Selamat Datang di Blogsite KPO PRP Samarinda.

Senin, 17 November 2008

Politik Rakyat Pekerja


Oleh : Anshar*

Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sangat sering mendengar istilah politik. Di berbagai media massa, TV, Radio dan koran-koran yang sering kita dengar dan baca banyak digunakan istilah politik. Meski istilah politik telah akrab di telinga kita dan bahkan telah sering dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari pemilihan RT hingga pemilihan presiden, tapi dalam kenyataannya, masih banyak diantara kita yang belum memahami arti dan makna politik yang sebenarnya. Bahkan masih banyak diantara kita yang berasumsi bahwa politik hanyalah milik para elit politik atau mereka yang memiliki banyak uang. Terlebih lagi bila mendengar istilah kepentingan politik. Terkadang kita ngeri mendengarnya. Kepentingan politik menjadi momok yang menakutkan, selalu identik dengan tunggang-menunggangi dan mengorbankan kepentingan orang banyak.

Pada dasarnya, politik merupakan cara-cara yang dipakai untuk mewujudkan kepentingan kelompok tertentu. Setiap hari kita selalu berhadapan dengan politik dan bahkan terlibat didalam peristiwa politik tersebut. Kita mempraktekkannya meski masih dalam skup yang kecil, seperti: pemilihan RT, kepala desa, atau mungkin pemilihan ketua serikat buruh di tingkat perusahaan. Lalu mengapa di tingkat yang lebih luas (seperti negara) kita masih enggan untuk mempraktekkannya?

Jika kita takut untuk berpolitik karena beranggapan bahwa untuk ditingkat yang lebih besar seperti negara, politik hanya menjadi milik para elit politik, maka itu adalah anggapan yang sepenuhnya keliru. Ilusi yang demikian, hanya akan membuat rakyat pekerja menjadi takut untuk berpolitik. Kampanye dan propaganda sesat dari penguasa yang mengatakan bahwa gerakan buruh dipolitisasi atau tidak murni lagi adalah wujud kepentingan politik penguasa yang ingin menjauhkan rakyat pekerja dari medan pertarungan politik klas.

Rakyat pekerja harus berpolitik
Selama ini rakyat pekerja hanya menjadi penonton dalam setiap momentum politik. Padahal sebagai kelompok yang mayoritas di negara ini, rakyat pekerja sangat berkepentingan terhadap perbaikan ekonomi di indonesia. Berbeda dengan para elit politik dan pengusaha yang saat ini hidup mapan. Mereka tidak memiliki tekanan dan keharusan untuk melepaskan diri dari cengkeraman imperialisme modal. Jumlah uang tabungan mereka dibank-bank, hasil kerja kerasnya menindas buruh, sudah cukup untuk menghidupi dirinya beserta keluarga serta anak cucunya hingga tujuh turunan. Sementara, rakyat pekerja adalah kelompok yang merasakan langsung akibat-akibat dari kebijakan ekonomi dan politik ala neo-liberalisme yang ditetapkan oleh penguasa. Tetapi disisi lain, rakyat pekerja ditakut-takuti agar tidak berpolitik dan hanya dijadikan komoditi politik oleh penguasa yang saling memperebutkan kekuasaan.

Pada akhirnya, kita harus mengenyam kenyataan pahit, bahwa yang mampu untuk duduk dikekuasaan hanyalah orang berduit (pengusaha). Dan kita semua bisa melihat, bagaimana jadinya jika sekelompok pengusaha duduk bersama untuk menetapkan UU Perburuhan, lahirlah UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan revisinya yang memasung kesejahteraan rakyat pekerja di seluruh negeri ini. Tentu saja sangat berbeda dengan kebijakan yang diperuntukkan bagi pengusaha-pengusaha. Hutang-hutangnya dibayarkan bahkan diberikan keringanan untuk membayar pajak.

Kita sebenarnya dapat belajar dari pengalaman di pabrik-pabrik bahwa pengusaha ketika bermasalah dengan buruhnya sering bertindak curang dalam menyelesaikan perselisihan. Pengusaha sering mencari-cari kesalahan pekerja, memecah persatuan pekerja dalam perusahaan yang menuntut kesejahteraan, atau memecah kesolidan pekerja pada saat mogok. Kita berkesimpulan bahwa pengusaha yang kita hadapi pintar berpolitik dan korbannya adalah kita, rakyat pekerja. Jika pengusaha pintar berpolitik, maka pekerja pun harus bisa berpolitik untuk memenangkan tuntutannya.

