Selamat Datang di Blogsite KPO PRP Samarinda.

Sabtu, 28 Juni 2008

Samarinda Inflasi 2,08 Persen, Balikpapan 0,45 Persen

Senin, 09 Juni 08 - oleh : redaksi

Samarinda, rahasiabesar.com - Kalimantan Timur pada bulan Mei 2008 mengalami inflasi sebesar 1,33 persen, atau terjadi Kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 167,85 pada bulan April 2008 menjadi 170,08 pada bulan Mei 2008. Dengan angka inflasi tersebut, maka laju inflasi tahun kalender 2008 (Januari-Mei 2008) Kalimantan Timur telah mencapai 5,91 persen dan laju inflasi ‘year on year’ (Mei 2008 terhadap Mei 2007) mencapai 12,54 persen. Kota Samarinda mengalami inflasi sebesar 2,08 persen dan Kota Balikpapan mengalami inflasi sebesar 0,45 persen. Dengan demikian untuk kedua kota ini laju inflasi laju inflasi tahun kalender 2008 (Januari-Mei 2008) masing-masing telah mencapai 6,72 dan 4,97 persen dan laju inflasi ’year on year’ (Mei 2008-Mei 2007) masing-masing mencapai 13,53 dan 11,38 persen.

"Berdasarkan hasil pemantauan Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Mei 2008, Kalimantan Timur mengalami inflasi sebesar 1,33 persen, atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 167,85 pada bulan April 2008 menjadi 170,08 pada bulan Mei 2008. Dengan angka inflasi tersebut, maka laju inflasi tahun kalender 2008 (Januari-Mei 2008) Kalimantan Timur telah mencapai 5,91 persen dan laju inflasi ‘year on year’ (Mei 2008 terhadap Mei 2007) mencapai 12,54 persen," kata Kepala BPS Kaltim Joni Anwar didampinggi Achmad Zaini Kabid IPDS dalam jumpa pers belum lama ini.
Ditambahkannya, inflasi terjadi terutama karena kenaikan harga pada beberapa kelompok pengeluaran yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok barang dan jasa yakni sebagai berikut: kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 1,96 persen. kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,95 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,69 persen, kelompok bahan makanan 1,03 persen, kelompok kesehatan 0,23 persen dan Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami kenaikan 0,03 persen sedangkan kelompok yang mengalami penurunan adalah kelompok sandang -0,42 persen.

Pada bulan Mei 2008 kelompok-kelompok komoditi yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah sebagai berikut: kelompok bahan makanan sebesar 0,31 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,31 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,45 persen; kelompok sandang -0,02 persen; kelompok kesehatan 0,01 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,00 persen dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,27 persen. " Jika dirinci menurut kota, Samarinda dan Balikpapan pada bulan Mei ini mengalami inflasi sebesar 2,08 dan 0,45 persen. Dengan demikian untuk kedua kota ini laju inflasi tahun kalender 2008 (Januari-Mei) masing-masing telah mencapai 6,72 dan 4,97 persen. Sedangkan laju inflasi year on year (Mei 2007-Mei 2008) masing-masing mencapai 13,53 persen dan 11,38 persen," jelasnya. Menurut Zaini, laju inflasi Kalimantan Timur tahun 2008 sampai dengan Mei telah mencapai 5,91 persen, sedangkan pada periode yang sama inflasi tahun kalender 2006 dan 2007 masing-masing sebesar 2,62 dan 1,92 persen. Sedangkan laju inflasi ‘year on year’ Kalimantan Timur untuk bulan Mei 2008 terhadap bulan Mei 2007 sebesar 12,54 persen. Sementara laju inflasi ‘year on year’ untuk bulan Mei 2006 terhadap Mei 2005 sebesar 14,42 persen dan Mei 2007 terhadap Mei 2006 sebesar 5,32 persen. Jika dirinci menurut kota, Laju inflasi Kota Samarinda tahun 2008 sampai dengan Mei tercatat sebesar 6,72 persen sedangkan inflasi tahun kalender pada periode yang sama tahun kalender 2006 dan 2007 masing-masing sebesar 2,53 dan 2,64 persen. Sedangkan Kota Balikpapan sampai dengan bulan Mei 2008 sebesar 4,97 persen sedangkan inflasi pada periode yang sama tahun kalender 2006 dan 2007 masing-masing sebesar 2,71 dan 1,09 persen. Sedangkan laju inflasi ‘year on year’ Kota Samarinda untuk Mei 2008 terhadap Mei 2007 sebesar 13,53 persen. Sedangkan laju inflasi ‘year on year’ untuk bulan Mei 2006 terhadap Mei 2005 sebesar 14,20 persen dan Mei 2007 terhadap Mei 2006 sebesar 6,61 persen. Sementara laju inflasi ‘year on year’ Kota Balikpapan untuk bulan Mei 2008 terhadap bulan Mei 2007 sebesar 11,38 persen. Sedangkan laju inflasi ‘year on year’ untuk bulan Mei 2006 terhadap Mei 2005 sebesar 14,67 persen dan Mei 2007 terhadap Mei 2006 sebesar 3,86 persen. (pkt/john)
Sumber : Rahasiabesar.com
Baca Lebih Lanjut....

