A (second company), dimana sebelumnya kita disalurkan oleh perusahaan B (parent company), maka ketika terjadi pelaggaran hak-hak normatif (upah dibayar lebih rendah dari UMP/UMK, jam kerja yang berlebihan, lembur yang tidak dibayar, tunjangan hari raya yang tidak diberikan, pelarangan cuti, PHK, dll), maka akan timbul suatu pertanyaan ; kepada siapa kita harus menuntut? Apakah kepada perusahaan A yang mempekerjakan kita, ataukah kepada perusahaan B yang menyalurkan kita?. Ketidakjelasan ini membuat kita sulit dan bingung mengenai hubungan kerja kita. Bahkan lebih parahnya lagi, baik perusahaan A maupun perusahaan B, saling lempar tanggung jawab terhadap tuntutan yang kita inginkan.

Kedua, outsourcing berakibatkan kepada semakin lemahnya posisi buruh dalam perusahaan. Hal tersebut dilator belakangi oleh status kita yang berbentuk hubungan kerja yang sifatnya sementara dengan masa kerja yang ditetapkan selama kurung waktu tertentu (1 tahun, 2 tahun, bahkan ada yang hanya berkisar 3-4 bulan). Hal ini berakibat semakin kuatnya posisi pengusaha jika berhadapan dengan pekerja, sehingga memberikan ruang yang sangat besar bagi pengusaha tersebut untuk menindas buruh dalam perusahaannya. Pengusaha dapat dengan sewenang-wenang memberhentikan buruh (PHK) sesuai dengan kemauannya. Ketakutan berserikat, berkumpul, menuntu perbaikan, serta menyatakan pendapat-pun menjadi terbatasi akibat posisi tawar buruh yang lemah ini, ditambah ancaman PHK yang sewaktu-waktu dapat dilakukan oleh pengusaha.

Ketiga, outsourcing akan menghilangkan hak serta jaminan masa depan buruh. Apa itu jaminan masa depan?. Sederhananya, merupakan jaminan biaya hidup yang harus dihadirkan oleh perusahaan jika suatu saat nanti buruh sudah tidak memiliki produkstivitas kerja yang baik dan maksimal akibat factor fisik (pension), dan atau penghargaan kerja yang menjadi kewajiban pengusaha akibat terputusnya hubungan kerja (PHK). Sebagai contoh ; Jika bagi mereka yang berstatus pekerja tetap berhak mendapatkan Jaminan Hari Tua (JHT), maka yang bekerja dengan status outsourcing tidak berhak mendapatkan apa-apa. Jika pekerja tetap mendapatkan pesangon pada saat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka pekerja yang berstatus outsourcing jangan pernah berharap akan memperoleh pesangon.

Keempat, outsourcing mempraktekkan dehumanisasi atau pengingkaran hak dasar seseorang layaknya manusia yang bebas dan merdeka. System kerja outsourcing ini sama sekali tidak menghargai buruh layaknya sebagai seorang manusia. Sebab, outsourcing tidak lebih dari bentuk perdagangan manusia kepada manusia lainnya (trafficking). Dimana buruh tak ubahnya seperti barang yang diperjual belikan dengan seenaknya oleh pengusaha.

Kelima, outsourcing akan mengakibatkan tingkat pengangguran yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh syarat kerja outsourcing yang menekankan keterampilan kerja (labour skill) yang kompetitif, sementara kondisi buruh di Indonesia sama sekali belum memadai untuk memiliki keterampilan multi-bidang. Misalnya saja seorang buruh disektor informal yang tiba-tiba harus diserap oleh sector formal, maka akan menjadi kontra-produktif akibat adaptasi yang membutuhkan waktu yang lama.

Keenam, outsourcing akan semakin meminimalisir fungsi dan peran serikat (worker’s organization) dalam perusahaan, bahkan akan dihilangkan sama sekali jika perusahaan menghendakinya. Hal tersebut dikarenakan hubungan kerja kita dalam perusahaan akan lebih bersifat individu, antara pekerja dengan pengusaha. Dengan demikian upaya perjuangan hak dan kepentingan kita melalui serikat, akan semakin terbatasi secara langsung, terlebih ketika ancaman PHK oleh perusahaan semakin mudah dilakukan setiap saat akibat posisi tawar yang lemah tersebut.

Jika praktek outsourcing ini terus terjadi, dan bahkan semakin meluas, maka dapat dipastikan bahwa buruh sepenuhnya akan menjadi sapi perah bagi yang mengupahnya. Buruh tak akan mampu berdiri sendiri sebagai seorang pekerja yang memiliki derajat layaknya seorang manusia yang berhak mendapatkan hak secara jasmani dan rohani.

*Penulis adalah anggota Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) Samarinda
Baca Lebih Lanjut....