Demikian halnya yang terjadi di tingkat nasional. Pengusaha sangat pandai berpolitik. Hampir semua orang yang duduk di kekuasaan saat ini adalah pengusaha, hingga kita sulit untuk membedakan antara pemerintah dan pengusaha. Pengusaha adalah pemerintah, dan pemerintah adalah pengusaha. Kelompok lainnya, hanya militer yang nota bene merupakan bagian dari pemerintahan yang tidak berkepentingan dengan kesejahteraan buruh, kecuali menciptakan stabilitas dengan cara yang represif dan mempertahankan sumber-sumber keuangan bagi mereka.

Lalu kepada siapa lagi kita akan menyandarkan tuntutan kita? jawabannya bukan kepada siapa-siapa, tetapi kepada kekuatan rakyat pekerja itu sendiri tentunya. Ya, perubahan hanya akan dapat lahir dari tangan-tangan kokoh rakyat pekerja sebagai kelompok mayoritas yang membangun dan menggerakkan sistem perekonomian di negara ini. Bukan dari kalangan birokrat dan akademisi apalagi pengusaha dan militer, yang telah terbukti gagal menyelamatkan negara kita dari krisis kesejahteraan.

Tujuan politik
Setiap tindakan politik memiliki tujuan tertentu. Dalam konteks politik rakyat pekerja, tujuan yang ingin dicapai adalah manifestasi dari keinginan seluruh rakyat pekerja di negeri ini. Dimana rakyat pekerja hidup dalam kondisi yang serba sulit, akibat kebijakan ekonomi politik yang berpihak pada pengusaha. Secara sistemik, rakyat pekerja ditindas oleh pengusaha. Bukan hanya di pabrik-pabrik, bahkan sampai ke tingkat nasional. Seluruh rakyat pekerja di negeri ini sedang berada dalam genggaman kekuasaan dan ditindas oleh pengusaha secara klas. Penghisapan nilai lebih atas kerja buruh dihalalkan, kondisi kerja dibiarkan buruk serta upah terus ditekan. Di desa, kesejahteraan petani dibiarkan terjun bebas karena kekurangan modal, minim teknologi, pupuk mahal, hasil pertanian murah dan tidak berkualitas. Barisan pengangguran juga semakin bertambah panjang dan penggusuran terjadi dimana-mana. Selain itu, pengusaha juga berusaha membuat rakyat pekerja tetap bodoh dengan membuat biaya pendidikan menjadi mahal tidak terjangkau bagi rakyat pekerja. Masih banyak lagi masala-masalah sosial lain yang ditimbulkannya, mulai dari pelanggaran HAM hingga eksploitasi alam.

Tujuan politik yang dilakukan oleh pengusaha adalah mempertahankan penghisapan yang mereka lakukan terhadap klas pekerja di seluruh negeri. Menguasai seluruh aparatus negara beserta alat represinya dan menghadang setiap langkah klas pekerja yang sadar klas dan mencoba untuk dekat dengan kekuasaan. Inilah pertarungan klas yang sesungguhnya. Pertarungan ini harus mampu dijawab oleh rakyat pekerja dengan ikut berpolitik, politik rakyat pekerja adalah politik klas.

Politik klas adalah politik yang bertujuan untuk semakin mendekatkan rakyat pekerja dengan kekuasaan. Kemenangan-kemenangan yang berhasil kita dapatkan selama ini saat melakukan perlawanan di pabrik-pabrik, hanyalah kemenangan-kemenangan kecil yang bersifat sementara. Apakah ketika tuntutan kita di pabrik dipenuhi oleh pihak pengusaha, maka kita telah sejahtera? Tentu saja tidak. Penghisapan nilai lebih atas kerja buruh masih terus dilakukan oleh pengusaha. Peraturan perundang-undangan yang mengekang hak-hak klas pekerja akan terus diproduksi oleh negara. Berbagai kebijakan ekonomi politik yang memiskinkan rakyat pekerja juga akan terus ditetapkan oleh negara. Rakyat pekerja akan tetap hidup dibawah sistem yang melanggengkan penindasan terhadap klas pekerja. Untuk itu rakyat pekerja harus berkuasa, karena hanya jika rakyat pekerja yang berkuasalah, maka segala kebijakan yang diambil oleh negara akan berpihak pada nasib rakyat pekerja. Rakyat pekerja harus percaya pada kemampuannya untuk memimpin negeri ini.