Masyarakat Diminta Tak Pilih Politisi Busuk

Senin, 23 Juni 2008
Jelang Pileg 2009, Ganti-Pobus Kaltim Dideklarasikan

SAMARINDA, Koran Kaltim - Ratusan aktivis dari berbagai organisasi mendeklarasikan Gerakan Nasional Tidak Pilih Politisi Busuk (Ganti-Pobus) Kaltim di Lapangan Basket Tepian Mahakam Jalan Martadinata Samarinda berlangsung siang kemarin. Adapun deklaratornya yakni Pokja 30, PMII Samarinda, Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Samarinda, Naladwipa Institute, Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Kaltim, PKL Odah Etam, PRP Samarinda, BEM STAIN Samarinda, Roedy Haryo AMZ (Budayawan), Kismanto (Komunitas Silang Budaya), JARI Kaltim, Force Kaltim, Slankers, Orang Indonesia (OI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kaltim. Deklarasi tersebut menarik perhatian pengguna jalan yang melintas, karena selain acara deklarasi masyarakat hadir juga dihibur musik band, pembacaan puisi dan orasi politik. Acara ini dimaksudkan agar masyarakat tak lagi memilih politisi busuk saat Pemilu Legislatif (Pileg) 2009. “Kami meminta masyarakat agar tak lagi memilih politisi busuk pada saat Pileg 2009,” kata Penanggungjawab Deklarasi Ganti Pobus Kaltim Sukamto kepada Koran Kaltim disela acara tersebut.

Acara ini merupakan tindak lanjut deklarasi Ganti Pobus di Jakarta pada 25 Mei 2008 sebagai mengampayekan gerakan anti politisi busuk kepada masyarakat. “Ini tahapan awal di Kaltim. Setelah deklarasi nasional Ganti Polbus maka kami menindaklanjutinya di Kaltim,” paparnya. Ia manambahkan Ganti Pobus menyerukan kepada rakyat agar menolak politisi busuk khususnya memiliki ciri seperti boros, tamak, penjahat dan pencemar lingkungan. Selain itu pelaku kekerasan hak asasi manusia (HAM), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pemakai narkoba, pelindung bisnis narkoba dan pelaku penggusuran dan tindakan tak melindungi hak rakyat.

“Kami meminta kepada elit politik untuk segera membenahi mekanisme rekruitmen internal dan menghilangkam praktek dagang sapi,” tegasnya. Pihaknya juga meminta elit politik segera memproses kadernya yang diduga bermasah hokum. Kepada pemilih agar memberikan sanksi bagi politisi busuk dalam bentuk tidak memilih mereka di Pileg 2009. (kh)

Sumber : Koran Kaltim
Baca Lebih Lanjut....

Jumat, 27 Juni 2008

UMP Kaltim Naik Menjadi Rp. 1.389.560,-

Kamis, 26-06-2008 | 04:00:00
SAMARINDA, TRIBUN - Keinginan para buruh di Kaltim mengenai adanya kenaikan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) akan segera terwujud. Hasil pertemuan Disnakertrans Kaltim, DPRD dan sejumlah perwakilan buruh maupun Serikat Pekerja di Gedung DPRD Kaltim, Rabu (25/6) akhirnya menyepakati kenaikan UMP 2008 menjadi Rp 1.389.560. Sebelumnya, UMP Kaltim 2008 hanya Rp 815.000. Tingkat kenaikan yang mencapai 70 persen ini, menurut juru bicara Front Pembebasan Nasional (FPN) Phitiri Lari, didasarkan atas kondisi nyata di lapangan mengenai tingginya kebutuhan hidup. Setelah naiknya barang-barang berikut kenaikan BBM, kebutuhan hidup layak (KHL) di Kaltim kontan melonjak 100 persen.Menurut rencana, UMP baru ini akan segera dibuat surat keputusannya. Paling lambat tanggal 10 Juli 2008, Gubernur Kaltim sudah membuatkan SK. Dengan begitu, mulai pertengahan tahun ini, UMP baru sudah harus diberlakukan.

"Yang pasti pada pertengahan tahun ini, UMP Kaltim sudah harus direvisi. Kesepakatannya tanggal 10 Juli sudah di SK-kan gubernur," tegas Phitiri. Pada pertemuan kemarin, tak seorang pun pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang ikut. Padahal sebelum pertemuan dimulai, Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Apindo Kaltim Gunawan Wibowo terlihat berada di gedung dewan.Pembahasan revisi UMP pasca kenaikan harga BBM ini, adalah pertemuan kesekian kalinya. Pada pertemuan di DPRD Kaltim tanggal 13 Juni, Gunawan menyatakan menyetujui kenaikan UMP, tapi pihak anggota dewan pengupahan dari unsur Apindo walk out, karena tak sepakat dengan pernyataan Gunawan.

Sebelum disepakati revisi UMP, ribuan buruh lebih dulu berunjuk rasa damai, baik di Kantor Gubernur maupun di DPRD Kaltim. Seperti terjadi kemarin, aksi unjukrasa masih mewarnai. Ada dua aksi yang sama, yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Kahutindo dan FPN. Bedanya, selain menuntut revisi UMP, FPN juga menyerukan diturunkannya harga BBM dan kebutuhan bahan pokok serta nasionalisasi aset negara di bawah kontrol rakyat. Massa FPN juga sempat mengecam tindakan represif yang kerap dilakukan aparat keamanan terhadap masyarakat, seperti peristiwa di Universitas Nasional yang memakan korban jiwa. Usai unjuk rasa, massa FPN berkonvoi menuju posko mahasiswa yang melakukan aksi jahit mulut di Unmul, sebagai bukti solidaritas terhadap perjuangan mereka. Pertemuan kemarin dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Zulkifli Alkaf dan dihadiri Kepala Disnakertrans Kaltim Masrie Hadi serta sejumlah anggota dewan, di antaranya Husni Thamrin, Hj Djubaidah Nukhtah, Darlis Pattalongi, Sutarno Wijaya, dan Entjik Widyani. (mei)

Sumber : Tribunkaltim
Baca Lebih Lanjut....

APINDO Kaltim Tolak Kenaikan UMP

Jumat, 27-06-2008 | 04:00:00
SAMARINDA, TRIBUN - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim menolak rencana kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kaltim 2008 sebesar Rp 1.389.560. Jika rencana itu tetap diteken oleh Gubernur Kaltim, maka ketetapan itu dinilainya cacat hukum. Sebab Apindo sama sekali tak dilibatkan. Menurut Ketua Apindo Kaltim Gunawan Wibisono di Balikpapan, Kamis 26/6), UMP mestinya dibahas bersama oleh unsur tripartit, yakni pemerintah, pekerja dan pengusaha. Kenyataannya, pihaknya tak dilibatkan saat revisi UMP 2008 disepakati menjadi sebesar itu. Sebelumnya, UMP 2008 Kaltim hanya Rp 815.000.

"Kalau produknya saja cacat hukum tak perlu untuk dipatuhi. Rapat (penetapan UMP) itu karena ada unjuk rasa lalu panik. Ketua dewan pengupahan yang juga Kadisnaker (Kepala Dinas Tenaga Kerja Kaltim Masri Hadi) berkesepakatan membuat angka-angka itu, aku tak ikut rapat jadi tak tahu," kata Gunawan, Kamis (26/6). Semestinya yang memimpin rapat adalah Asisten I Ketataprajaan Sjachruddin, agar netral. Ini pula salah satu yang membuat Apindo meninggalkan rapat saat pembahasan. "UMP yang Rp 815 ribu saja banyak yang tak bisa bayar, kok sekarang malah dinaikan. Mana ada yang sanggup toko, warung dan restoran bayar segitu," kata Gunawan menyesalkan.

Kadisnaker Masri Hadi mengaku, selama ini pemberlakukan UMP berjalan baik, meski sempat ada keberatan dari sejumlah perusahaan migas dan ritel karena kondisi ekonomi yang sulit. Total perusahaan di Kaltim 8.000 yang terdiri dari semua sektor. Berbeda dengan Masri, Gunawan justru mengungkapkan kondisi di lapangan tak seperti yang dikatakan Masri. "Memangnya mereka (disnaker) sanggup cross check ke semua perusahaan di Kaltim. Masih ada kok yang tak laksanakan UMP karena tidak mampu. Jangan cuma ngomong saja dia, mampu tidak pegawai mereka lihat ke lapangan. Kalau ini diterapkan akan menyebabkan pengusaha kecil gulung tikar, terpuruk," kata Gunawan.

Juru bicara Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kaltim Hasbi Ibrahim mengatakan, keputusan UMP Rp 1.389.560 adalah jumlah yang paling pantas/ layak pada kondisi sekarang. Diharapkan SK gubernur tepat diterbitkan tanggal 10 Juli sesuai hasil rapat di DPRD Kaltim, Rabu (25/6) lalu. Persoalan ketidakhadiran Apindo menurutnya tak masalah. "Kalau kita terus menunggu Apindo, yakin saja upah tak akan pernah naik. Beberapa kali rapat kan mereka tak hadir. Yang jelas, UMP harus direvisi dan kesepakatannya Rp 1.389.560 dan ini didukung DPRD," kata Hasbi tegas. (mei)

Denda Rp 100 Juta bagi Pelanggar
KEPALA Disnaker Kaltim Masri Hadi mengatakan, jika Surat Keputusan revisi UMP telah ditandatangani gubernur, harus langsung dilaksanakan. Bagi perusahaan yang melanggar akan dikenakan sanksi, yaitu denda Rp 100 juta atau kurungan setahun dan izin usahanya pun akan dicabut. Meski demikian bagi perusahaan yang tak mampu, dapat menyampaikan keberatannya pada Disnaker Kaltim atau dikenal dengan istilah masa sanggah. Nantinya, tim Disnaker akan terjun langsung melihat kebenaran guna dievaluasi. Jika benar terbukti tak sanggup, solusi yang ditawarkan yakni dengan melakukan efisiensi tenaga kerja atau PHK maupun efisiensi produksi. "Prinsipnya, SK revisi UMP itu wajib dijalankan perusahaan," tutur Masri. (mei)

Sumber : Tribunkaltim
Baca Lebih Lanjut....

DPRD Kaltim, Diserbu Ribuan Buruh

25/06/08 18:15
Samarinda (ANTARA News) - Ribuan pengunjuk rasa dari berbagai serikat pekerja dan buruh, elemen mahasiswa serta LSM yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM) dan Front Pembebasan Nasional (FPN), mengepung kantor DPRD Kaltim, Rabu. Selain menutup pintu masuk ke kantor DPRD Kaltim, aksi unjuk rasa yang dijaga ratusan personil Dalmas (Pengendali Massa) Satuan Samapta Poltabes Samarinda itu, juga berlangsung di depan pintu keluar DPRD Kaltim.

Aksi itu sempat memanas saat ratusan buruh membakar ban bekas persis di pintu masuk kantor DPRD Kaltim. Bahkan, beberapa buruh dan mahasiswa sempat mendobrak pintu gerbang kantor DPRD Kaltim, sehingga polisi langsung membuat barikade untuk mengantisipasi aksi anarkis para demonstran. Selain menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dan meminta pemerintah segera menurunkan harga sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) demonstran juga menuntut revisi UMP (Upah Minimum Provinsi) sebesar Rp 813.000 sesuai KHL (Kebutuhan Hidup Layak) sebesar Rp 1.389.560.