Politik rakyat pekerja
Bagaimana agar rakyat pekerja juga dapat berpolitik ? Kita bisa belajar dari pengalaman kita saat melakukan perlawanan di pabrik serta tindakan-tindakan yang diambil oleh pengusaha.

Diantara kita, pasti ada yang pernah bermasalah dengan pimpinan perusahaan tempatnya bekerja. Dihadapan pengusaha, kita tidak memiliki daya tawar apa-apa. Kita hanyalah salah seorang dari sekian banyak buruh yang bekerja pada perusahaannya. Sehingga, bila kita menghadap pada pimpinan perusahan atau bagian personalia meminta mereka untuk memberikan hak-hak kita, maka kita tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk menekan pihak perusahaan. Mereka akan selalu mengulur-ulur waktu untuk segera menyelesaikan kewajibannya yang menjadi hak kita. Tapi bila kita menghadap bersama dengan kawan-kawan buruh yang lain dalam jumlah besar, maka pihak perusahaan juga akan memberikan respon yang cepat.

Mengapa demikian? Karena daya tawar klas pekerja hanya didapatkan jika mereka bersatu. Buruh yang bersatu dapat menggunakan senjata utamanya, yakni mogok kerja untuk melumpuhkan aktivitas produksi di pabrik. Pengusaha juga pasti ngeri akan hal tersebut. Jika di tingkat perusahaan buruh bisa mengubah kebijakan pengusaha, maka di tingkat nasional buruh bukan hanya bisa mengubah kebijakan ekonomi politik pemerintah, tapi bisa duduk di kekuasaan. Itulah pentingnya kita memperingati may day atau hari buruh sedunia dengan melakukan mogok nasional. Dalam peringaan may day, kita mendapatkan pelajaran bahwa buruh bersatu tak bisa dikalahkan. Inilah hal pertama dan utama bagi perjuangan politik rakyat pekerja, pentingnya persatuan dan kesatuan.

Kedua, berorganisasi atau berserikat. Apakah di perusahaan tempat kita bekerja sudah terdapat serikat buruh? Serikat buruh memliki peran yang sangat penting bagi pekerja. Dalam serikat buruh inilah, pekerja akan dilatih berbagai macam keterampilan berorganisasi, kepemimpinan, berbicara, dan lain-lain. Singkatnya, serikat buruh merupakan sekolah bagi kaum buruh. Melalui serikat buruh ini jugalah solidaritas dan persatuan buruh ditempa terus menerus hingga tetap solid dalam perjuangannya. Pengusaha juga berorganisasi. Membangun jaringan antar pengusaha yang akan semakin mengokohkan penghisapannya terhadap klas pekerja. Selain itu, organisasi pengusaha juga merupakan alat bertarung pengusaha dengan kelompok pengusaha lainnya mis, dalam persaingan perebutan pasar.

Ketiga, rakyat pekerja membutuhkan wadah politik, partai politik rakyat pekerja. Pengusaha-pengusaha di negara kita telah melakukannya. Mereka memiliki partai-partai dan bahkan menjadi pimpinan partai politik. Dari sekian banyak partai politik yang ada di indonesia saat ini, hampir semuanya dipimpin oleh pengusaha atau di back-up secara finansial oleh pengusaha-pengusaha. Tentu saja dengan jaminan mengakomodir kepentingan pengusaha tersebut. Ada juga partai yang melibatkan para petinggi militer dalam jajaran kepemimpinannya. Dengan masuknya militer kedalam partai-partai sipil, kita dapat menarik kesimpulan bahwa partai-partai sipil ini akan semakin mendukung cara-cara militeristik dan melindungi kepentingan ekonomi politik militer di masa-masa mendatang. Dan telah terbukti, bahwa semua partai-partai yang ada saat ini berpihak pada kepentingan pengusaha. Mereka telah berhasil menggolkan undang-undang perburuhan yang pro-pengusaha, PHK di permudah, upah ditekan, kondisi kerja buruk, dan lain-lain. Partai politik dijadikan sebagai alat untuk mengokohkan penindasan yang mereka lakukan. Sementara rakyat pekerja di seluruh negeri, pada setiap momentum pemilu berbondong-bondong mencoblos partai yang pro-pengusaha.

Kelas pekerja juga harus memiliki sebuah partai yang didominasi oleh kelas pekerja itu sendiri. Partai ini juga harus bekerja semata-mata demi kepentingan kelas pekerja, bukan sibuk berkompromi ke sana ke mari. Karena kepentingan kelas pekerja pastilah bertentangan secara langsung dengan kepentingan pemilik modal. Yang satu mau mem-PHK, yang lain mau mempertahankan pekerjaan. Yang satu mau sistem kerja yang fleksibel, yang lain mau sistem kerja yang memberi jaminan kepastian untuk masa mendatang. Tidak ada yang bisa dikompromikan di antara kedua kepentingan ini. Pertanyaannya: adakah partai semacam itu sekarang? Kalau ada, apa? Yang mana? Kalau sudah mengerucut sampai ke pemilihan presiden, jelas jawabannya adalah "tidak ada."

Kalau jawabannya "tidak ada," maka langkah selanjutnya pasti adalah "kita harus mulai membangun partai semacam itu. Kelas pekerja harus mulai menyatukan langkah merumuskan seperti apa partai kelas pekerja yang akan dibuatnya melalui kritik atas percobaan-percobaan membuat partai serupa di masa lalu, menggariskan strategi dan langkah untuk mewujudkannya, merumuskan program-program dan mulai bekerja untuk membuat partai itu menjadi kenyataan. Apa bedanya serikat buruh dengan partai? serikat buruh merupakan organisasi buruh yang memperjuangkan tuntutan kesejahteraan pekerja di tingkat perusahaan atau pabrik sedangkan partai politik adalah alat perjuangan politik rakyat pekerja yang menyatukan seluruh sektor yang ditindas oleh kapitalisme, seperti : tani, nelayan dan kaum miskin kota. Hanya alat politik dalam bentuk partailah yang mampu untuk menyatukan perlawanan sektor-sektor tersebut. Inilah bentuk perjuangan dan kesadaran tertinggi dari seluruh rakyat pekerja, kesadaran berpartai. Dengan partai ini sebagai alat, kelas pekerja dapat mulai bertarung berhadapan, sederajat dengan kelas pemilik modal. Bertarung langsung di arena yang paling menentukan: siapa yang akan memegang kekuasaan atas negara. Artinya: siapa yang berhak menentukan pembuatan UU dan siapa yang berhak menggunakan aparat negara untuk memaksa agar UU itu dipatuhi . Partai ini tidak boleh jadi partai yang "mengatasnamakan" buruh atau rakyat pekerja lainnya. Justru partai ini harus beranggotakan buruh dan para pimpinannnya juga harus ditumbuhkan dari kalangan buruh. Sudah bukan masanya buruh menyerahkan kepemimpinan pada mahasiswa, atau orang berdasi, atau profesor atau orang LSM. Sudah waktunya buruh belajar dan berlatih untuk kelak dapat menduduki jabatan-jabatan partai politik. Sudah waktunya buruh belajar ekonomi dan politik agar kelak dapat berdebat langsung dengan ahli-ahli bayaran pemilik modal. Sudah waktunya buruh belajar manajemen agar kelak dapat menjalankan sendiri organisasi tanpa bantuan orang lain - bahkan juga untuk menjalankan sendiri roda perusahaan. Buruh harus sudah mulai bertekad untuk kelak membanjiri parlemen dengan buruh. Atau mendudukkan seorang dari kawan buruh menjadi presiden. Itu bukan hal yang mustahil, jika buruh mau belajar, berlatih dan berjuang bersama.
Tantangan dan hambatan
Harus pula disadari bahwa perjuangan rakyat pekerja di seluruh negeri adalah perjuangan yang sangat sulit. Pertarungan ini akan dilakukan dibawah sistem kapitalisme yang dikuasai oleh pengusaha (borjuasi). Kita akan diserang dari delapan penjuru mata angin. Beberapa pengalaman berlawan telah menunjukkan kepada kita, bahwa klas penindas akan senantiasa menahan setiap langkah klas pekerja menuju kekuasaan.