"UMP harus sesuai dengan KHL, bukan justru sebaliknya. Salah satu imbas kenaikan harga BBM, yakni semakin melambungnya harga sembako, sehingga, pemerintah provinsi harus menyesuaikannya," kata Humas aksi unjuk rasa buruh, Yohannes Da Silva kepada ANTARA di sela-sela aksi unjuk rasa. Secara bergantian, perwakilan serikat pekerja, mahasiswa dan LSM melakukan orasi, sementara sebagian buruh membagi-bagikan selebaran kepada warga. "Aksi ini akan terus kami lakukan hingga tuntutan kami dipenuhi oleh perusahaan," ungkap Yohannes Da Silva. Setelah bernegosiasi, polisi akhirnya mengizinkan 17 perwakilan pengunjuk rasa menemui anggota DPRD Kaltim untuk menyampaikan aspirasinya.

Perwakilan buruh dan mahasiwa diterima Ketua Komisi I DPRD Kaltim Zulkifli Alkaf. SH, bersama Ketua Dewan Pengupahan Provinsi (DPP), drs. H. Masri Hadi. Dalam rapat yang sempat berjalan alot itu disepakati, UMP Kaltim sebesar Rp1.389.560 dan keputusan itu diserahkan sepenuhnya ke Gubernur Kaltim. "Kami masih menunggu Surat Keputusan (SK) revisi UMP Kaltim, yang akan ditetapkan Gubernur Kaltim, sesuai usulan rapat yakni paling lambat tanggal 10 Juli 2008. Jika waktu yang ditetapkan tetapi belum ada keputusan, maka kami akan kembali menggelar aksi unjuk rasa dengan massa yang lebih besar," ancam humas aksi unjuk rasa buruh tersebut.

Aksi berakhir pukul 13.30 Wita. Namun, ratusan buruh kembali melanjutkan aksi dan bergabung dengan mahasiswa yang melakukan aksi mogok dengan cara jahit mulut di pintu masuk Kampus Universitas Mulawarman (Unmul).(*)
Baca Lebih Lanjut....

Senin, 23 Juni 2008

TOLAK KENAIKAN BBM ; MAHASISWA SAMARINDA JAHIT MULUT


Selasa, 24-06-2008 | 04:00:00
SAMARINDA, TRIBUN - Beberapa mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) melakukan mogok makan dengan cara yang lebih ekstrem: menjahit mulut! Aksi di kampus Unmul di Gunung Kelua, Samarinda, Senin (23/6) itu mereka lakukan sebagai protes terhadap pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Keprihatinan atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) melatarbelakangi aksi tujuh anggota Forum Aksi Kota Samarinda (Faksi) yang menggelar aksi jahit mulut dan mogok makan di kampus Universitas Mulawarman (Unmul), Gunung Kelua, Samarinda, Senin (23/6). Tujuh anggota Faksi tersebut masing-masing Gito Gamas mahasiswa Fisipol Unmul 2006, Eka Fauzi mahasiswa Fisipol Unmul 2006, Ronny mahasiswa Fisipol Unmul 2006, Heri Setiawan mahasiswa Fisipol Unmul 2003, Edi Susanto Fisipol Unmul 2004, Ahmad Safii dari Komunitas Anak Jalanan, dan Yono siswa SMK PGRI 1 Cendrawasih.

Lima mahasiswa Fakultas Universitas Mulawarman, seorang siswa SMK dan anak jalanan tersebut mulai menggelar aksi sekitar pukul 12.00. Bibir mereka dijahit di sisi kiri dan kanan bibir, sehingga menyulitkan untuk berbicara. Setibanya di posko tepat di jalan keluar Unmul, mereka duduk di bawah tenda. Sebagian juga langsung mengambil posisi berbaring untuk menghemat tenaga. Sementara itu, kawan-kawan mereka membagikan selebaran dan berorasi di luar kampus Unmul. Saat Tribun mencoba berkomunikasi dengan Gito Gamas, salah satu anggota Faksi yang menjahit bibirnya, mahasiswa Fisipol 2006 itu tampak kesulitan membuka mulutnya. Bahkan Gito sempat meringis kesakitan. Gito pun hanya bisa bergumam saja namun tak jelas apa yang dikatakannya. Dengan tatapan kosong, Gito menatap ke depan melihat lalu lalang kendaraan yang melintas di posko tersebut.

Menurut Idham Humas Forum Kota Samarinda, aksi yang dilakukan tujuh kawannya bukan untuk mencari sensasi belaka. "Jadi aksi ini kami lakukan bukan untuk cari popularitas tapi juga bagian dari penegakan reformasi. Sejak masa pemerintahan SBY-JK, sudah tiga kali kenaikan BBM, awalnya naik 30 persen, kedua naik hingga 120 persen dan ketiga naik 30 persen," kata Japun--sapaan akrabnya, saat ditemui di posko di pintu keluar Unmul Jalan M Yamin. Diungkapkannya, aksi jahit mulut dan mogok makan tidak hanya didasarkan kenaikan BBM belaka, keprihatinan terhadap penderitaan rakyat membuat mereka memutuskan untuk melakukan aksi tersebut. "Jadi ini juga bagian dari apresiasi kami terhadap penderitaan rakyat Indonesia. Bukan hanya di Jakarta saja, tetapi masyarakat Kaltim yang disebut-sebut daerah kaya juga merasakan penderitaan ketika BBM dinaikkan," tuturnya. Faksi Samarinda membeberkan lima butir tuntutan mereka yakni tolak kenaikan harga BBM, tolak privatisasi aset, segera turunkan harga sembako, nasionalisasi aset sumber daya alam dan turunkan SBY-JK. Namun bila tuntutan tak kunjung dikabulkan, lantas sampai kapan aksi akan dilakukan? "Kami tidak menargetkan sampai kapan, yang pasti aksi ini kami lakukan sampai kawan kami 'tumbang' atau tidak mampu lagi melaksanakan aksi mogok makan ini. Namun, bila ada relawan baru yang mau ikut maka kami akan melanjutkan aksi ini," kata Japun. Tujuh anggota Faksi tersebut juga akan menginap di lokasi tersebut, hingga aksi mereka mendapat respon. "Bila salah satu kawan kami membutuhkan perawatan maka kami akan segera membawanya ke dokter. Kalaupun aksi ini belum berhasil maka kami tidak akan berhenti dan akan terus melakukan aksi lainnya," ujarnya. (may)