Salah satu jebakan yang dipasang oleh klas penguasa adalah membuat sistem pemilu yang tidak demokratis. Pemilu di indonesia hanya memberikan peluang bagi pemilik modal untuk berkompetisi berebut kekuasaan. Hanya mereka yang memiliki modal besar yang dapat duduk di parlemen, serta menjadi presiden. Praktek money politic, serta publikasi lewat media massa dan berbagai macam atibut partai (jam, pin, baju, dll), membutuhkan biaya yang sangat besar, dan hanya mampu dipenuhi oleh mereka yang memiliki modal kuat, dalam hal ini pengusaha.

Selain itu, hujan propaganda dan kampanye program-program perubahan akan terus membombardir kesadaran kita. Tuduhan di politisasi, pengkotak-kotakan, represif dan banyak lagi kondisi yang akan menjadi tantangan dan hambatan bagi politik rakyat pekerja. Lalu apakah kita akan mundur menghadapi kenyataan ini? Tentu saja tidak, tantangan dan hambatan yang akan dihadapi oleh rakyat pekerja akan semakin membuat politik rakyat pekerja kaya akan strategi taktik. Kita akan mendapatkan banyak pengalaman dan pelajaran berharga dari masalah yang kita hadapi di lapangan. Hal ini justru akan membuat semakin banyak klas pekerja yang tersadarkan. Membuat kita yakin bahwa kemenangan rakyat pekerja semakin dekat, karena seperti kata che guevara : “Hari-hari gelap sedang menanti kita …. sekali perjuangan dimulai, perjuangan itu harus dilancarkan secara berkesinambungan, juga harus memukul dengan keras, di tempat-tempat yang paling mematikan, terus-menerus dan tanpa mundur setapakpun; terus maju, terus memukul balik, terus menjawab tindakan agresif lawan dengan tekanan yang semakin kuat dari massa-rakyat. Inilah jalan menuju kemenangan” .

Penutup

Akhirnya, kita harus mengabarkan kepada rakyat pekerja di seluruh negeri, menyerukan persatuan menuju kemenangan. Persatuan belum tentu membuahkan kemenangan, tapi tanpa persatuan tidak akan mungkin kemenangan dapat dicapai. Semuanya akan ditentukan dari konsistensi kita dalam melakukan kerja-kerja politik, belajar dari kegagalan-kegagalan, dan bagaimana kita menyusun strategi taktik baru ketika berhadapan dengan satu kondisi yang baru pula. Rakyat pekerja harus pintar berpolitik. Pandai memanajemen organisasi, pandai berorasi, pandai mematahkan argumen pengusaha yang licik, pandai menyusun teori, pandai menyusun program, pandai dalam segala hal. Selama ini rakyat pekerja hanya dibiarkan terkungkung dalam kebodohan dan penindasan oleh pemilik modal. Rakyat pekerja harus mampu memimpin negeri ini.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa pengusaha atau pemilik modal terus meluaskan lapangan permainannya ketingkat internasional melalui neo-liberalisme dan globalisasi. Mereka menjalin kerjasama di tingkat internasional, baik dalam tingkat perusahaan (melalui merger, sindikasi, atau perjanjian dagang) maupun dalam tingkat kenegaraan (melalui blok-blok perdagangan, IMF, WTO, Bank Dunia). Dengan semakin globalnya perekonomian, semakin nyata pula bahwa modal tidak mengenal kebangsaan. Dan ketika modal sudah menjadi global, tidak akan mungkin perlawanan hanya dilakukan di satu negeri. Sebuah kesatuan tindakan dan keserasian gerak dari organisasi-organisasi kelas pekerja sedunia adalah syarat mutlak bagi kemenangannya. Tentu saja kita menyadari bahwa perjuangan yang sesungguhnya tetap berlangsung di tingkat nasional, dan bahwa perjuangan ini tidak akan mungkin dapat dimenangkan secara serempak di semua negeri. Namun, tanpa internasionalisme yang kokoh, tidaklah mungkin ada kemenangan yang akan dapat dipertahankan dalam waktu yang lama. Kalaupun ada, kemenangan itu sendiri akan sia-sia karena ia justru akan terjebak pada chauvinisme-sosial . Perjuangan rakyat pekerja hanya akan menjadi kekuatan yang utuh jika disandarkan pada kekuatan internasionalisme. Dan benarlah yang dikatakan oleh Marx: “ Kaum buruh sedunia, bersatulah!”.