Sumber : Tribun Kaltim, 24 Juni 2008
Baca Lebih Lanjut....

KRISIS PANGAN : AKIBAT DARI KESALAHAN FATAL YANG TERSISTEMATIS


Oleh : Achmad Dedy*

“Ayam Mati Dalam Lumbung Padi”. Audogium ini sepertinya menggambarkan kondisi rakyat indonesia yang mengalami krisis pangan ditengah-tengah sumber daya alamnya yang melimpah.

Pengantar
Akhir-akhir ini santer dibicarakan dan diberitakan diberbagai media massa di Indonesia baik di media cetak maupun di media elektronik bahwa indonesia tengah dilanda malapetaka krisis pangan. Selain langkanya ketersediaan pangan di pasar, harga barang kebutuhan pokok mulai dari beras, minyak ,tahu, tempe terus membumbung tinggi. Memang agak menggilitik dan ironis mengingat indonesia terkenal dengan kekayaan agraria dan maritimnya. Tanpa bermaksud memvonis pemerintah namun kita pastinya sepakat bahwa negara atau yang dalam hal ini adalah pemerintah lah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kelangsungan ketersediaan pangan bagi rakyatnya. Sepintas terdapat keterhubungan yang kabur antara bencana krisis pangan ini dengan serangkaian kebijakan ekonomi-politik yang diambil oleh pemerintah. Padahal, akar semuanya adalah kesalahan pemerintah dalam melihat masalah dan mengambil keputusan mengenai persoalan pangan. Entah apakah ini kesalahan yang disengaja atau tidak, yang pastinya semua ini tidak terlepas dari intervensi kepentingan ekonomi politik pengusaha-pengusaha internasional untuk melebarkan pangsa pasarnya dengan program Neo-liberalisasi. Dan karenanya itu kesalahan ini bersifat sistematis.

Pasca krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu, terdapat kecenderungan mengimpor komoditas pertanian karena hanya melihat harganya lebih murah tanpa melihat kemungkinan-kemungkinan dampak yang terjadi akibat kebijakan impor tersebut. Salah satu akibat yang paling mungkin terjadi adalah ketergantungan pada produk impor, hal ini diperparah lagi oleh produksi dalam negeri terlanjur rusak. Ilusi impor dengan tawaran harga murah dengan kualitas tinggi adalah upaya sistematis dari kapital-kapital internasional agar komoditas pangan seperti beras daging sapi, jagung, ikan dapat masuk ke indonesia hingga menciptakan ketergantungan.

Di levelan mikro, upaya tersistematis ini bisa terlihat dalam perdagangan kedelai. Harga selalu ditekan. Langkah yang dilakukan pedagang kedelai impor adalah menjual kedelai impor sekitar Rp 500 di bawah harga kedelai lokal. Semisal pada tahun 2002, saat harga kedelai lokal Rp 2600 per kilogram, pada saat yang sama pedagang kedelai impor tersebut menantang dengan mematok harga Rp 2100 per kilogram (Kompas). Ini jelas akan mengarah pada ambruknya produksi kedelai dalam negeri. Yang rugi adalah rakyat indonesia sendiri khususnya kaum petani karena salain tingkat produktivitasnya menurun juga banyak yang harus kehilangan mata pencahariannya akibat dari kalah bersaing dengan produsen luar. Ujung-ujungnya menciptakan pengangguran baru. Dalam kurun waktu dua bulan pertama tahun 2008, sekitar 10-20 persen dari 20.200 pengusaha mikro gulung tikar (Fajar).

Pada tingkatan makro, upaya pemerintah untuk memberi intensif bagi petani agar memproduksi kedelai juga sama sekali tidak berjalan. Pengenaan bea masuk sebesar 10 persen juga tidak mampu menolong petani. Tekanan kebutuhan lahan untuk nonpertanian juga mengurangi areal lahan tanaman kedelai. Dalam kurun waktu 1999-2002 di indonesia telah terjadi alih fungsi lahan sawah untuk kepentingan diluar pertanian seluas 563.159 hektar (Kompas). Disamping itu permainan pengusaha di levelan internasional. Mereka memang sengaja untuk membuat jebakan impor (jebakan liberalisasi) untuk mendapatkan pasar yang luas. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 210 juta jiwa, indonesia merupakan lahan pasar yang sangat basah dan besar.

Penguatan Industri Nasional : Salah Satu Solusi Alternatif Untuk Mengatasi Bukan Hanya Krisis Pangan Tapi Juga Krisis Ekonomi Secara Umum Yang Melanda Indonesia

Untuk menjawab berbagai krisis ekonomi yang melanda indonesia termasuk krisis pangan maka salah satu hal utama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan kemandirian dan penguatan industri nasional. Kita harus mulai membangun industri yang berkemandirian. Kita harus memusatkan kekuatan seluruh negeri untuk membangun industri yang berbasis pertanian dan perikanan, pariwisata, dan pertambangan, yang merupakan keunggulan komparatif bangsa indonesia. Bukan saja ekstraksi (penggalian) sumberdaya alam itu yang dijalankan secara industrial, melainkan juga pengolahannya. Pemerintah Indonesia harus mengambil inisiatif untuk mengembangkan sektor-sektor ini menjadi industri yang tangguh.

Pemerintah harus mulai membangun beberapa BUMN yang bergerak di sektor pertanian, perikanan dan pariwisata, sambil memperkuat sektor pertambangan dengan membangun instalasi pengolahan bahan tambang mentah secara bertahap. Disadari bahwa industri pengolahan hasil tambang membutuhkan dana yang sangat besar, oleh karena itu, keuntungan dari sektor industri pertanian, perikanan dan pariwisata yang akan membiayainya. Industrialisasi pertanian dan perikanan tidak hanya ditempuh dengan mekanisasi (dimasukkannya permesinan), namun dengan mengorganisir petani dan nelayan kecil, membangun organisasi di tengah mereka, melatih dan bersama mereka menyusun program perekonomian kolektif-mandiri, dan meningkatkan kemampuan mereka mendayagunakan permesinan yang akan dipasok pada mereka. Program pertanian organik terpadu dapat dicoba di sektor pertanian – terdiri dari satu lahan yang luasnya minimal 30 hektar, dengan dilengkapi peternakan sebagai pemasok pupuk kandang, penangkaran predator pemakan hama, unit penggilingan dan pergudangan. Sementara di sektor perikanan dapat dibangun unit-unit penangkapan ikan terpadu – yang masing-masing terdiri dari kapal-kapal penangkap ikan berukuran 20-30 gross ton, unit pabrik es, unit pengalengan dan unit transportasi. Unit-unit usaha ini dikelola dengan model kepemilikan bersama antara pemerintah dan organisasi rakyat – tentu dengan modal sepenuhnya dari pemerintah. Dalam bidang pariwisata dapat didorong pembentukan unit-unit eko-turisme, pariwisata yang menjual kenikmatan alam yang terawat dengan baik. Misalnya saja, pembangunan Taman Nasional sebagai tempat tujuan wisata. Saat ini, pembangunan Taman Nasional masih bertentangan dengan kepentingan rakyat untuk memiliki tanah. Jika kelak Taman Nasional ini dikelola secara kolektif bersama organisasi-organisasi rakyat, diharapkan pertentangan ini tidak lagi terjadi.

Pembangunan industri pertanian, perikanan dan pariwisata ini harus dijadikan pijakan awal untuk mengumpulkan modal bagi pembangunan industri yang sifatnya industri dasar: pengolahan barang tambang, industri kimia dasar, dan industri permesinan. Kerjasama internasional dengan rejim-rejim progresif di negeri-negeri lain diharapkan mampu memberi akses pada teknologi, yang tidak akan kita dapatkan jika kita masih terus-menerus bergantung pada kedekatan politik dengan Amerika Serikat. (Manifesto Ekonomi PRP)

*Penulis adalah Anggota PRP Makassar & Koordinator Sentra Gerakan Progresif (SERGAP) Makassar
Baca Lebih Lanjut....

Senin, 09 Juni 2008

UCAPAN SELAMAT BUAT PENGURUS TERPILIH ABM WILAYAH KAL-TIM

Salam Rakyat Pekerja,-

Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) Komite Kota Persiapan Samarinda, mengucapkan :

"SELAMAT ATAS TERPILIHNYA BUNG FITRI LARI (SBMI) dan BUNG FADLI (SP LNG) Sebagai Koordinator dan Wakil Koordinator Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Wilayah kalimantan Timur".


Semoga Rakyat Pekerja dimanapun berada, akan semakin kuat dalam persatuan, dan kian besar dalam kebersamaan....!!!

Perhimpunan Rakyat Pekerja
(PRP)
Komite Kota Persiapan Samarinda


Ismed Soerya
Sekretaris Kota


Baca Lebih Lanjut....

Jumat, 06 Juni 2008

OUTSOURCING DAN MASA DEPAN KAUM BURUH INDONESIA


Oleh : Herdiansyah "Castro" Hamzah*

“Buruh dan industri, adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Tanpa Buruh, mesin-mesin di pabrik sana, hanyalah besi tua yang berkarat.
Maka, sungguh naïf jika Negara menafikan posisi kaum buruh sebagai tulang punggung perekonomian”.