*Penulis adalah anggota PRP Komite Kota Samarinda
Baca Lebih Lanjut....

Kamis, 06 November 2008

Mengurai Benang Merah Kegagalan ; Merajut Semangat Baru Persatuan Kaum Buruh


Oleh : Phitiri Lari*

“Kita harus memaknai dan menghargai kegagalan, layaknya kita mengelu-elukan keberhasilan. Dengan demikian kita akan lebih dewasa dalam berbuat dan bertindak untuk menutupi lubang kesalahan yang pernah kita lakukan, dimasa yang akan datang!!!”.

Belajar dari Kelemahan Gerakan!!!
Selama ini, banyak dari kalangan buruh bertanya-tanya dengan penuh keraguan, “mungkinkah suatu saat nanti,nasib kita akan berubah?”. Wajar saja jika pertanyaan ini terlontar, sebab sudah sekian lama kita berjuang, hingga saat ini harapan akan kesejahteraan belum menampakkan batang hidungnya. Sungguh tragis memang, mengingat buruh memiliki peranan dan posisi yang sangat penting dalam perekonomian negara kita. Namun mengapa justru kaum buruh selalu saja di anak tirikan dan dibiarkan terlantar oleh Negara?.

Sejak tahun 2002, terhitung sudah beberapa kali gerakan buruh progresif yang ada di Kaltim, membangun aliansi atau front. Namun ditengah jalan, front tersebut terhenti tanpa ada upaya untuk melakukan rekam jejak perjalanan sebagai bentuk evalusasi, dimana letak kegagalan front yang telah dibangun tersebut. Berikut adalah evaluasi Letak Kelemahan-Kelemahan Gerakan Buruh yang selama ini menjadi benalu dalam mencapai tujuan dan cita-cita perjuangan dalam kerangka pembebasan rakyat tertindas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemandulan gerakan buruh selama ini, antara lain :

 Elitisme Gerakan Buruh
Elitisme gerakan merupakan bentuk penyakit akut yang menyerang gerakan buruh dan rakyat sejak dulu, tanpa pernah kita menyadarinya secara serius. Pada sisi lain, elitism gerakan ini juga telah mengarahkan kita ke dalam suatu bangunan penafsiran arah gerakan yang salah. Kenapa? Karena sikap elitisme tersebut hanya akan menempatkan posisi gerakan buruh dalam jebakan-jebakan kepentingan (Interest) politik elit dan kaum mapan ynag notabene tidak berkaitan langsung dengan kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan pokok kaum buruh pada umumnya. Sikap elitisme ini cenderung manipulatif (Mengingkari fakta dan kenyataan) dan memoderasi (Mengurangi makna kepoloporan sejati dan keberpihakan buruh terhadap kaumnya sendiri) gerakan buruh yang secara tidak langsung membawa gerakan buruh ke dalam barisan elit yang sok mapan, sok berkuasa dan tidak pernah perduli dengan nasib kaumnya karena hanya terfokus dengan kepentingan sendiri. Maka kenyataan dilapangan sering kita temukan bahwa kebanyakan serikat atau organisasi-organisasi buruh lebih memilih isue-isue titipan elit politik (Baik nasional maupun daerah) ketimbang konsisten mengawal isu-isu problem pokok buruh yang lebih real dan mengandung akibat-akibat langsung terhadap propaganda himbauan dan ajakan kepada buruh untuk menyadari dan mengorganisir dirinya untuk melakukan pertanyaan, tanggapan, usulan, protes, penolakan sampai kepada tahap perlawanan yang lebih radikal.