Pengantar
Perubahan dalam penerapan hasil teknologi modern dewasa ini banyak disebut-sebut sebagai salah satu sebab bagi terjadinya perubahan sosial, termasuk di bidang hukum ketenagakerjaan. Termasuk logika ekonomi kapitalistik, dimana hubungan produksi serta tenga kerja, dikembangkan secara ekspolitatif, telah memberikan perubahan mendasar pada tatanan sistem masyarakat dunia. Robert A. Nisbet dalam bukunya: “Social Change and History”, menyebutkan bahwa, “perubahan di dalam susunan masyarakat yang disebabkan oleh munculnya golongan buruh. Demikian halnya dengan pengertian hak milik yang semula mengatur hubungan yang langsung dan nyata antara pemilik dan barang, juga mengalami perubahan karenanya”. Sifat-sifat kepemilikan menjadi berubah, oleh karena sekarang “Barang siapa yang memiliki alat-alat produksi bukan lagi hanya menguasai barang, tetapi juga menguasai nasib ribuan manusia yang hidup sebagai buruh” . Dari sinilah landasan awal mengapa dan kenapa nasib pekerja hingga hari ini masih menjadi hal yang mutlak ditentukan sepenuhnya oleh pengusaha. Pekerja menjadi manusia yang tidak bebas, pekerja menjadi layaknya seorang budak yang hidup matinya ditentukan oleh pemiliki modal. Bahkan dewasa ini, muncul trend baru ketengakerjaan yang hakikatnya merupakan wujud legal dari perdagangan manusia oleh manusia layaknyanya barang dagangan (trafficking). Inilah yang sering diistilahkan dengan model dan bentuk sistem kerja fleksibel yang kita sebut dengan, “Outsourcing”.

Istilah outsourcing belakangan ini memang sering diperbincangkan oleh berbagai kalangan, baik mereka yang menganjurkan sistem kerja ini dipraktekkan dalam perusahaan, maupun mereka yang menolaknya dengan anggapan outsourcing merupakan wujud dari pengingkaran serta penghilangan hak-hak dasar pekerja. Outsourcing sendiri mulai ramai diperdebatkan d Indonesia, pasca diterbitkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan, dimana aturan tersebut ditengarai sebagai palang pintu lahirnya sistem kerja outsourcing yang sekarang dipraktekkan dimana-mana. Sebenarnya, didalam undang-undang ini, tidaklah mengenal penyebutan istilah outsourcing. Akan tetapi, pengertian dari outsourcing itu sendiri dapat dilihat dalam bebera ketentuan. Salah satunya adalah yang tertuang dalam pasal 64 Undang-undang ketengakerjaan ini, yang isinya menyatakan bahwa outsourcing merupakan suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

Sementara dalam konteks hukum, pada pasal 1601 b KUH-Perdata, outsoucing disamakan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan. Sehingga pengertian outsourcing secara tersirat dapat diartikan sebagai sebuah perjanjian, dimana pemborong mengikat diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan pihak yang lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu.

Outsourcing sendiri secara harfiah berasal dari kata “out” yang berarti keluar dan “source” yang berarti sumber. Dari pengertian tersebut, maka dapat ditarik suatu definisi operasional mengenai outsourcing yaitu ; suatu bentuk perjanjian kerja sama antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah uang, namun upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B kepada tenga kerja yang disuplay. Tenaha kerja inilah yang disebut dengan pekerj outsourcing. Nah, yang menjadi pertanyaan mendasar sekarang adalah, perusahaan mana yang bertanggung jawab terhadap pekerja outsourcing? Pekerja outsourcing memang disalurkan oleh penyedia jasa, akan tetapi pekerja outsourcing tersebut berhadapan dengan resiko pekerjaan yang akan dialami ditempat dia bekerja. Untuk itu, tulisan ini mencoba sedikit memberikan alasan-alasan mengapa dan kenapa system kerja outsourcing dan kontrak harus kita tolak dalam praktek ketenegakerjaan di Negara kita.

Menelanjangi Kebohongan Pendukung Outsourcing
Berbagai argumentasi yang mengarah kepada pembenaran praktek outsourcing, telah mengemuka dalam masyarakat kita. Bahkan tak sedikit yang terpengaruh, dan berujung dengan kepasrahan untuk menerimanya. Untuk itu, diperlukan sebuah upaya untuk menelanjangi, “bahwa system kerja outsourcing seperti pembenaran yang mereka lakukan, adalah salah didepan keadilan dan kebebasan pekerja”. Mari kita lihat satu persatu argumen-argumen tersebut.

Pertama, mereka mengatakan bahwa dengan praktek outsourcing, maka akan mampu menyerap lapangan kerja dan mengatasi pengangguran. Argumen ini berdasarkan asumsi bahwa jika pola system kerja outsourcing yang diterapkan, maka secara langsung membuka kesempatan bagi siapa saja untuk berkompetisi. Bahkan bagi mereka yang sebelumnya berada pada sektor informal, dapat terseret kedalam sector formal yang lebih terproteksi dan menjanjikan. Pertanyaannya kemudian, apakah pola ini tidak memerlukan pola adaptasi kerja yang lama?. Inilah salah satu kelemahan system kerja outsourcing ini. Harapan untuk meningkatkan kinerja dan keuntungan perusahaan, justru akan menjadi boomerang dikemudian hari. Misalnya saja seorang pekerja tekstil dengan status outsourcing, tentu akan menjadi gagap ketika harus dengan tiba-tiba disalurkan keperusahaan pertambangan atau alat berat. Begitupun sebaliknya, seorang pekerja tambang, tentu akan merasa terasing ketika tiba-tiba harus dislaurkan kesektor jasa atau retail. Bukankah pola ini justru akan berakibat kontra-produktif terhadap kinerja perusahaan?. Apakah ini yang disebut dengan efektifitas kerja dari pola outsourcing?. Sama sekali tidak…….!!!

Kedua, mereka menganggap bahwa dengan praktek kerja outsourcing, maka pendapatan perusahaan akan lebih maksimal, sehingga tingkat upah pekerja akan lebih terjamin (balance of salary). Ukuran stabilitas internal perusahaan ini lebih dititik beratkan pada asumsi bahwa perusahaan tidak lagi dibebankan untuk memikirkan upah pekerja, namun akan lebih focus untuk mengejar target pasar komoditasnya.