 Watak Sektarianisme
Gejala ini sudah lama menjadi kendala besar dalam konteks bagaimana menyatukan seluruh potensi gerakan buruh, dimana kelompok-kelompok dan organisasi buruh masih terkotak-kotakkan ke dalam warna bendera, tempat kerja (pabrik), jenis pekerjaan, upah yang bebeda, bahkan ada pula perbedaan yang lahir dari suku, ras dan agama. Dan akibat dari semua itu, perpecahan (polarisasi) gerakan yang tak henti-hentinya terbangun dikalangan buruh hingga saat ini. Bagi Pejuang Revolusioner Cuba - Che Guevara, ini adalah sikap kekanak-kanakan dan ketidak dewasaan dalam gerakan yang harus dikikis habis oleh kaum buruh. Bukan saatnya lagi gerakan buruh berdebat masalah latar belakang ideologi, warna bendera dan kebanggaan almamater masing-masing karena hal tersebut hanya akan membawa gerakan yang semakin tidak terkonsolidasi yang secara politik akan semakin melemahkan posisi tawar (Bargaining Position) buruh dimata Rezim.

 Kegagalan Menganalisa Persoalan Dasar Buruh Secara Utuh dan Menyeluruh
Hingga dewasa ini, gerakan buruh masih banyak yang terkesan hanya mampu melihat kontradiksi atau persoalan-persoalan dasar yang dihadapinya dari permukaan atau kulitnya saja secara empirik (yang terlihat oleh mata kepala secara langsung) dan cenderung memudahkan persoalan tanpa pernah berusaha mengurai dan menguliti sistem di balik penindasan massa rakyat selama bertahun-tahun yang disebabkan oleh sistem yang buas,licin dan serakah yakni sistem Kapitalisme, atau yang kini lebih dikenal sebagai system Neo-Liberalisme sebagai wajah barunya.

 Terjebak Dalam Pemujaan Momentum (Spontanitas)
Alasan yang terakhir dan paling mencolok dari rangkaiaan evaluasi kegagalan gerakan buruh adalah kebiasaan membebek dan membonceng terhadap momentum yang ada tanpa berusaha menciptakan momentum perlawanan sendiri. Akibatnya, perlawanan yang dilakukan oleh buruh-pun terjebak dalam pemujaan “Spontanitas” perjuangan yang sifatnya tidak pernah bertahan lama dan secara prinsip tidak mengarah kepada perlawanan yang terorganisir dan tidak terpimpin secara politis. Coba tengok, berapa kali sudah momentum berusaha diinterupsi oleh gerakan buruh dan berapa kali pula gerakan tersebut gagal sebab momentum itu hanya berskala kecil dan bertempo jangka pendek sehingga intensitas dan konsistensi massa tak mampu dijaga. Sebagai contoh yang paling sederhana, kita bias mengukur ledakan perlawanan buruh dalam setahun. Terhitung, mobilisasi perlawanan buruh hanya terjadi sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun, yakni ; momentum hari buruh se-dunia (may day), dan momentum pembahasan Upah minimum yang terjadi pada akhir tahun. Selebihnya, respon perlawanan buruh hanya terjadi sesekali pada saat terjadi peristiwa penting, semisal kenaikan BBM, kasus local pada tingkatan pabrik, dll.

Darima Kita harus Memulai???.
Memulai suatu perjaungan, tentu kita perlu untuk menentukan rangkaiaan tahapan awal mengenai apa dan bagaimana kita harus berbuat untuk memajukan gerakan buruh. Ada beberapa hal yang harus kita lakukan, yakni :
a) Menemukan Musuh Bersama.
Jika kita membuka lembaran perjalanan sejarah masa lampau Indonesia, maka kita akan menemukan sebuah fakta fundamental mengenai apa yang melandasi semangat perjuangan Rakyat Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Secara prinsip, terdapat faktor-faktor yang menjadi kekuatan (spirit) yang menggerakkan perlawanan rakyat Indonesia. Salah satunya adalah, adanya kesamaan musuh, yakni ; kolonialisme atau meminjam istilah Soekarno, “Neo-Kolin”. Walhasil, kesamaan musuh ini, mampu mengikis perbedaan suku, ras, agama, dll, dan pada akhirnya menjadi satu dalam tindakan untuk merebut kembali kemerdekaan yang telah sekian lama dirampas oleh bangsa asing. Persamaan nasib serta cita-cita kebebasan dan kemerdekaan ini, telah menjadi hulu ledak yang sangat dahsyat. Sehingga dari barat ke timur, dari sabang hingga merauke, dari yang tua hingga generasi muda, menjadi hal yang tidak memiliki batasan lagi, menjadi satu dan tidak terpisahkan dalam perjuangan. Lantas pelajaran apa yang bias dipetik oleh kaum buruh dari pengalaman ini???. Ini tentu menjadi hal yang sangat penting untuk kita gali secara mendalam.

Kaum buruh di seluruh pelosok tanah air, semestinya mampu mepnemukan titik temu atau benang merah, “sesungguhnya siapa musuh bersama kaum buruh hari ini?”. Musuh utama kaum buruh Indonesia hari ini adalah ketidakadilan. Apa yang tidak adil? Upah yang rendah, kebebasan berserikat yang dikekang, hak normative yang tidak diberikan, satus kerja yang tidak menentu (Kontrak dan Outsourcing), jam kerja yang padat, dan lain sebagainya yang pada dasarnya tidak memperlakukan buruh layaknya seorang manusia yang beradab. Dan tentu saja ketidakadilan ini tidak lahir begitu saja. Ketidakadilan ini bukanlah takdir pencipta yang membuat kita pasrah untuk menerimanya. Bukan pula akibat dari kebodohan dan kemalasan buruh. Akan tetapi ada yang menciptakan dan membangunnya, yakni : Sistem Ekonomi dan Politik yang kita sebut dengan, “Neo-Liberalisme”.

Neo-liberalisme mencakup bentuk kebijakan ekonomi, serta pelaku yang mengeluarkan kebijakan tersebut melalui keputusan politik. Salah satu contohnya adalah kebijakan ekonomi yang pro-pasar bebas. Bentuk kongkritnya adalah ; pencabutan subsidi public (BBM, TDL, Pendidikan dan Kesehatan), Impor beras dan gula yang mematikan produksi dalam negeri, privatisasi asset atau perusahaan milik Negara, dll. Kebijakan ini lair dari keputusan pemerintah berdasarkan paksaan Negara-negara maju melalui lembaga-lembaga keuangannya (IMF, Bank Dunia, WTO, Paris Club, dll). Pendeknya, Negara-negara imperialis ini merupakan penjahat kelas kakapnya, dan pemerintah adalah kaki tangannya yang setiap saat siap melayani tuannya.

b) Melatih Kerja Bersama Melalui Front Persatuan; Mengikis Perbedaan Asal Usul.
Neo-liberalisme, sebagai musuh bersama kita, bukanlah lawan yang lemah. Akan tetapi, ibaratkan makhluk buas yang licik dan licin, tentu saja membutuhkan kekuatan yag kuat pula untuk mengalahkannya. Untuk itu, kekompakan dan persatuan serta kebersamaan menjadi keharusan awal yang mesti kita lakukan. Salah satu bentuk dari kebersamaan ini adalah, perasaan senasib yang ditunjukkan dengan solidaritas tinggi terhadap setiap persoalan buruh. Selama ini rasa solidaritas ini yang sangat lemah dari kita. Buruh di perusahaan A di PHK, buruh perusahaan B terkadang meganggap itu bukan menjadi bagian dari persoalannya. Dan begitupun sebaliknya. Buruh di sector manufaktur (produksi barang) menuntut kenaikan upah, buruh di sector BUMN merasa tidak perlu untuk membantu karena merasa status social dan pekerjaannya berbeda. Bukankah ini justru menjadi pemecah persatuan dikalangan buruh?. Bukankah ini hanya akan melemahkan perjaungan kita bersama?. Untuk itu, tugas dan tanggung jawab kita untuk menumbuhkan rasa solidaritas bersama tanpa mengenal batasan perusahaan, jenis pekerjaan, ataupun suku, ras dan agama. Pengkotak-kotakan antara buruh, pekerja dan karyawan yang selama 32 tahun sengaja dibangun oleh Orde Baru, sudah saatnya kita buang jauh-jauh. Buruh hanya ada satu, yakni buruh yang mempunyai nasib dan cita-cita yang sama. Cita-cita akan kesejahteraan dan keadilan yang telah lama kita idam-idamkan bersama. Dan untuk mewujudkannya, hanya bias melalui persatuan serta semangat solidaritas yang tinggi antar sesama buruh.

Buruh Bergerak, Tolak PHK
Buruh Berontak, Tolak Sistem Kontrak
Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera

Salam Solidaritas Selalu…

*Penulis adalah Koordinator ABM Kaltim dan Ketua Serikat Buruh Mandiri Indonesia (SBMI) Kaltim

Baca Lebih Lanjut....