Ketiga, outsourcing akan lebih mampu menyerap tenaga kerja tanpa diskriminasi. Alasan ini lebih kepada mengugat pola praktek perusahaan keluarga (closed corporation) yang lebih mengukur serapan tenaga kerja suatu perusahaan berdasarkan garis keturunan dan hubungan kekeluargaan . Hal ini dianggap menghalangi perusahaan untuk memenuhi mekanisme pasar. Dengan praktek outsourcing, tradisi yang sudah using ini akan secara otomatis terkikis. Secara prinsip, outsourcing akan lebih membuka persaingan tenaga kerja yang lebih kompetitif sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Kenapa Kita Harus Menolak Outsourcing???
Pertama, sistem kerja outsourcing membuat status hubungan kerja buruh menjadi tidak jelas. Misalnya begini ; jika kita bekerja pada perusahaan A (second company), dimana sebelumnya kita disalurkan oleh perusahaan B (parent company), maka ketika terjadi pelaggaran hak-hak normatif (upah dibayar lebih rendah dari UMP/UMK, jam kerja yang berlebihan, lembur yang tidak dibayar, tunjangan hari raya yang tidak diberikan, pelarangan cuti, PHK, dll), maka akan timbul suatu pertanyaan ; kepada siapa kita harus menuntut? Apakah kepada perusahaan A yang mempekerjakan kita, ataukah kepada perusahaan B yang menyalurkan kita?. Ketidakjelasan ini membuat kita sulit dan bingung mengenai hubungan kerja kita. Bahkan lebih parahnya lagi, baik perusahaan A maupun perusahaan B, saling lempar tanggung jawab terhadap tuntutan yang kita inginkan.

Kedua, outsourcing berakibatkan kepada semakin lemahnya posisi buruh dalam perusahaan. Hal tersebut dilator belakangi oleh status kita yang berbentuk hubungan kerja yang sifatnya sementara dengan masa kerja yang ditetapkan selama kurung waktu tertentu (1 tahun, 2 tahun, bahkan ada yang hanya berkisar 3-4 bulan). Hal ini berakibat semakin kuatnya posisi pengusaha jika berhadapan dengan pekerja, sehingga memberikan ruang yang sangat besar bagi pengusaha tersebut untuk menindas buruh dalam perusahaannya. Pengusaha dapat dengan sewenang-wenang memberhentikan buruh (PHK) sesuai dengan kemauannya. Ketakutan berserikat, berkumpul, menuntu perbaikan, serta menyatakan pendapat-pun menjadi terbatasi akibat posisi tawar buruh yang lemah ini, ditambah ancaman PHK yang sewaktu-waktu dapat dilakukan oleh pengusaha.

Ketiga, outsourcing akan menghilangkan hak serta jaminan masa depan buruh. Apa itu jaminan masa depan?. Sederhananya, merupakan jaminan biaya hidup yang harus dihadirkan oleh perusahaan jika suatu saat nanti buruh sudah tidak memiliki produkstivitas kerja yang baik dan maksimal akibat factor fisik (pension), dan atau penghargaan kerja yang menjadi kewajiban pengusaha akibat terputusnya hubungan kerja (PHK). Sebagai contoh ; Jika bagi mereka yang berstatus pekerja tetap berhak mendapatkan Jaminan Hari Tua (JHT), maka yang bekerja dengan status outsourcing tidak berhak mendapatkan apa-apa. Jika pekerja tetap mendapatkan pesangon pada saat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka pekerja yang berstatus outsourcing jangan pernah berharap akan memperoleh pesangon.

Keempat, outsourcing mempraktekkan dehumanisasi atau pengingkaran hak dasar seseorang layaknya manusia yang bebas dan merdeka. System kerja outsourcing ini sama sekali tidak menghargai buruh layaknya sebagai seorang manusia. Sebab, outsourcing tidak lebih dari bentuk perdagangan manusia kepada manusia lainnya (trafficking). Dimana buruh tak ubahnya seperti barang yang diperjual belikan dengan seenaknya oleh pengusaha.

Kelima, outsourcing akan mengakibatkan tingkat pengangguran yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh syarat kerja outsourcing yang menekankan keterampilan kerja (labour skill) yang kompetitif, sementara kondisi buruh di Indonesia sama sekali belum memadai untuk memiliki keterampilan multi-bidang. Misalnya saja seorang buruh disektor informal yang tiba-tiba harus diserap oleh sector formal, maka akan menjadi kontra-produktif akibat adaptasi yang membutuhkan waktu yang lama.

Keenam, outsourcing akan semakin meminimalisir fungsi dan peran serikat (worker’s organization) dalam perusahaan, bahkan akan dihilangkan sama sekali jika perusahaan menghendakinya. Hal tersebut dikarenakan hubungan kerja kita dalam perusahaan akan lebih bersifat individu, antara pekerja dengan pengusaha. Dengan demikian upaya perjuangan hak dan kepentingan kita melalui serikat, akan semakin terbatasi secara langsung, terlebih ketika ancaman PHK oleh perusahaan semakin mudah dilakukan setiap saat akibat posisi tawar yang lemah tersebut.

Jika praktek outsourcing ini terus terjadi, dan bahkan semakin meluas, maka dapat dipastikan bahwa buruh sepenuhnya akan menjadi sapi perah bagi yang mengupahnya. Buruh tak akan mampu berdiri sendiri sebagai seorang pekerja yang memiliki derajat layaknya seorang manusia yang berhak mendapatkan hak secara jasmani dan rohani.

*Penulis adalah anggota Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) Samarinda
Baca Lebih Lanjut....